Membongkar Prasangka Politik Identitas Lewat Diskusi & Program Festival Film
11 October 2023 |
20:30 WIB
Narasi tentang riuh rendah dunia politik sepertinya semakin bergema belakangan ini. Terlebih jelang tahun politik 2024, di mana media dan media sosial kembali dipenuhi dengan perdebatan bercorak politik identitas dan politik kebencian yang selalu menjadi perbincangan jelang pemilu.
Kelindan prasangka politik memang selalu menjadi persoalan yang tumbuh subur pada momen pesta demokrasi 5 tahunan tersebut. Persoalan inipun seringkali menjadi pemicu terjadinya friksi di kalangan masyarakat, baik di lingkungan kerja, keluarga, atau pertemanan.
Premis itulah yang sekiranya menjadi dasar diskusi bertajuk Relax, It's Just Politics: Politics is Chill, Presumptions Are Testy di Jakarta. Salah satunya dengan mengundang pembicara akademisi asal jepang, Yo Yonaka, dan jurnalis senior Arif Zulkifli.
Baca juga: Eksplorasi Baru Yandy Laurens Tanpa Unsur Fantasi di Film JESEDEF
Adapun, diskusi tersebut mencoba melanjutkan tema yang diudar tahun sebelumnya di MIFF, yakni Relaksasi Berpolitik yang diinisiasi oleh penulis Feby Indirani. Namun, diskusi tahun ini diteruskan untuk mengampu tema Buhul yang menjadi topik utama festival tahunan itu.
Board of Madani International Film Festival Hikmat Darmawan mengatakan bahwa film memang dapat menjadi salah satu wahana untuk meredam politik identitas. Menurutnya, sebagai platform, MIFF 2023 juga dapat menjadi pemicu adanya gagasan-gagasan tertentu dalam masyarakat yang berfungsi sebagai pengikat.
Tema buhul, menurutnya dipilih sebagai bentuk representasi terhadap simpul tali yang mengikat amat kuat. Pemaknaan buhul sebagai simpul dalam tali atau ikatan inilah yang kemudian digunakan untuk menyatukan, dan mengikat diri, terutama dalam membangun solidaritas antarsesama.
"Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam film, yakni mengukuhkan politik identitas lewat film ideologis, kampanye dan propaganda. Namun selain itu apa salahnya untuk mencoba membingkai realitas Indonesia dalam menetralisir politik identitas yang mengeras itu [lewat diskusi]," katanya.
Sementara itu, dalam menyikapi eskalasi politik, Arif Zulkifli mengatakan bukan tidak menutup kemungkinan bakal ada pengerasan isu identitas pada pemilu 2024. kendati begitu, persoalan tersebut diprediksi hanya akan terjadi di dalam level masyarakat tertentu.
Tak hanya itu, peta buminya juga akan berubah, misalnya jika pada pesta demokrasi 5 tahun sebelumnya hanya ada sosok Prabowo dan Jokowi. Namun, kini ada ketiga sosok yang digadang menjadi bakal calon presiden, dengan artian eskalasi tersebut bakal kembali menghangat saat pemilu.
"Saya membayangkan di kelas yang lain, seperti menengah ke atas itu justru isu keberlanjutan atau perubahan yang akan melahirkan identitas yang lain alih-alih hanya identitas agama," katanya.
Selaras, Yo Yonaka, peneliti dari Keio University mengatakan, eskalasi politik menjelang pemilu juga mulai marak terjadi persaingan di kalangan masyarakat diaspora Indonesia khususnya di Jepang. Bahkan hal itu tidak hanya terjadi di kalangan ruang publik, tapi juga terjadi media sosial.
Perempuan paruh baya itu mengungkap, para mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Jepang saat ini juga sudah mulai mendiskusikan perkembangan politik di Tanah Air lewat berbagai diskusi. Kendati begitu, ke depannya hal itu bakal lebih ramai dibincangkan di media sosial.
"Saat ini keyword yang muncul memang sudah mulai banyak nama [bakal calon presiden] yang mulai dibahas para mahasiswa Indonesia di Jepang. Oleh karena itu kita juga perlu melihat itu ke depannya bakal bagaimana," katanya.
Selain diskusi, MIFF 2023 juga bekerja sama dengan komunitas-komunitas sinema di Aceh, Tubaba-Lampung, Riau-Pekanbaru, serta kampus dan komunitas di Jakarta untuk melakukan pemutaran film. Program MIFF tahun ini juga dilengkapi oleh dukungan mitra program East Cinema, Relaksasi Beragama, Rangkai.id dan juga Binus University.
Baca juga: Sinopsis Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, Menggugah Hati dan Penuh Emosi
Selain itu, MIFF juga akan merespon tema civic education dan merangkum hal-hal yang penting untuk dibicarakan dalam program Madani Talks. Termasuk mengangkat tema perempuan dan keadilan gender, memperbincangkan mengenai sinema di Asia Tenggara, dan bagaimana perspektif komunitas muslim melalui film-film yang ditayangkan di festival.
