Tentang Rumah dan Manusia dalam Pameran Future Wisdom di Can’S Gallery
29 October 2023 |
16:00 WIB
Di dalam ruangan pameran Can’S Gallery, Jakarta, sebuah lukisan berjudul Home, Friends, & Foes berukuran 200 x 104 cm (2013) dapat langsung terlihat begitu masuk. Lukisan dengan medium spray paint and found object on plywood itu merupakan satu dari beberapa karya dalam pameran tunggal seniman TuTu.
Mengusung tajuk Future Wisdom, pameran itu menyuguhkan karya-karya dengan objek abstrak, serta media unik lainnya. Umpamanya, barang-barang kecil yang kerap berada di rumah, seperti dadu, gembok, pick gitar, alat tes Covid, dan sebagainya.
Baca juga: CAN's Gallery Hadirkan Karya Terbaru Rendy Raka Pramudya dalam Pameran Imagining Noumena
Barang-barang yang kerap berada di dalam rumah itu berpadu dan menjadi satu, sehingga menghasilkan suguhan visual figuratif ketika di lihat dari jarak jauh.
Tidak hanya itu, tampilan warna dan warni yang tersaji, baik gambar maupun susunan barang-barang kecil itu juga terlihat cukup menarik dan menyenangkan – terlebih bentuk medium yang digunakan cukup artistik.
Karya Home, Friends, & Foes bercerita tentang kaidah rumah. Seniman yang juga memiliki nama asli A.A.G Airlangga ini menuturkan bahwa rumah adalah suatu tempat pelindung dan pertemuan dengan orang-orang dicintai seperti anak, istri, saudara, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, rumah juga menjadi tempat politik. Tidak jarang individu berantem, memiliki masalah, atau tidak satu pendapat meskipun memiliki ikatan saudara dan berkeluarga. “Kita juga harus bertaktik bagaimana tidak saling menghakimi dan tetap saling menyayangi. Kemudian, menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam rumah karena rumah adalah tempat kita bersilahturahmi,” katanya.
Dengan kata lain, seseorang di dalam rumah kerap mengolah berbagai macam bentuk persoalan dan segala macamnya agar menjadi tambah solid antara satu dengan yang lain.
Dalam pameran ini, pria yang telah melakukan berbagai eksebisi di dalam dan luar negeri itu menuturkan, karya dalam Future Wisdom secara keseluruhan adalah tentang nilai manusia. Dia menginginkan siapa saja yang melihat karya-karya ini bisa mengerti apa itu manusia dan nilai – nilai yang ada dalam diri manusia.
Meskipun begitu, dia tetap membebaskan para penikmat karyanya untuk melakukan penafsiran sebebas mungkin. “Karya seni bukan tentang benar dan salah. Saya bisa melemparkan satu pertanyaan atau keresahan ke masyarakat dan mereka menjawab keresahan itu. Dari lihat karya seni, kembali kepada diri sendiri, apa yang telah saya buat, apakah relevan atau tidak,” katanya.
Selain itu, secara keseluruhan, sang seniman juga terlihat menggunakan warna yang beragam dalam setiap karya di pameran tunggalnya. Selain Home, Friends, & Foes, karya lainnya yang penuh dengan warna, adalah Power of Positivity (170 x 140 cm) mix media on canvas (2023).
Kemudian, ada juga karya berjudul Heros Astro Babe (120x 160 cm) mixed media on canvas (2023), Heroes Gunmom (120x160 cm) mixed media on canvas (2023), dan What Are You Made of ? (130x150 cm) mixed media on canvas (2023).
Penggunaan full warna dalam setiap lukisannya itu untuk menarik orang. TuTu adalah seniman yang mengawali kariernya dari street art. Saat mengolah warna, seniman street art biasanya akan berpikir cara untuk membuat orang di jalanan tertarik.
Penikmat seni di jalanan berbeda dengan di galeri. Jika di galeri bisa berjam-jam melihat sebuah karya, individu di jalanan yang menggunakan sepeda motor, mobil, dan sebagainya hanya memiliki waktu sekitar 5 – 10 detik untuk menikmati karya di sebuah tembok.
Jadi, salah satu cara yang kerap dilakukan oleh seniman street art adalah dengan kombinasi warna dan komposisi karya yang menarik. Cara-cara yang kerap digunakan oleh sang seniman dalam membuat seni street art itu dibawa ke dalam kanvas.
Di dalam pameran ini, TuTu juga terlihat memiliki goresan yang begitu rapi, teliti, dan terukur. “Saya kalau berproses, dari dulu gaya saya seperti itu. Jadi, memang udah bawaan. Dari street art pun saya bukan yang raw,” katanya. Kesukaan sang seniman terhadap kerapihan dan geometrik membuatnya memiliki pendekatan seperti itu ketika berkarya.
Kurator Bambang Witjaksono dalam catatan kuratorialnya menilai, sang seniman memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam bahasa visualnya dibandingkan dengan street artis pada umumnya. Dia suka mengeksplorasi garis, warna, dan volume kedalaman ruang.
Tidak hanya itu, pria yang konsisten dengan gaya retrofuturistik deco realism itu juga dalam beberapa kasus melakukan eksplorasi terhadap waktu. Pendekatan artistiknya dari tembok ke medium kanvas membawa keunikan tersendiri.
