Ilustrasi pebisnis online (Sumber gambar: Kampus Production/Pexels)

Potensi Kerugian Setelah Tutupnya Social Commerce, Peluang Besar bagi E-commerce

08 October 2023   |   22:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Aturan larangan social commerce dari pemerintah yang membuat ditutupnya TikTok Shop masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya para pelaku usaha. Banyak dari mereka yang mendukung aturan tersebut, tapi tak sedikit juga yang merasa dirugikan dengan aturan tersebut.
 
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh lembaga riset Compas.co.id, ditemukan bahwa nilai penjualan pada kategori Fast Moving Consumer Good (FMCG) atau barang kebutuhan sehari-hari di TikTok Shop mencapai Rp1,33 triliun di Indonesia. Angka tersebut didapatkan dari 17,75 juta transaksi untuk lima kategori FMCG di Indonesia.

Perawatan kecantikan menjadi kategori produk yang paling laris di Indonesia dengan nilai sebesar Rp722 miliar, disusul dengan produk makanan minuman sebesar Rp272 miliar, produk ibu bayi sebesar Rp204 miliar, kesehatan sebesar Rp132 miliar, dan perlengkapan rumah sebesar Rp1 miliar. 
 
Di samping itu, analisa yang dilakukan pada 1 September-1 Oktober 2023 itu juga menemukan terdapat 17.000 lebih seller, 3.900 lebih brand FMCG dan 118.000 lebih product listing pada kategori perawatan kecantikan, makanan minuman, ibu bayi, kesehatan, serta perlengkapan rumah yang terdampak dari tutupnya TikTok Shop. 

Baca juga: Dilema Pelarangan Tiktok Shop, Begini Suara UMKM hingga Pakar Branding
 
Setelah ditutupnya TikTok Shop, transaksi belanja daring kini akan lebih masif terjadi di sejumlah platform e-commerce. Laporan dari Compas.co.id menyebutkan bahwa nilai penjualan yang terjadi di TikTok Shop juga berpotensi diperoleh platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia dan Blibli pasca platform social commerce itu ditutup.
 
Lembaga riset itu juga melakukan analisa terhadap penjualan lima kategori utama FMCG di tiga platform e-commerce terbesar di Indonesia yakni Shopee, Tokopedia, dan Blibli.

Hasilnya menunjukkan bahwa nilai penjualan yang terjadi pada Shopee mencapai Rp3,1 triliun dengan jumlah transaksi sebanyak 92,4 juta. Sementara itu, di Tokopedia meraih nilai penjualan sebesar Rp622,3 miliar dengan jumlah transaksi sebanyak 10,5 juta. Sedangkan Blibli meraih nilai penjualan sebesar Rp84,8 miliar dengan jumlah transaksi sebanyak 1,7 juta.

Di samping itu, ditemukan pula bahwa kategori perawatan kecantikan memiliki pasar yang potensial di Shopee berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp1,9 triliun.
 

Ilustrasi belanja daring. (Sumber gambar: Mikhail Nilov/Pexels)

Ilustrasi belanja daring. (Sumber gambar: Mikhail Nilov/Pexels)

Hanindia Narendrata Rahiesa selaku CEO & Co-Founder Compas.co.id menyampaikan berdasarkan data dari dCompas.co.id, terdapat ribuan bisnis dan brand FMCG yang terdampak pasca ditutupnya TikTok Shop.

Namun, di sisi lain, pihaknya juga melihat potensi yang cukup baik pada platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Blibli berdasarkan angka nilai penjualan dan jumlah transaksi yang diperoleh untuk kategori FMCG di Indonesia.

"Oleh karena itu, pelaku bisnis FMCG tidak perlu lagi khawatir untuk kehilangan pasar yang potensial ini," katanya dalam keterangan resminya.

Dia juga menambahkan, dengan data dan solusi yang tepat, perpindahan dan pemanfaatan platform e-commerce yang eksis saat ini dapat menjadi solusi aktif dan kompetitif untuk kembali meraih peluang serta memaksimalkan nilai dan jumlah transaksi penjualan.
 

Potensi Kerugian Tutupnya Social Commerce

Pakar Marketing Inventure Consulting Yuswohady menilai setidaknya ada tiga kerugian besar yang berpotensi dialami Indonesia pasca tutupnya social commerce seperti TikTok Shop.
 
Pertama, aturan larangan ini berpotensi menghambat fenomena entrepreneur boom atau banyaknya pelaku usaha baru. Menurutnya, social commerce memberikan ruang sekaligus kemudahan bagi siapapun untuk mulai berbisnis daring secara lebih impactful
 
Cukup dengan membuka akun media sosial dan kemampuan membuat konten, plus tidak perlu modal besar, siapa pun bisa menjadi pebisnis dengan omzet jutaan bahkan miliaran Rupiah. "Kelahiran social commerce bakal memicu lahirnya jutaan individual entrepreneurs di Tanah Air dimana 99,9 persennya adalah UMKM," katanya.
 
Kedua, aturan larangan tersebut juga dinilai bakal menghambat penyerapan tenaga kerja yang masif. Yuswohady mengatakan kemudahan berbisnis yang diciptakan oleh social commerce turut menciptakan lapangan kerja yang sangat luas.
 
"Ambil contoh lapangan kerja di TikTok Shop. Dalam waktu kurang dari setahun setidaknya ada 6 juta pedagang plus 7 juta afiliator konten yang menggantungkan hidupnya di situ. Proses penciptaan lapangan kerja ini terhenti oleh pelarangan ini," jelasnya. 
 
Sementara kerugian yang ketiga yakni Indonesia diperkirakan bakal kehilangan kesempatan menggarap pasar jutaan triliun yang berpotensi diciptakan oleh social commerce. Sejumlah lembaga riset dunia telah mengkaji bahwa social commerce akan menciptakan market demand baru yang sangat besar.
 
Data dari Statista memproyeksikan bahwa hingga tahun 2026, social commerce berpotensi menciptakan pasar baru hampir US$3000 miliar. "Ketika seluruh dunia begitu getol menyongsong keajaiban social commerce, kita justru melarangnya," kata Yuswohady. 

Baca juga: Hypereport: Tren Live Commerce & Masa Depan Perilaku Belanja Masyarakat Indonesia

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Sinopsis Spy x Family Season 2 & Daftar Platform Streaming untuk Menontonnya

BERIKUTNYA

5 Tip Olahraga yang Baik & Tidak Berlebihan Supaya Terhindar dari Cedera

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: