Hikmat Darmawan antara Pasar Loak, Koleksi Buku & Komik hingga Perpustakaan Publik
03 November 2021 |
16:57 WIB
Bicara soal koleksi buku dan komik tentu saja tak bisa dilepaskan dari sosok Hikmat Darmawan. Siapa menyangka, pria yang dikenal sebagai penulis sekaligus pengamat budaya pop itu punya lebih dari 15.000 koleksi buku dan komik.
Hikmat gemar mengoleksi buku dan komik sejak duduk di bangku sekolah. Walaupun demikian, dia mengaku sempat menghentikan kegemarannya selama beberapa tahun yang akhirnya membuat sebagian koleksinya hilang entah kemana.
"Saya sempat puasa [mengoleksi] buku dan komik awal 1990-an. Koleksi saya sejak sekolah saya titipkan ke teman karena saya belajar Tarbiyah. Jadi, buku-buku yang saya simpan itu buku agama [Islam] saja. Setelahnya itu saya mulai [koleksi] lagi, tetapi koleksi itu banyak yang entah kemana," katanya.
Setelah memutuskan kembali untuk mengoleksi buku dan komik, Hikmat akhirnya menjadi pelanggan tetap pasar loak atau bursa buku bekas di sejumlah kota. Dia juga kembali menjadi pengunjung setia toko buku, terutama toko buku indie yang menjual berbagai bacaan non arus utama.
Tidak hanya di Indonesia, saat berkunjung ke luar negeri Hikmat juga menyempatkan diri untuk datang ke pasar loak atau bursa buku bekas setempat. Dia mengaku pernah membeli terlampau banyak buku dan komik bekas di luar negeri yang akhirnya membuat biaya pengiriman ke Tanah Air lebih mahal dari harga pembeliannya.
"Kalau ke luar kota saya selalu usahakan mampir ke pasar loak atau toko buku. Tentunya cari-cari buat tambah koleksi. Begitupun di luar negeri, tetapi kalau di luar negeri ini mahal di biaya pengirimannya, pernah dari Jepang dapat berdus-dus karena pengirimannya ke Indonesia mahal, sebagian akhirnya yang dikirim," katanya.
Adapun, saat ini Hikmat menyebut dirinya dimudahkan dengan hadirnya platform dagang el dan sosial media. Aktivitas berburu buku maupun komik, termasuk buku atau komik bekas kini bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja.
Bicara mengenai nilai dari koleksi buku maupun komiknya, Hikmat mengaku tak pernah secara khusus menghitungnya. Dia juga menyebut bahwa nyaris seluruh koleksinya dibeli dengan harga yang terbilang normal atau masih masuk akal untuk sebuah buku atau komik.
Bahkan, beberapa koleksinya seperti contoh buku-buku sastra dan kebudayaan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atau komunitas tertentu dibeli dengan harga sangat murah. Sebabnya, nyaris tidak ada orang yang berminat membeli atau ingin mengoleksinya.
"Koleksi saya paling mahal itu komik satu bundel yang harganya Rp2,5 juta. Enggak ada yang mahal-mahal kaya kolektor itu sampai puluhan juta. Kalau saya selagi ada, masih terjangkau dan masuk akal [harganya] ya dibeli," tuturnya.
Namun, bukan berarti Hikmat tidak punya koleksi buku maupun komik yang langka atau bernilai tinggi. Beberapa contoh koleksinya yang masuk dalam kategori tersebut merupakan bacaan yang diterbitkan sebelum kemerdekaan Indonesia pada 1945.
"Ada [surat kabar] Sin Po [yang terbit] tahun 1930, majalah Star Weekly zaman kemerdekaan, komik-komik lawasan. Saya juga koleksi vinyl, piringan hitam juga sebenarnya. Pokoknya yang berbau budaya pop," ungkapnya.
