Waspada Ancaman DBD, Fase Penentu Hidup dan Mati Hanya dalam 2 Hari
23 July 2022 |
13:18 WIB
Dengue, atau yang telah lama dikenal masyarakat sebagai penyakit demam berdarah (DBD) masih menjadi endemi di sebagian besar wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes aegypti ini banyak menyerang anak-anak dan remaja. Dampaknya sangat buruk karena bisa menyebabkan kematian.
Ketua UKK Infeksi & Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Anggraini Alam menjelaskan istilah DBD telah ditinggalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini karena dengue sifatnya tidak hanya pendarahan atau masalah trombosit yang rendah, namun dampaknya bisa mengenai seluruh organ tubuh.
Ada tiga klasifikasi dengue yang ditetapkan WHO, antara lain, tanpa tanda bahaya, sampai ada tanda bahaya, sampai kemudian bisa berat. “1 dari 20 pasien bisa menjadi berat hingga fatal,” jelas wanita yang akrab disapa Anggi itu.
Baca juga: Ini Pentingnya Nutrisi Seimbang bagi Perkembangan Otak & Saluran Pencernaan Anak
Penyakit ini perlu diwaspadai ketika menyerang anak-anak dan orang dengan komorbid atau penyakit penyerta, sebab dampaknya bisa menjadi berat. “Mulai dari virus masuk sampai daya tahan, imun, malah bisa berbalik mengancam kehidupan manusia,” sebutnya.
Oleh karena itu, penting mengenali tanda dan gejala dengue, berupa demam medadak, sakit kepala dan nyeri saat menggerakkan bola mata, nyeri otot/sendi, lemah, lesu, nyeri perut, muntah, dan kalau sudah ada pendarahan, muncul ruam di kulit, mimisan, bahkan tinja disertai darah.
Lebih lanjut dia menerangkan dengue dibagi menjadi tiga fase. Pertama adalah fase demam yang mendadak tinggi, biasanya berlangsung 2-7 hari. Pada tahap ini, anak atau pasien harus diberikan asupan cairan sebanyak-banyaknya.
Tidak hanya air putih namun juga minuman yang mengandung elektrolit. Demamnya cukup diredakan dengan parasetamol dan tidak perlu penggunaan antibiotik. Kompres anak dengan air hangat.
"Di masa itu anak tidak mau minum sehingga bisa terjadi kurang cairan atau dehidrasi,” ungkap Anggi.
Apabila demam tidak kunjung turun dalam tiga hari, dan timbul tanda dan gejala dengue, dia mengimbau agar anak segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan.
“Bilamana diketahui dengue namun usia masih bayi apalagi kurang dari 1 tahun, di bawah 2 tahun pun harus hati-hati. Lalu ada komorbid seperti diabetes melitus, jantung bawaan, hati, ginjal kronik, tidak perlu ada tanda bahaya, lakukan rawat inap,” tegas Anggi.
Fase kedua adalah fase kritis. Demam justru turun namun terjadi perembesan plasma darah dan syok dengan beragam komplikasinya berupa pendarahan gagal hati maupun syok berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan gangguan organ tubuh bagian dalam, pendarahan hebat, hingga menyebabkan fatality rate yang tinggi.
Penting bagi orang tua terus memantau kondisi anaknya pada tahap ini. Terutama ketika suhu turun, anak justru kelihatan lemah, gelisah, bicara tidak beraturan, dan intensitas buang air berkurang, dan sulit untuk minum.
Anggi menyebut fase kritis berlangsung 24-48 jam saja. Namun fase ini yang menentukan pasien selamat atau tidak. “Jangan bahagia bilamana suhu tubuh turun pada dengue, karena di sana masuk fase kritis yang bisa mengancam kehidupan,” tegasnya.
Terakhir adalah fase pemulihan yang berlangsung 2-4 hari. Ditandai dengan resolusi pembesaran plasma, stabilisasi tanda vital, nafsu makan anak meningkat dan merasa lebih baik. “Dalam 7 hari dengue, 3 fase terlewati,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggi berpesan agar masyarakat rutin memeriksa dan memberantas keberadaan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue, setidaknya satu kali dalam sepekan. “Karena dalam satu minggu, nyamuk dari mulai bertelur, larva, sampai jadi dewasa, terbang ke sana kemari,” jelasnya.
Dia menjabarkan bahwa nyamuk pembawa penyakit dengue ini suka dengan daerah padat manusia, yang bersih, dan aktif ketika ada sinar matahari. Puncaknya di pagi dan sore hari.