Editor: Fajar Sidik
Kelindan prasangka politik memang selalu menjadi persoalan yang tumbuh subur pada momen pesta demokrasi 5 tahunan tersebut. Persoalan inipun seringkali menjadi pemicu terjadinya friksi di kalangan masyarakat, baik di lingkungan kerja, keluarga, atau pertemanan.
Premis itulah yang sekiranya menjadi dasar diskusi bertajuk Relax, It's Just Politics: Politics is Chill, Presumptions Are Testy di Jakarta. Salah satunya dengan mengundang pembicara akademisi asal jepang, Yo Yonaka, dan jurnalis senior Arif Zulkifli.
Baca juga: Eksplorasi Baru Yandy Laurens Tanpa Unsur Fantasi di Film JESEDEF
Adapun, diskusi tersebut mencoba melanjutkan tema yang diudar tahun sebelumnya di MIFF, yakni Relaksasi Berpolitik yang diinisiasi oleh penulis Feby Indirani. Namun, diskusi tahun ini diteruskan untuk mengampu tema Buhul yang menjadi topik utama festival tahunan itu.
Board of Madani International Film Festival Hikmat Darmawan mengatakan bahwa film memang dapat menjadi salah satu wahana untuk meredam politik identitas. Menurutnya, sebagai platform, MIFF 2023 juga dapat menjadi pemicu adanya gagasan-gagasan tertentu dalam masyarakat yang berfungsi sebagai pengikat.
Tema buhul, menurutnya dipilih sebagai bentuk representasi terhadap simpul tali yang mengikat amat kuat. Pemaknaan buhul sebagai simpul dalam tali atau ikatan inilah yang kemudian digunakan untuk menyatukan, dan mengikat diri, terutama dalam membangun solidaritas antarsesama.
"Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam film, yakni mengukuhkan politik identitas lewat film ideologis, kampanye dan propaganda. Namun selain itu apa salahnya untuk mencoba membingkai realitas Indonesia dalam menetralisir politik identitas yang mengeras itu [lewat diskusi]," katanya.
Sementara itu, dalam menyikapi eskalasi politik, Arif Zulkifli mengatakan bukan tidak menutup kemungkinan bakal ada pengerasan isu identitas pada pemilu 2024. kendati begitu, persoalan tersebut diprediksi hanya akan terjadi di dalam level masyarakat tertentu.
Tak hanya itu, peta buminya juga akan berubah, misalnya jika pada pesta demokrasi 5 tahun sebelumnya hanya ada sosok Prabowo dan Jokowi. Namun, kini ada ketiga sosok yang digadang menjadi bakal calon presiden, dengan artian eskalasi tersebut bakal kembali menghangat saat pemilu.
"Saya membayangkan di kelas yang lain, seperti menengah ke atas itu justru isu keberlanjutan atau perubahan yang akan melahirkan identitas yang lain alih-alih hanya identitas agama," katanya.
Selaras, Yo Yonaka, peneliti dari Keio University mengatakan, eskalasi politik menjelang pemilu juga mulai marak terjadi persaingan di kalangan masyarakat diaspora Indonesia khususnya di Jepang. Bahkan hal itu tidak hanya terjadi di kalangan ruang publik, tapi juga terjadi media sosial.
Perempuan paruh baya itu mengungkap, para mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Jepang saat ini juga sudah mulai mendiskusikan perkembangan politik di Tanah Air lewat berbagai diskusi. Kendati begitu, ke depannya hal itu bakal lebih ramai dibincangkan di media sosial.
"Saat ini keyword yang muncul memang sudah mulai banyak nama [bakal calon presiden] yang mulai dibahas para mahasiswa Indonesia di Jepang. Oleh karena itu kita juga perlu melihat itu ke depannya bakal bagaimana," katanya.
Selain diskusi, MIFF 2023 juga bekerja sama dengan komunitas-komunitas sinema di Aceh, Tubaba-Lampung, Riau-Pekanbaru, serta kampus dan komunitas di Jakarta untuk melakukan pemutaran film. Program MIFF tahun ini juga dilengkapi oleh dukungan mitra program East Cinema, Relaksasi Beragama, Rangkai.id dan juga Binus University.
Baca juga: Sinopsis Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, Menggugah Hati dan Penuh Emosi
Selain itu, MIFF juga akan merespon tema civic education dan merangkum hal-hal yang penting untuk dibicarakan dalam program Madani Talks. Termasuk mengangkat tema perempuan dan keadilan gender, memperbincangkan mengenai sinema di Asia Tenggara, dan bagaimana perspektif komunitas muslim melalui film-film yang ditayangkan di festival.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.