Menilik Pemanfaatan & Efektivitas Wolbachia untuk Penanggulangan DBD di Indonesia
17 November 2023 |
17:00 WIB
Upaya penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) di Bali melalui penyebaran nyamuk Wolbachia sedang jadi sorotan dan menuai kontroversi sejumlah pihak. Ada kekhawatiran bahwa penyebarannya bisa mengakibatkan penyakit lain yang cukup serius sampai muncul rumor tentang kerusakan genetik.
Kasus DBD memang masih menjadi momok di sejumlah wilayah dalam negeri. Data Kementerian Kesehatan menyebut sepanjang 2022 ada 143.266 kasus dengue yang tercatat dengan 1.237 di antaranya menimbulkan kematian. Data lebih baru, hingga Juli 2023 sudah ada 57.884 kasus serupa dengan angka kematian mencapai 422 kasus.
Dalam rangka menanggulangi dan menurunkan risiko kasus demam berdarah di Tanah Air, pemerintah telah menggalakkan sejumlah program. Termasuk melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, penanaman tanaman pengusir nyamuk, dan yang lainnya.
Selain upaya tersebut, sejumlah pihak juga berkolaborasi menghadirkan solusi infeksi DBD yang masih merajalela, tak terkecuali penggunaan bakteri Wolbachia sebagai metode pencegahan penyebaran demam berdarah.
Baca juga: 5 Langkah Pencegahan DBD di Musim Pancaroba
Metode penggunaan bakteri tersebut dilakukan oleh Eliminate Dengue Project (EDP) Yogyakarta -saat ini bernama World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta- , yang penelitiannya telah dilakoni sejak 2004 dengan dana dari Yayasan Tahija. Riset tersebut mendapat respons positif dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pada 2016, WHO mengadakan Vector Control Advisory Group (VGAC) untuk meninjau pilihan program pengendalian nyamuk sebagai respons dari wabah Zika. Adi Utarini, Peneliti Utama EDP Yogyakarta kala itu, menyebut bahwa VGAC mengakui Wolbachia sebagai metode yang potensial dalam pengendalian DBD.
“Pasalnya, virus Zika dan DBD dibawa oleh pembawa [vektor] yang sama yaitu nyamuk Aedes aegypti,” katanya, seperti dikutip dari Koran Bisnis Indonesia edisi 17 Juni 2017.
Sebagai informasi, Wolbachia merupakan bakteri alami yang terdapat dalam sel tubuh lebih dari 60% spesies serangga di dunia dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat telur. Bakteri itu ditemukan di banyak serangga umum seperti ngengat, lalat buah, capung, kumbang, dan lain-lain. Namun, Wolbachia tidak ditemukan pada nyamuk Aedes aegypti yang menularkan DBD.
Adi menyebut bahwa Wolbachia aman bagi manusia, binatang, dan lingkungan. Analisis risiko yang digunakan oleh Australian Commonwealth Scientific and Industrial Research Organizations (CSIRO) pada 2011 di Australia dan Vietnam telah membuktikan hal tersebut.
Bekti Andari, Koordinator Media dan Komunikasi EDP Yogyakarta saat itu, menjelaskan bahwa dibutuhkan pendekatan baru yang lebih inovatif untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit DBD.
Oleh karena itu, tim EDP melakukan uji pengembangbiakan nyamuk pembawa bakteri Wolbachia di wilayah acak di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pengawasan ketat untuk memperoleh bukti epidemiologi.
Pada 2017, EDP Yogyakarta membagi Kota Jogja dalam 24 klaster, dan hanya sebagian dari wilayah-wilayah itu yang dititipi ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia.
Baca juga: Waspada Ancaman DBD, Fase Penentu Hidup dan Mati Hanya dalam 2 Hari
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan metode Wolbachia.
“Jumlah kasus [DBD] di Kota Yogyakarta pada Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minuman pada 7 tahun sebelumnya (2015-2022) berada di bawah garis minimun,” katanya seperti dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan
Metode ini efektif karena Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga tidak akan menular ke tubuh manusia. Cara kerjanya, ketika Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia kawin dengan Aedes aegypti betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblokir.
Selain itu, jika yang membawa bakteri Wolbachia adalah nyamuk betina dan kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-Wolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia. Hal ini berarti nyamuk yang akan lahir juga tidak akan menimbulkan penyakit demam berdarah dengue.
Lurah Patangpuluhan Yogyakarta, Hartobudiono, mengakui bahwa pada awalnya, muncul kekhawatiran dari masyarakat setempat tentang penyebaran nyamuk Wolbachia. Hal ini tak terlepas dari cara kerjanya yang terbilang unik, yakni melawan nyamuk dengan nyamuk untuk mengurangi kasus DBD.
“Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi dan sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” katanya.
Metode ini telah diakui oleh Kementerian Kesehatan dan akan diimplementasikan ke beberapa wilayah lain. Pilot project-nya akan dilaksanakan di lima kota yaitu Semarang, Jakarta Barat, bandung, Kupang, dan Bontang. Hal ini bahkan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.
Adapun, Pulau Dewata punya kegiatan serupa bernama Program Nyamuk Dunia Bali dengan mitra pelaksana dari Save the Children Indonesia. Di sana, diusulkan pelepasan nyamuk Wolbachia yang diharapkan bermanfaat bagi 770.000 orang di Denpasar dan Buleleng.