Nyamuk ini juga menyukai aroma tubuh manusia. Dia hinggap di pakaian yang telah dipakai. Oleh karena itu, Anggi menyarankan agar pakaian langsung dicuci setelah dipakai.
Nyamuk ini berkembang biak bisa di dalam rumah, luar rumah, sekolah, tempat bermain, hingga perkantoran. Hewan kecil tersebut kerap berkembang biak di genangan air. Untuk itu, Anggi mengimbau agar orang tua meminimalisir genangan air di rumah.
Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan dr. Tiffany Tiara Pakasi mengungkapkan hingga minggu ke-27 2022, 453 kabupaten/kota melaporkan kasus DBD. Lima kasus tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sumatra Utara.
Sementara itu, 183 kabupaten/kota melaporkan adanya kematian akibat dengue ini. “Bisa dibilang kabupaten/kota sebagian besar endemi dengue,” ujarnya belum lama ini.
Hingga minggu ke 27, total kasus DBD di Indonesia mencapai 61.046, dengan 580 kematian. Mayoritas kasus DBD dan kematian kata Tiara didominasi oleh anak-anak sampai remaja, yakni usia kurang dari 1 tahun hingga 14 tahun. “Dominan untuk kasus, kematian, juga di usia mereka,” imbuhnya.
Tiara menuturkan dari siklusnya, nyamuk Aedes Aegypti pembawa vektor dengue mampu mengeluarkan telur sebanyak 100 buah. Telur tersebut dapat bertahan 6 bulan di tempat kering. Telur kemudian menjadi jentik dalam 1-2 hari, pupa dilanjut kepompong dalam 5-7 hari, kemudian nyamuk dewasa pada 1-2 hari.
Nyamuk Aedes Aegypti dewasa memiliki ciri khas berukuran kecil dari rata-rata nyamuk lain, warna dasar hitam dengan bintik putih pada badan dan kaki, serta terbang sampai ketinggian 1.000 dpl.
Nah, nyamuk ini butuh lingkungan hidup yang nyaman. Mereka berkembang biak pada saat suhu lembab dengan curah hujan yang tinggi. Kecepatan angin juga dapat mempengaruhi kemampuan terbang vektor nyamuk.
“Kecepatan angin mempengaruhi arah terbang. Ini kaitannya dengan kemana saja penularannya,” jelas Tiara.
Editor: Nirmala Aninda
Ketua UKK Infeksi & Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Anggraini Alam menjelaskan istilah DBD telah ditinggalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini karena dengue sifatnya tidak hanya pendarahan atau masalah trombosit yang rendah, namun dampaknya bisa mengenai seluruh organ tubuh.
Ada tiga klasifikasi dengue yang ditetapkan WHO, antara lain, tanpa tanda bahaya, sampai ada tanda bahaya, sampai kemudian bisa berat. “1 dari 20 pasien bisa menjadi berat hingga fatal,” jelas wanita yang akrab disapa Anggi itu.
Baca juga: Ini Pentingnya Nutrisi Seimbang bagi Perkembangan Otak & Saluran Pencernaan Anak
Penyakit ini perlu diwaspadai ketika menyerang anak-anak dan orang dengan komorbid atau penyakit penyerta, sebab dampaknya bisa menjadi berat. “Mulai dari virus masuk sampai daya tahan, imun, malah bisa berbalik mengancam kehidupan manusia,” sebutnya.
Oleh karena itu, penting mengenali tanda dan gejala dengue, berupa demam medadak, sakit kepala dan nyeri saat menggerakkan bola mata, nyeri otot/sendi, lemah, lesu, nyeri perut, muntah, dan kalau sudah ada pendarahan, muncul ruam di kulit, mimisan, bahkan tinja disertai darah.
3 Fase Demam Berdarah
Lebih lanjut dia menerangkan dengue dibagi menjadi tiga fase. Pertama adalah fase demam yang mendadak tinggi, biasanya berlangsung 2-7 hari. Pada tahap ini, anak atau pasien harus diberikan asupan cairan sebanyak-banyaknya. Tidak hanya air putih namun juga minuman yang mengandung elektrolit. Demamnya cukup diredakan dengan parasetamol dan tidak perlu penggunaan antibiotik. Kompres anak dengan air hangat.
"Di masa itu anak tidak mau minum sehingga bisa terjadi kurang cairan atau dehidrasi,” ungkap Anggi.