Walaupun beberapa koleksinya bernilai tinggi dan didapatkan dengan harga yang terbilang murah, Hikmat menyebut tak pernah punya niatan untuk menjualnya. Dia mengaku tidak nyaman merasa janggal apabila diminta untuk menjual buku atau komik koleksinya.
"Nggak pernah ada niatan untuk jual. Justru saya pernahnya itu ngasih, kalau memang koleksinya ada double. Saya anggapnya bukan koleksi untuk investasi. Disimpan saja, dinikmati manfaatnya, sewaktu-waktu ketika dibutuhkan untuk referensi menulis tinggal diambil," ujarnya.
Lebih lanjut, Hikmat mengungkapkan saat ini beberapa koleksi komik miliknya ada di salah satu rekannya untuk proses digitalisasi. Upaya tersebut merupakan ide dari rekannya untuk mempermudah penyebarluasan komik-komik tersebut ke khalayak umum, termasuk melalui pameran.
Selain itu, Hikmat juga berencana untuk membangun ruang baca khusus untuk menampung seluruh koleksi buku maupun komiknya. Nantinya, ruang baca tersebut dapat dikunjungi atau diakses oleh siapa saja.
Dia belum bisa memastikan kapan rencana tersebut bisa terwujud. Namun, yang jelas saat ini dirinya tengah mengusahakan dengan bantuan beberapa rekannya.
Bahkan, ada salah satu rekannya yang menyumbangkan sebagian koleksi komiknya untuk membantu mewujudkan rencana tersebut.
"Rencananya mau dibuat untuk public library. Close library begitu, bisa dibaca di tempat tidak untuk dipinjam dibawa pulang," katanya.
Adapun, bicara mengenai perawatan koleksi buku maupun komiknya, Hikmat mengaku tak ada perawatan khusus. Dirinya hanya mengupayakan agar koleksinya tidak berada di tempat lembab atau dijauhkan dari sesuatu yang berpotensi mendatangkan serangga, khususnya rayap.
"Enggak ada perawatan khusus karena memang begitu banyak. Tetapi sudah tersusun, kalau mau ambil atau pas butuh jadinya mudah. Sekarang yang ada di apartemen saya, di ruang kerja ada 1.500. Sisanya ada di gudang," ungkapnya.
Editor: Fajar Sidik
Hikmat gemar mengoleksi buku dan komik sejak duduk di bangku sekolah. Walaupun demikian, dia mengaku sempat menghentikan kegemarannya selama beberapa tahun yang akhirnya membuat sebagian koleksinya hilang entah kemana.
"Saya sempat puasa [mengoleksi] buku dan komik awal 1990-an. Koleksi saya sejak sekolah saya titipkan ke teman karena saya belajar Tarbiyah. Jadi, buku-buku yang saya simpan itu buku agama [Islam] saja. Setelahnya itu saya mulai [koleksi] lagi, tetapi koleksi itu banyak yang entah kemana," katanya.
Setelah memutuskan kembali untuk mengoleksi buku dan komik, Hikmat akhirnya menjadi pelanggan tetap pasar loak atau bursa buku bekas di sejumlah kota. Dia juga kembali menjadi pengunjung setia toko buku, terutama toko buku indie yang menjual berbagai bacaan non arus utama.
Tidak hanya di Indonesia, saat berkunjung ke luar negeri Hikmat juga menyempatkan diri untuk datang ke pasar loak atau bursa buku bekas setempat. Dia mengaku pernah membeli terlampau banyak buku dan komik bekas di luar negeri yang akhirnya membuat biaya pengiriman ke Tanah Air lebih mahal dari harga pembeliannya.
"Kalau ke luar kota saya selalu usahakan mampir ke pasar loak atau toko buku. Tentunya cari-cari buat tambah koleksi. Begitupun di luar negeri, tetapi kalau di luar negeri ini mahal di biaya pengirimannya, pernah dari Jepang dapat berdus-dus karena pengirimannya ke Indonesia mahal, sebagian akhirnya yang dikirim," katanya.
Adapun, saat ini Hikmat menyebut dirinya dimudahkan dengan hadirnya platform dagang el dan sosial media. Aktivitas berburu buku maupun komik, termasuk buku atau komik bekas kini bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja.
Bicara mengenai nilai dari koleksi buku maupun komiknya, Hikmat mengaku tak pernah secara khusus menghitungnya. Dia juga menyebut bahwa nyaris seluruh koleksinya dibeli dengan harga yang terbilang normal atau masih masuk akal untuk sebuah buku atau komik.
Bahkan, beberapa koleksinya seperti contoh buku-buku sastra dan kebudayaan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atau komunitas tertentu dibeli dengan harga sangat murah. Sebabnya, nyaris tidak ada orang yang berminat membeli atau ingin mengoleksinya.
"Koleksi saya paling mahal itu komik satu bundel yang harganya Rp2,5 juta. Enggak ada yang mahal-mahal kaya kolektor itu sampai puluhan juta. Kalau saya selagi ada, masih terjangkau dan masuk akal [harganya] ya dibeli," tuturnya.
Namun, bukan berarti Hikmat tidak punya koleksi buku maupun komik yang langka atau bernilai tinggi. Beberapa contoh koleksinya yang masuk dalam kategori tersebut merupakan bacaan yang diterbitkan sebelum kemerdekaan Indonesia pada 1945.
"Ada [surat kabar] Sin Po [yang terbit] tahun 1930, majalah Star Weekly zaman kemerdekaan, komik-komik lawasan. Saya juga koleksi vinyl, piringan hitam juga sebenarnya. Pokoknya yang berbau budaya pop," ungkapnya.
Walaupun beberapa koleksinya bernilai tinggi dan didapatkan dengan harga yang terbilang murah, Hikmat menyebut tak pernah punya niatan untuk menjualnya. Dia mengaku tidak nyaman merasa janggal apabila diminta untuk menjual buku atau komik koleksinya.
"Nggak pernah ada niatan untuk jual. Justru saya pernahnya itu ngasih, kalau memang koleksinya ada double. Saya anggapnya bukan koleksi untuk investasi. Disimpan saja, dinikmati manfaatnya, sewaktu-waktu ketika dibutuhkan untuk referensi menulis tinggal diambil," ujarnya.
Lebih lanjut, Hikmat mengungkapkan saat ini beberapa koleksi komik miliknya ada di salah satu rekannya untuk proses digitalisasi. Upaya tersebut merupakan ide dari rekannya untuk mempermudah penyebarluasan komik-komik tersebut ke khalayak umum, termasuk melalui pameran.
Selain itu, Hikmat juga berencana untuk membangun ruang baca khusus untuk menampung seluruh koleksi buku maupun komiknya. Nantinya, ruang baca tersebut dapat dikunjungi atau diakses oleh siapa saja.
Dia belum bisa memastikan kapan rencana tersebut bisa terwujud. Namun, yang jelas saat ini dirinya tengah mengusahakan dengan bantuan beberapa rekannya.
Bahkan, ada salah satu rekannya yang menyumbangkan sebagian koleksi komiknya untuk membantu mewujudkan rencana tersebut.
"Rencananya mau dibuat untuk public library. Close library begitu, bisa dibaca di tempat tidak untuk dipinjam dibawa pulang," katanya.
Adapun, bicara mengenai perawatan koleksi buku maupun komiknya, Hikmat mengaku tak ada perawatan khusus. Dirinya hanya mengupayakan agar koleksinya tidak berada di tempat lembab atau dijauhkan dari sesuatu yang berpotensi mendatangkan serangga, khususnya rayap.
"Enggak ada perawatan khusus karena memang begitu banyak. Tetapi sudah tersusun, kalau mau ambil atau pas butuh jadinya mudah. Sekarang yang ada di apartemen saya, di ruang kerja ada 1.500. Sisanya ada di gudang," ungkapnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.