Tak hanya di dalam negeri, Kemenkes juga mencatat bahwa pemanfaatan teknologi Wolbachia telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif. Negara-negara itu adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Baca juga: Intip Cara Budi Daya Jentik Nyamuk, Bisa Panen Tiap Hari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Kasus DBD memang masih menjadi momok di sejumlah wilayah dalam negeri. Data Kementerian Kesehatan menyebut sepanjang 2022 ada 143.266 kasus dengue yang tercatat dengan 1.237 di antaranya menimbulkan kematian. Data lebih baru, hingga Juli 2023 sudah ada 57.884 kasus serupa dengan angka kematian mencapai 422 kasus.
Dalam rangka menanggulangi dan menurunkan risiko kasus demam berdarah di Tanah Air, pemerintah telah menggalakkan sejumlah program. Termasuk melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, penanaman tanaman pengusir nyamuk, dan yang lainnya.
Selain upaya tersebut, sejumlah pihak juga berkolaborasi menghadirkan solusi infeksi DBD yang masih merajalela, tak terkecuali penggunaan bakteri Wolbachia sebagai metode pencegahan penyebaran demam berdarah.
Baca juga: 5 Langkah Pencegahan DBD di Musim Pancaroba
Tapak Tilas Pemanfaatan Wolbachia
Metode penggunaan bakteri tersebut dilakukan oleh Eliminate Dengue Project (EDP) Yogyakarta -saat ini bernama World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta- , yang penelitiannya telah dilakoni sejak 2004 dengan dana dari Yayasan Tahija. Riset tersebut mendapat respons positif dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada 2016, WHO mengadakan Vector Control Advisory Group (VGAC) untuk meninjau pilihan program pengendalian nyamuk sebagai respons dari wabah Zika. Adi Utarini, Peneliti Utama EDP Yogyakarta kala itu, menyebut bahwa VGAC mengakui Wolbachia sebagai metode yang potensial dalam pengendalian DBD.
“Pasalnya, virus Zika dan DBD dibawa oleh pembawa [vektor] yang sama yaitu nyamuk Aedes aegypti,” katanya, seperti dikutip dari Koran Bisnis Indonesia edisi 17 Juni 2017.
Nyamuk Aedes aegypti (Sumber foto: Freepik/Jcomp)
Adi menyebut bahwa Wolbachia aman bagi manusia, binatang, dan lingkungan. Analisis risiko yang digunakan oleh Australian Commonwealth Scientific and Industrial Research Organizations (CSIRO) pada 2011 di Australia dan Vietnam telah membuktikan hal tersebut.
Bekti Andari, Koordinator Media dan Komunikasi EDP Yogyakarta saat itu, menjelaskan bahwa dibutuhkan pendekatan baru yang lebih inovatif untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit DBD.
Oleh karena itu, tim EDP melakukan uji pengembangbiakan nyamuk pembawa bakteri Wolbachia di wilayah acak di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pengawasan ketat untuk memperoleh bukti epidemiologi.
Pada 2017, EDP Yogyakarta membagi Kota Jogja dalam 24 klaster, dan hanya sebagian dari wilayah-wilayah itu yang dititipi ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia.
Baca juga: Waspada Ancaman DBD, Fase Penentu Hidup dan Mati Hanya dalam 2 Hari
Hasil Penyebaran Wolbachia
Beberapa waktu berselang, sebagaimana dikutip dari laman resmi WMP, pelepasan Wolbachia di Yogyakarta telah membuahkan hasil positif. Uji coba terkontrol secara acak berstandar emas menunjukkan penurunan kasus demam sebesar 77?n penurunan rawat inap akibat penyakit itu turun sebesar 86% di daerah yang terkena Wolbachia, dibandingkan dengan daerah yang tidak diobati.Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan metode Wolbachia.
“Jumlah kasus [DBD] di Kota Yogyakarta pada Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minuman pada 7 tahun sebelumnya (2015-2022) berada di bawah garis minimun,” katanya seperti dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan
Metode ini efektif karena Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga tidak akan menular ke tubuh manusia. Cara kerjanya, ketika Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia kawin dengan Aedes aegypti betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblokir.
Selain itu, jika yang membawa bakteri Wolbachia adalah nyamuk betina dan kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-Wolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia. Hal ini berarti nyamuk yang akan lahir juga tidak akan menimbulkan penyakit demam berdarah dengue.
Lurah Patangpuluhan Yogyakarta, Hartobudiono, mengakui bahwa pada awalnya, muncul kekhawatiran dari masyarakat setempat tentang penyebaran nyamuk Wolbachia. Hal ini tak terlepas dari cara kerjanya yang terbilang unik, yakni melawan nyamuk dengan nyamuk untuk mengurangi kasus DBD.
“Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi dan sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” katanya.
Metode ini telah diakui oleh Kementerian Kesehatan dan akan diimplementasikan ke beberapa wilayah lain. Pilot project-nya akan dilaksanakan di lima kota yaitu Semarang, Jakarta Barat, bandung, Kupang, dan Bontang. Hal ini bahkan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.
Adapun, Pulau Dewata punya kegiatan serupa bernama Program Nyamuk Dunia Bali dengan mitra pelaksana dari Save the Children Indonesia. Di sana, diusulkan pelepasan nyamuk Wolbachia yang diharapkan bermanfaat bagi 770.000 orang di Denpasar dan Buleleng.
Tak hanya di dalam negeri, Kemenkes juga mencatat bahwa pemanfaatan teknologi Wolbachia telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif. Negara-negara itu adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Baca juga: Intip Cara Budi Daya Jentik Nyamuk, Bisa Panen Tiap Hari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.