Apabila demam tidak kunjung turun dalam tiga hari, dan timbul tanda dan gejala dengue, dia mengimbau agar anak segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan.
“Bilamana diketahui dengue namun usia masih bayi apalagi kurang dari 1 tahun, di bawah 2 tahun pun harus hati-hati. Lalu ada komorbid seperti diabetes melitus, jantung bawaan, hati, ginjal kronik, tidak perlu ada tanda bahaya, lakukan rawat inap,” tegas Anggi.
Fase kedua adalah fase kritis. Demam justru turun namun terjadi perembesan plasma darah dan syok dengan beragam komplikasinya berupa pendarahan gagal hati maupun syok berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan gangguan organ tubuh bagian dalam, pendarahan hebat, hingga menyebabkan fatality rate yang tinggi.
Penting bagi orang tua terus memantau kondisi anaknya pada tahap ini. Terutama ketika suhu turun, anak justru kelihatan lemah, gelisah, bicara tidak beraturan, dan intensitas buang air berkurang, dan sulit untuk minum.
Anggi menyebut fase kritis berlangsung 24-48 jam saja. Namun fase ini yang menentukan pasien selamat atau tidak. “Jangan bahagia bilamana suhu tubuh turun pada dengue, karena di sana masuk fase kritis yang bisa mengancam kehidupan,” tegasnya.
Terakhir adalah fase pemulihan yang berlangsung 2-4 hari. Ditandai dengan resolusi pembesaran plasma, stabilisasi tanda vital, nafsu makan anak meningkat dan merasa lebih baik. “Dalam 7 hari dengue, 3 fase terlewati,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggi berpesan agar masyarakat rutin memeriksa dan memberantas keberadaan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue, setidaknya satu kali dalam sepekan. “Karena dalam satu minggu, nyamuk dari mulai bertelur, larva, sampai jadi dewasa, terbang ke sana kemari,” jelasnya.
Dia menjabarkan bahwa nyamuk pembawa penyakit dengue ini suka dengan daerah padat manusia, yang bersih, dan aktif ketika ada sinar matahari. Puncaknya di pagi dan sore hari.
Nyamuk ini juga menyukai aroma tubuh manusia. Dia hinggap di pakaian yang telah dipakai. Oleh karena itu, Anggi menyarankan agar pakaian langsung dicuci setelah dipakai.
Nyamuk ini berkembang biak bisa di dalam rumah, luar rumah, sekolah, tempat bermain, hingga perkantoran. Hewan kecil tersebut kerap berkembang biak di genangan air. Untuk itu, Anggi mengimbau agar orang tua meminimalisir genangan air di rumah.
Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan dr. Tiffany Tiara Pakasi mengungkapkan hingga minggu ke-27 2022, 453 kabupaten/kota melaporkan kasus DBD. Lima kasus tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sumatra Utara.
Sementara itu, 183 kabupaten/kota melaporkan adanya kematian akibat dengue ini. “Bisa dibilang kabupaten/kota sebagian besar endemi dengue,” ujarnya belum lama ini.
Hingga minggu ke 27, total kasus DBD di Indonesia mencapai 61.046, dengan 580 kematian. Mayoritas kasus DBD dan kematian kata Tiara didominasi oleh anak-anak sampai remaja, yakni usia kurang dari 1 tahun hingga 14 tahun. “Dominan untuk kasus, kematian, juga di usia mereka,” imbuhnya.
Tiara menuturkan dari siklusnya, nyamuk Aedes Aegypti pembawa vektor dengue mampu mengeluarkan telur sebanyak 100 buah. Telur tersebut dapat bertahan 6 bulan di tempat kering. Telur kemudian menjadi jentik dalam 1-2 hari, pupa dilanjut kepompong dalam 5-7 hari, kemudian nyamuk dewasa pada 1-2 hari.
Nyamuk Aedes Aegypti dewasa memiliki ciri khas berukuran kecil dari rata-rata nyamuk lain, warna dasar hitam dengan bintik putih pada badan dan kaki, serta terbang sampai ketinggian 1.000 dpl.
Nah, nyamuk ini butuh lingkungan hidup yang nyaman. Mereka berkembang biak pada saat suhu lembab dengan curah hujan yang tinggi. Kecepatan angin juga dapat mempengaruhi kemampuan terbang vektor nyamuk.
“Kecepatan angin mempengaruhi arah terbang. Ini kaitannya dengan kemana saja penularannya,” jelas Tiara.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.