Ilustrasi Yogyakarta (Sumber gambar: Unsplash/Fakhri Labib)

Jadi Warisan Dunia UNESCO, Ini Kisah dan Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta

19 September 2023   |   12:11 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Sumbu Filosofi Yogyakarta resmi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO di Riyadh, Arab Saudi, Senin (18/9). Penetapan ini menambah daftar panjang warisan dunia UNESCO yang berasal dari Indonesia, terutama dari kategori budaya.

Sebelumnya, UNESCO telah terlebih dahulu menetapkan 5 warisan budaya Indonesia, yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991), Kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Prasejarah Sangiran (1996), Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto (2019).

Baca juga:  UNESCO Resmi Jadikan Sumbu Filosofi Yogyakarta Jadi Warisan Budaya Dunia

Sumbu Filosofi Yogyakarta atau juga disebut The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks merupakan garis imajiner yang terbentang sepanjang 6 kilometer dari Utara hingga Selatan. Kawasan tersebut meliputi kompleks Keraton Yogyakarta dan sejumlah bangunan bersejarah lain yang menjadi simbol pertukaran antara sistem kepercayaan dan nilai.

Oleh karena itu, Sumbu Filosofi Yogyakarta ini memiliki makna yang penting dalam membentuk harmonisasi kehidupan masyarakat sekitar. Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Paku Alam X menyatakan bahwa sumbu kosmologis ini merupakan warisan peradaban masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke-18.

“Ini merupakan wujud filosofis Jawa yang kompleks tentang keberadaan manusia,” terangnya, dikutip Hypeabis.id dari keterangan pers Kemendikbudristek, Selasa (19/9).

Dalam laman resmi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, konsep Sumbu Filosofi Yogyakarta mulai dirancang oleh Pangeran Mangkubumi pada 1755. Pengejawantahan konsep ke dalam tata ruang Kota Yogyakarta ini dihasilkan dari perjalanan hidup tokoh yang dikenal sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono 1 tersebut.

Sang Raja ingin kotanya dibangun dengan prinsip Hamemayu Hayuning Bawono. Apa itu? Bawono memiliki arti alam, Hayu berarti indah, dan Rahayu berarti selamat atau lestari. Konsep ini kemudian menjadikan Gunung Merapi, Laut Selatan, dan Kraton Yogyakarta berada dalam satu sumbu imajiner yang membentuk harmonisasi penuh filosofis.

Baca juga:  Sejarah dan Resep Songgo Buwono, Egg Benedict ala Keraton Yogyakarta

Disebut sumbu imajiner karena sebenarnya ketiganya tidak berada dalam satu garis lurus. Justru, sumbu nyata yang membentang dari utara ke selatan adalah Tugu Golong Gilig, keraton, dan Panggung Krapyak. Namun, di dalamnya ini juga menggambarkan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi.

Perjalanan dari Panggung Krapyak menurut keraton mewakili simbol sangkan atau asal dan proses pendewasaan manusia. Adapun perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju keraton mewakili filosofi paran atau tujuan, yakni perjalanan manusia menuju Penciptanya.

Panggung Krapyak terletak kurang lebih 2 kilometer dari Keraton Yogyakarta. Berbentuk segi empat dengan tinggi kira-kira 10 meter, lebar 13 meter, dan panjang 13 meter. Secara simbolis, Panggung Krapyak memiliki makna awal kelahiran. Makna ini kemudian juga ditegaskan dengan keberadaan Kampung Mijen yang tak jauh dari sana. Mijen sendiri berasal dari kata wiji atau benih.

Sementara itu, Tugu Golong Gilig mempunyai makna golonging cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Sang Khalik atau bersatunya seluruh kehendak untuk menghadap Sang Pencipta. Dominasi warna putih di tugu ini dipilih untuk menunjukkan makna kesucian hati.

Secara kawasan, tugu ini diapit oleh dua desa, yaitu Pingit yang punya arti menyimpan di bagian Barat dan Gondolayu yang berarti bau mayat, di bagian Timur. Nilai filosofis yang muncul ialah ketika manusia akan memulai perjalanan menuju Sang Pencipta, maka mereka mesti meninggalkan hal-hal berbau busuk.

Sementara itu, Keraton Yogyakarta adalah alam abadi yang diwakili pelita Kiai dan Nyai Wiji yang disimpan di Gedhong Prabayaksa, kompleks Kedhaton. Kedua pelita itu diketahui tidak pernah padam sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai sekarang. Sumber apinya diambil dari api abadi di Mrapen.

Sebagai arsitek andal, Sri Sultan Hamengku Buwono I telah merancang banyak penanda yang menegaskan filosofi tinggi tentang harmonisasi antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Dari ruas sumbu filosofi dan titik-titik penting lain di dalamnya, Kota Yogyakarta terus eksis dan berkembang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan sosial. 

Baca juga:  5 Rekomendasi Wisata Yogyakarta dengan Spot Foto Instagramable

Editor: Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

Serial Berlin Tayang 29 Desember di Netflix, Aksi Perampokan Berbalut Kisah Percintaan

BERIKUTNYA

6 Rekomendasi Drama Korea Go Yoon-Jung, Ada Moving dan Alchemy of Souls

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: