Pameran lukisan bertajuk Dawai adalah lanjutan pameran karya The Modernist Series #4 di Art Agenda Jakarta yang berlangsung hingga 26 November 2023.

Dinamika Warna dan Ruang dalam Lukisan Handrio di Pameran Dawai Art Agenda

21 November 2023   |   16:13 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sebuah lukisan tanpa judul telah menarik minat dua anak muda karena melahirkan ketaksaan interpretasi. Satu orang mengatakan karya bertitimangsa 1974 itu menggambarkan geometri ruang, dan salah satunya lagi merepresentasikan bidang komposisi musik.

Adapun, lukisan berdimensi 57,5 x 73 cm itu merupakan satu dari sekian lukisan yang dipacak di Art Agenda Jakarta. Eksibisi bertajuk Dawai itu adalah lanjutan pameran karya The Modernist Series #4 yang berlangsung hingga 26 November 2023.

Baca juga: Cerita di Balik Romantisme Lukisan-Lukisan Ni Nyoman Sani

Kurator Stella Wenny  mewakili Art Agenda mengatakan, karya perupa Handrio secara umum memang banyak menggambarkan  ihwal yang dibincangkan kedua pemuda tersebut. Sebagai seniman, Handrio menurutnya kerap memasukkan instrumen-instrumen musik atau wujud geometri bidang di lukisan-lukisannya.
 
Tak hanya itu, sebagai perupa ikonoklastik, Handrio juga memiliki berbagai peran yang berbeda dalam dunia seni rupa saat masih hidup. Sebab, selain berprofesi sebagai guru, pegawai negeri, pemain cello, hingga desainer grafis, Handrio adalah seorang komposer.

"Lewat lukisannya, Handrio kerap mewujudkan bentuk dan warna sebagai elemen individual. Dengan artian dia melihat hal itu seperti nada dan akord dalam musik yang harus disetel dan disusun agar menjadi kesatuan visual yang selaras," katanya.
 

Karya Handrio Tanpa Judul (Oil on Canvas, 57,5x73 cm, 1974). (sumber gambar  Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Handrio Tanpa Judul (Oil on Canvas, 57,5x73 cm, 1974). (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)


Hal itu misalnya terejawantah dalam karya berjudul Komposisi (oil on canvas, 74 x 55 cm). Lewat karya bertitimangsa 1963 itu sang seniman melukis berbagai instrumen musik yang disederhanakan menjadi bentuk-bentuk esensial serta mengubahnya menjadi jejak-jejak representatif.

Stella mencontohkan, Handrio menyederhanakan instrumen musik lawat visual tuning pegs yang diubah menjadi lingkaran dan segitiga. Sementara itu, bagian leher (neck) dan papan jari (fingerboard) pada alat musik berdawai tersebut juga berubah menjadi persegi panjang yang terdistorsi.

"Lukisan tersebut seolah mengajak pengunjung untuk merenungkan apakah hasilnya masih dapat dianggap sebagai lukisan sebuah alat musik atau seperti yang disiratkan oleh judulnya, yakni sebuah komposisi dinamis yang tidak diharuskan memiliki nilai representatif," katanya.

Sementara, kepiawaian sang seniman dalam merekonstruksi bidang gambar juga tampak dalam karya berjudul Dinamika Ruang (1981). Lewat karya berdimensi 90x70 cm menggunakan media oil on canvas itu Handrio seolah menciptakan ilusi ruang yang kompleks dengan penggunaan garis-garis yang tegas.

Karya Handrio berjudul Village Scene (Oil on Canvas, 110x87,5 cm, 1970). (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Handrio berjudul Village Scene (Oil on Canvas, 110x87,5 cm, 1970). (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)


Visual tersebut misalnya termanifestasi lewat bidang-bidang miring dengan warna-warna kontras yang saling bertabrakan. Beberapa di antarnya seperti lewar palet merah cerah dan hijau hutan, biru langit dan kuning mustard, yang menghasilkan susunan yang asimetris tapi tetap seimbang.