Meskipun begitu, sang seniman akan tetap menampilkan ciri khasnya, yakni garis, warna, dan ruang. Pada saat yang bersamaan, dia memadukannya dengan gagasan-gagasan yang diperoleh dari lingkungannya.
Baca juga: Suvi Wahyudianto Gelar Pameran Tunggal Bertajuk Di Antara Tapal di Can's Gallery
Editor: Dika Irawan
Mengusung tajuk Future Wisdom, pameran itu menyuguhkan karya-karya dengan objek abstrak, serta media unik lainnya. Umpamanya, barang-barang kecil yang kerap berada di rumah, seperti dadu, gembok, pick gitar, alat tes Covid, dan sebagainya.
Baca juga: CAN's Gallery Hadirkan Karya Terbaru Rendy Raka Pramudya dalam Pameran Imagining Noumena
Barang-barang yang kerap berada di dalam rumah itu berpadu dan menjadi satu, sehingga menghasilkan suguhan visual figuratif ketika di lihat dari jarak jauh.
Tidak hanya itu, tampilan warna dan warni yang tersaji, baik gambar maupun susunan barang-barang kecil itu juga terlihat cukup menarik dan menyenangkan – terlebih bentuk medium yang digunakan cukup artistik.
Karya Home, Friends, & Foes bercerita tentang kaidah rumah. Seniman yang juga memiliki nama asli A.A.G Airlangga ini menuturkan bahwa rumah adalah suatu tempat pelindung dan pertemuan dengan orang-orang dicintai seperti anak, istri, saudara, dan sebagainya.
Karya Heroes dalam pameran tunggal TuTu bertajuk Future Wisdom (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)
Dengan kata lain, seseorang di dalam rumah kerap mengolah berbagai macam bentuk persoalan dan segala macamnya agar menjadi tambah solid antara satu dengan yang lain.
Dalam pameran ini, pria yang telah melakukan berbagai eksebisi di dalam dan luar negeri itu menuturkan, karya dalam Future Wisdom secara keseluruhan adalah tentang nilai manusia. Dia menginginkan siapa saja yang melihat karya-karya ini bisa mengerti apa itu manusia dan nilai – nilai yang ada dalam diri manusia.
Meskipun begitu, dia tetap membebaskan para penikmat karyanya untuk melakukan penafsiran sebebas mungkin. “Karya seni bukan tentang benar dan salah. Saya bisa melemparkan satu pertanyaan atau keresahan ke masyarakat dan mereka menjawab keresahan itu. Dari lihat karya seni, kembali kepada diri sendiri, apa yang telah saya buat, apakah relevan atau tidak,” katanya.
Selain itu, secara keseluruhan, sang seniman juga terlihat menggunakan warna yang beragam dalam setiap karya di pameran tunggalnya. Selain Home, Friends, & Foes, karya lainnya yang penuh dengan warna, adalah Power of Positivity (170 x 140 cm) mix media on canvas (2023).
Power of Positivity (170 x 140 cm) mix media on canvas (2023) (Sumber gambar: Hyepabis.id/ Yudi Supriyanto)
Penggunaan full warna dalam setiap lukisannya itu untuk menarik orang. TuTu adalah seniman yang mengawali kariernya dari street art. Saat mengolah warna, seniman street art biasanya akan berpikir cara untuk membuat orang di jalanan tertarik.
Penikmat seni di jalanan berbeda dengan di galeri. Jika di galeri bisa berjam-jam melihat sebuah karya, individu di jalanan yang menggunakan sepeda motor, mobil, dan sebagainya hanya memiliki waktu sekitar 5 – 10 detik untuk menikmati karya di sebuah tembok.
Jadi, salah satu cara yang kerap dilakukan oleh seniman street art adalah dengan kombinasi warna dan komposisi karya yang menarik. Cara-cara yang kerap digunakan oleh sang seniman dalam membuat seni street art itu dibawa ke dalam kanvas.
Di dalam pameran ini, TuTu juga terlihat memiliki goresan yang begitu rapi, teliti, dan terukur. “Saya kalau berproses, dari dulu gaya saya seperti itu. Jadi, memang udah bawaan. Dari street art pun saya bukan yang raw,” katanya. Kesukaan sang seniman terhadap kerapihan dan geometrik membuatnya memiliki pendekatan seperti itu ketika berkarya.
Kurator Bambang Witjaksono dalam catatan kuratorialnya menilai, sang seniman memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam bahasa visualnya dibandingkan dengan street artis pada umumnya. Dia suka mengeksplorasi garis, warna, dan volume kedalaman ruang.
Tidak hanya itu, pria yang konsisten dengan gaya retrofuturistik deco realism itu juga dalam beberapa kasus melakukan eksplorasi terhadap waktu. Pendekatan artistiknya dari tembok ke medium kanvas membawa keunikan tersendiri.
Meskipun begitu, sang seniman akan tetap menampilkan ciri khasnya, yakni garis, warna, dan ruang. Pada saat yang bersamaan, dia memadukannya dengan gagasan-gagasan yang diperoleh dari lingkungannya.
Baca juga: Suvi Wahyudianto Gelar Pameran Tunggal Bertajuk Di Antara Tapal di Can's Gallery
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.