Sidang Pendahuluan Uji Materi Hak Cipta di MK Berlangsung Hari Ini
24 April 2025 |
17:00 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia hari ini menggelar sidang pendahuluan untuk perkara uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sidang ini menjadi langkah awal dalam proses judical review terhadap regulasi yang salah satunya mengatur soal hak royalti musik tersebut.
Perhomohonan uji materi ini diajukan oleh VISI (Vibrasi Suara Indonesia), sebuah organisasi yang mewadahi para penyanyi di Indonesia, yang digawangi Armand Maulana, Ariel Noah, Judka, BCL, Bernadya, Raisa, dan masih banyak lainnya.
Mereka mengajukan uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai mengandung ketidakpastian hukum serta interpretasi yang membingungkan dalam praktiknya.
Baca Juga: Asosiasi Hak Cipta Musik Korsel (KOMCA) Punya Aturan Baru Tentang Karya Lagu Dengan AI
Salah satu fokus utama dari permohonan ini adalah sistem royalti musik, yang dianggap belum berjalan secara efektif dan adil bagi para pencipta lagu. Oleh karena itu, para penyanyi pun meminta kepastian hukum yang jelas.
“Sidang pertama ini biasanya yang dibahas adalah masalah administratif dan formalitas,” ungkap pengacara VISI, Panji Prasetyo, kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Seperti sidang pendahuluan pada umumnya, sidang akan dipimpin tiga hakim MK. Pada tahap ini, MK akan memeriksa kelengkapan dokumen dan persyaratan formal dari pemohon.
Jika terdapat kekurangan dalam berkas, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi dokumen sebelum sidang pleno yang akan membahas substansi perkara lebih mendalam.
Sidang dijadwalkan dimulai pukul 13.30 WIB di Gedung MKRI 1 Lantai 2, bersamaan dengan dua perkara lain yang juga menguji pasal-pasal dalam UU Hak Cipta, yaitu perkara nomor 30/PUU-XXIII/2025 dan 37/PUU-XXIII/2025.
Setelah sidang pendahuluan, jika berkas permohonan dinyatakan lengkap, perkara ini akan dilanjutkan ke sidang pleno yang akan melibatkan sembilan hakim MK. Dalam sidang pleno tersebut, substansi permohonan akan dibahas lebih mendalam, dan pihak-pihak terkait seperti pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan diundang untuk memberikan tanggapan.
Panji menjelaskan bahwa tujuan dari judicial review ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai penerapan Undang-Undang Hak Cipta. Kliennya, VISI, berpendapat bahwa secara hukum undang-undang tersebut sudah memiliki ketentuan yang jelas.
Namun, dalam praktiknya masih muncul berbagai interpretasi yang membingungkan, yang menyebabkan kekhawatiran di kalangan penyanyi.
"Kami percaya bahwa undang-undang tersebut sudah sesuai, tetapi dalam implementasinya masih ada kebingungan. Contohnya, beberapa kasus bahkan sampai dilaporkan ke pihak berwajib. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan rasa takut bagi para penyanyi," ujar Panji.
Sebagai informasi, terdapat lima pasal yang disorot dalam permohonan uji materiil 29 penyanyi ini. Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta. Pasal tersebut selama ini kerap dijadikan dasar argumen bagi pencipta menyatakan larangan penggunaan atas lagu-lagu mereka.
Kedua, para pemohon kemudian menyandingkan ayat tersebut dengan Pasal 23 Ayat (5). Sebab, di ayat tersebut, secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan.
Ketiga, pemohon juga menyoroti terkait praktik lisensi langsung yang belakangan cukup sering digaungkan. Atas dasar itu, pemohon pun meminta MK untuk menegaskan kembali Pasal 81 UU Hak Cipta.
Keempat, para pemohon kemudian menyandingkan Pasal 81 dengan Pasal 87. Menurut pemohon, Pasal 87 telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK.
Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) yang merujuk pada sebagian poin dalam Pasal 9. Dalam pasal hukuman atas pelanggaran hak cipta ini, para pemohon menyoroti dimasukannya klausul Pasal 9 ayat (1) huruf f. Pasal tersebut dianggap telah masuk ke wilayah performing rights, sehingga telah punya mekanisme sendiri melalui LMK.
Baca Juga: WAMI Ubah Sistem, Kini Komposer Bisa Ambil Jatah Royalti 3 Kali Setahun
Perhomohonan uji materi ini diajukan oleh VISI (Vibrasi Suara Indonesia), sebuah organisasi yang mewadahi para penyanyi di Indonesia, yang digawangi Armand Maulana, Ariel Noah, Judka, BCL, Bernadya, Raisa, dan masih banyak lainnya.
Mereka mengajukan uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai mengandung ketidakpastian hukum serta interpretasi yang membingungkan dalam praktiknya.
Baca Juga: Asosiasi Hak Cipta Musik Korsel (KOMCA) Punya Aturan Baru Tentang Karya Lagu Dengan AI
Salah satu fokus utama dari permohonan ini adalah sistem royalti musik, yang dianggap belum berjalan secara efektif dan adil bagi para pencipta lagu. Oleh karena itu, para penyanyi pun meminta kepastian hukum yang jelas.
“Sidang pertama ini biasanya yang dibahas adalah masalah administratif dan formalitas,” ungkap pengacara VISI, Panji Prasetyo, kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Seperti sidang pendahuluan pada umumnya, sidang akan dipimpin tiga hakim MK. Pada tahap ini, MK akan memeriksa kelengkapan dokumen dan persyaratan formal dari pemohon.
Jika terdapat kekurangan dalam berkas, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi dokumen sebelum sidang pleno yang akan membahas substansi perkara lebih mendalam.
Sidang dijadwalkan dimulai pukul 13.30 WIB di Gedung MKRI 1 Lantai 2, bersamaan dengan dua perkara lain yang juga menguji pasal-pasal dalam UU Hak Cipta, yaitu perkara nomor 30/PUU-XXIII/2025 dan 37/PUU-XXIII/2025.
Setelah sidang pendahuluan, jika berkas permohonan dinyatakan lengkap, perkara ini akan dilanjutkan ke sidang pleno yang akan melibatkan sembilan hakim MK. Dalam sidang pleno tersebut, substansi permohonan akan dibahas lebih mendalam, dan pihak-pihak terkait seperti pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan diundang untuk memberikan tanggapan.
Panji menjelaskan bahwa tujuan dari judicial review ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai penerapan Undang-Undang Hak Cipta. Kliennya, VISI, berpendapat bahwa secara hukum undang-undang tersebut sudah memiliki ketentuan yang jelas.
Namun, dalam praktiknya masih muncul berbagai interpretasi yang membingungkan, yang menyebabkan kekhawatiran di kalangan penyanyi.
"Kami percaya bahwa undang-undang tersebut sudah sesuai, tetapi dalam implementasinya masih ada kebingungan. Contohnya, beberapa kasus bahkan sampai dilaporkan ke pihak berwajib. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan rasa takut bagi para penyanyi," ujar Panji.
Sebagai informasi, terdapat lima pasal yang disorot dalam permohonan uji materiil 29 penyanyi ini. Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta. Pasal tersebut selama ini kerap dijadikan dasar argumen bagi pencipta menyatakan larangan penggunaan atas lagu-lagu mereka.
Kedua, para pemohon kemudian menyandingkan ayat tersebut dengan Pasal 23 Ayat (5). Sebab, di ayat tersebut, secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan.
Ketiga, pemohon juga menyoroti terkait praktik lisensi langsung yang belakangan cukup sering digaungkan. Atas dasar itu, pemohon pun meminta MK untuk menegaskan kembali Pasal 81 UU Hak Cipta.
Keempat, para pemohon kemudian menyandingkan Pasal 81 dengan Pasal 87. Menurut pemohon, Pasal 87 telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK.
Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) yang merujuk pada sebagian poin dalam Pasal 9. Dalam pasal hukuman atas pelanggaran hak cipta ini, para pemohon menyoroti dimasukannya klausul Pasal 9 ayat (1) huruf f. Pasal tersebut dianggap telah masuk ke wilayah performing rights, sehingga telah punya mekanisme sendiri melalui LMK.
Baca Juga: WAMI Ubah Sistem, Kini Komposer Bisa Ambil Jatah Royalti 3 Kali Setahun
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.