Sebelum mendalami geometri murni, menurut Stella Handrio juga kerap menyederhanakan pemandangan alam dan perkotaan menjadi bentuk-bentuk dasar. Hal itu misalnya tampak dalam karya berjudul Village Scene (oil on canvas 110x87,5 cm, 1970) yang mengeksplorasi berbagai cara untuk memecah objek menjadi bentuk unik.

Dalam lukisan yang didominasi warna tanah itu sang seniman melukiskan rumah-rumah dan pohon-pohon tidak hanya dipipihkan pada sumbu Z saja. Namun juga pada bidang dua dimensi kanvas di mana tepiannya didorong dan ditarik menjadi bentuk-bentuk dasar, lalu diatur dengan tangkas agar visual hadir dalam garis seimbang.

"Warna yang lebih gelap dalam lukisan-lukisan Handrio mengindikasikan area yang lebih dalam, sementara warna yang lebih terang dan cerah menunjukkan bagian depan yang dinamis," kata Stella.

Baca juga: Mengulik Makna Lukisan FX Harsono yang Dilelang MACAN Gala

Karya Autentik
Kolektor seni Syakieb Sungkar mengatakan, saat mendengar karya pelukis abstrak dan kubis pencinta seni Indonesia selalu merujuk pada seniman Bandung seperti AD Pirous atau Sadali. Padahal, di Yogyakarta juga ada seniman lain, yakni Fajar Sidik dan Handrio yang memelopori seni abstrak.

Sebagai salah satu maestro seni rupa Indonesia, menurutnya Handrio juga memiliki berbagai jenis gaya karya abstrak yang otentik. Beberapa di antaranya termasuk visual dinamika ruang, kubisme, dan lukisan dengan beberapa figur manusia sebelum beralih menekuni karya-karya niskala.

Adapun yang membedakan karya-karya Handrio dengan pelukis abstrak pada eranya adalah kesadaran sang seniman atas pemecahan bidang. Hal itu misalnya saat pelukis grup Bandung membuat figur yang dipotong-potong dan direfleksikan ke bidang kanvas, Handrio justru bergerak ke ranah lain.

"Bagi Handrio di dalam kanvas ada atau tidak ada figur bukan menjadi masalah. Justru pemotongan [objek] itulah yang kemudian menjadi figurnya sendiri. Potongan-potongan itulah yang membentuk ruang dan akhirnya menjelma figur," katanya.
 

Karya Handrio Tanpa Judul  (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Handrio Tanpa Judul (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Tak hanya itu, jika merujuk pada pelukis dari Bandung, mereka mayoritas dipengaruhi seniman Barat seperti Picasso dan Georges Braque. Sedangkan, dari segi gaya melukis karya Handrio agak sulit dicari sumber rujukanya dalam konstelasi pengaruh seniman Eropa pada abad ke-20.

Keunikan lain dari karya Handrio adalah potongan-potongan objek yang terkesan membentuk volume. Sehingga visual tersebut menurut Syakieb seperti menghasilkan komposisi musik yang disusun secara matematis dan diperhitungkan dengan cermat oleh sang seniman.

Baca juga: 45 Lukisan karya Pelajar Dipamerkan di Museum Basoeki Abdullah, Angkat Isu Krisis Iklim

Namun semasa hidupnya Handrio dikenal sebagai seorang yang pendiam dan jarang memperlihatkan karya-karyanya. Oleh karena itu dalam sejarah seni rupa Indonesia namanya kurang begitu populer dibanding seniman lain, dan hanya kolektor serius yang mengoleksi karya-karyanya.

"Bisa dibilang gaya Handrio ini adalah penemuan dirinya sendiri. Dengan artian tidak meniru atau merujuk gaya abstrak yang sebelumnya ada di sejarah seni rupa Barat," katanya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Asosiasi Periklanan & Media Tolak Poin Larangan Iklan Produk Tembakau Dalam RPP Kesehatan

BERIKUTNYA

Febrina Fransisca Dinobatkan Sebagai Juara Pertama Trending Star 2023

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: