Konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno. (Sumber gambar : Eusebio Chrysnamurti/Hypeabis.id)

Begini Saran Pengamat soal Wacana Regulasi 'Menertibkan' Promotor Musik

19 November 2023   |   20:45 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Penyelenggaraan sejumlah konser di Indonesia diwarnai masalah. Kasus penipuan tiket tampaknya sudah menjadi langganan, tapi yang menjadi perhatian dalam beberapa waktu terakhir adalah venue dan pengaturan penonton yang tidak sesuai standar, hingga adanya kasus penggelapan dana yang dilakukan panitia. 

Seperti yang terjadi saat konser Bring Me The Horizon (BMTH) pada 10 November 2023. Konser bertajuk BMTH ‘Transcend Thy Sels: Church of Genxsis' yang berlangsung di Beach City International Stadium Ancol itu tiba-tiba dihentikan setelah 11 lagu dimainkan. Ravel Entertainment mengungkapkan ada masalah pada panggung. Alhasil, konser pun turut dibatalkan pada hari kedua, 11 November 2023 karena alasan keamanan. 

Baca juga: Kalkulasi Efek Konser Coldplay terhadap Perekonomian Indonesia

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan meskipun promotor melakukan refund atau pengembalian dana tiket, tetapi tetap ada kerugian dari sisi penonton, terutama mereka yang berasal dari luar daerah Jakarta, karena sudah kadung mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi. 

Sementara itu, masalah di balik konser Coldplay masih menjadi perbincangan di media sosial saat ini. Viral sejumlah video tentang pengamanan yang kurang mumpuni hingga pagar pembatas jebol, panitia yang tidak profesional, hingga kasus penipuan tiket yang masih diselidiki pihak kepolisian. 

Oleh karena itu, dia sepakat perlu adanya peraturan terkait promotor, seperti regulasi khusus dari asosiasi promotor. Dengan demikian, ada kode etik dan pengawasan yang lebih ketat. Butuh monitoring dari peserta konser, masyarakat, dan pencinta musik melalui sebuah platform. Apabila ada pembatalan mendadak atau tiket palsu, rating promotor harusnya turun.

“Jadi platform untuk menilai kepuasan promotor bisa disediakan oleh Kemenparekraf,” sebut Bhima, yang juga menjadi korban dari gagalnya konser BMTH di Jakarta. 

Dia mendukung adanya wacana klasifikasi promotor seperti yang sempat disampaikan Kemenparekraf. Tolok ukur klasifikasi ini bisa berdasarkan rating dari penonton konser, artis internasional yang diundang, kapasitas panggung, pengelolaan tiket, mekanisme refund, hingga pengaduan yang sudah dicatatkan sebelumnya.

“Bukan hanya berdasarkan promotor musik internasional atau lokal saja, tetapi lebih kepada track record,” sarannya. 
 

(Sumber foto: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

(Sumber foto: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Tolok ukur klasifikasi juga bisa dilihat dari modal. Bhima menuturkan banyak promotor yang modalnya cekak, sehingga ketika terjadi masalah saat penyelenggaraan dan mengharuskan adanya refund tiket, prosesnya menjadi lama dan tidak ada kejelasan. 

Kondisi ini tentu merugikan tenant dan sponsor yang bekerja sama. Modal inti minimum dari promotor alhasil menjadi penting masuk ke dalam daftar klasifikasi

Bhima juga menegaskan promotor yang tidak profesional mengakibatkan artis internasional mengurungkan niat untuk menggelar pertunjukan di dalam negeri. Sementara, masyarakat Indonesia pada akhirnya lebih memilih menonton konser idolanya ke luar negeri. 

Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan, potensi besar dari pertunjukkan musik maupun seni di Indonesia bisa menurun secara signifikan. Dia menyebut ada dampak berganda dalam penyelenggaraan konser. 
 

Posko Pengaduan 

Pengamat musik Nuran Wibisono berpendapat penggolongan atau klasifikasi promotor menjadi kerja jangka panjang yang bisa dilakukan. Klasifikasi ini bisa dikerjakan Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI). Pembuatan regulasi ini kemungkinan membutuhkan waktu yang panjang, tidak cukup hanya 1-2 tahun. Apalagi ini industri yang mengurusi hajat hidup banyak orang.

Untuk itu, menurutnya, yang paling penting dilakukan dalam waktu dekat atas permasalahan konser yang terjadi adalah membuat posko pengaduan. Dengan adanya posko pengaduan, penonton yang dikecewakan oleh promotor/event/ festival, bisa melapor.

“Saat ini kan kita bisa melihat penonton yang kecewa ini enggak tahu harus mengadu kemana selain ke medsos. Jadi seperti ayam kehilangan induk,” tuturnya.

Menurut Nuran, pembuatan posko pengaduan penting untuk dilakukan pemerintah, karena pemerintah yang memiliki payung hukum atau berhak menindak secara hukum. “Jadi penonton benar-benar merasa terlindungi oleh adanya posko pengaduan ini,” sebutnya.

Baca juga: Perizinan Konser Digital Disambut Positif, Bakal Pangkas Waktu & Hemat Biaya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Mau Bikin Kitchen Set di Rumah? Yuk Ketahui Dulu 3 Manfaatnya

BERIKUTNYA

Karya-karya Ugo Untoro yang Baru Pertama Kali Dipamerkan di Art Jakarta 2023

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: