30 Film Cerita Panjang FFI 2023 Jadi Representasi Lanskap Sinema Indonesia
13 September 2023 |
21:00 WIB
Sebanyak 30 film cerita panjang yang berhasil lolos tahap seleksi awal Festival Film Indonesia (FFI) 2023 telah diumumkan. Proses penjurian terus berjalan, nantinya 30 film tersebut akan segera menuju 20 besar atas rekomendasi asosiasi FFI 2023.
Seluruh film yang lolos pada tahap seleksi awal yakni 24 Jam Bersama Gaspar, Ali Topan, Berbalas Kejam, Budi Pekerti, Buya Hamka Vol. 1, Catatan Si Boy, Cek Toko Sebelah 2, Cross The Line, Dear David, Dear Jo: Almost is Never Enough, Detektif Jaga Jarak, Galang, dan Ganjil Genap.
Selain itu, ada pula film Jalan Yang Jauh Jangan Lupa Pulang, Kembang Api, Ketika Berhenti Di Sini, Like & Share, Onde Mande!, Orpa, Puisi Cinta Yang Membunuh, Qodrat, Qorin, Sara, Sewu Dino, Sleep Call, Sri Asih, Tegar, The Big 4, Waktu Maghrib, dan Women From Rote Island.
Baca juga: 5 Fakta di Balik Film Orpa, Karya Sineas Papua yang Tayang di Bioskop
Pengamat film nasional Hikmat Darmawan menilai 30 film cerita panjang yang telah diumumkan FFI 2023 tersebut cukup menggambarkan lanskap sinema Tanah Air dalam satu tahun terakhir. Dari sisi keberagaman, film yang masuk daftar juga datang dari genre, tema, hingga cerita yang punya variasi menarik.
Ada beberapa film yang juga hadir dengan membawa daya tarik yang cukup besar. Misalnya, seperti 24 Jam Bersama Gaspar dan Budi Pekerti yang telah terlebih dahulu melanglang buana ke berbagai festival bergengsi dunia.
Film berjudul Galang yang disutradarai Adriyanto Dewo juga hadir dengan keotentisitasannya yang segar. Topik yang dibawa juga menarik, yakni tentang mental. Oleh karena itu, secara tematik dan sinematik cukup menjanjikan.
Dalam hal tema, selain Galang, film berjudul Onde Mande, Like and Share dan Ketika Berhenti Di Sini juga membawa cerita yang berbeda. Tema yang dibawa jadi kekuatan yang besar di film tersebut.
Kemudian, dari genre horor, salah satu yang menarik ialah munculnya Qodrat. Meski tidak terlalu banyak membawa pembaharuan, Hikmat melihat film tersebut hadir dengan standar yang cukup baik dalam pembuatan di genre tersebut.
Ada juga Puisi Cinta Yang Membunuh dari Garin Nugroho yang tak kalah menarik. Film ini mengangkat film horor warna Italia karena diakui atau tidak, sejarah genre horor Tanah Air cukup terpengaruh dari gaya tersebut. Meskipun demikian, Bagi Hikmat ini masih belum menjadi versi terbaik Garin.
Lalu, ada juga The Big 4 yang disutradarai Timo Tjahjanto. Film ini dinilainya cukup menyegarkan karena ada humornya juga. Sinematografinya juga membawa gaya Hollywood yang menarik.
“Memang masih beragam, ya. Standar film kita juga kan secara umum sudah bagus. Walaupun masih ada beberapa hal yang tak jauh mengalami perubahan juga,” ungkap Hikmat kepada Hypeabis.id, Rabu (13/9).
Di sisi lain, Hikmat melihat kehadiran film Orpa karya Theo Rumansara juga sangat menarik. Sebab, tema yang dibawa Orpa, dalam bahasa Hikmat, sangat tidak Jakarta.
Baca juga: Review Film Sleep Call: Wajah Kerentanan Perempuan di Kota Metropolitan
Terkadang, ketika orang Jakarta bikin film di daerah Indonesia Timur, sudut pandang yang dibawa kerap Jakarata sentris. Mereka hanya pindah lokasi syuting saja, tetapi masalah-masalah yang muncul selalu Jakarta sentris.
“Kalau ini otentik. Senang juga ada suara yang menangkap masalah Papua dari dalam. Walaupun belum persoalan yang sensitif, ini lebih ke gender dan kemiskinan. Tapi ini sebuah pencapaian tersendiri sih,” imbuhnya.
Editor: Fajar Sidik
Seluruh film yang lolos pada tahap seleksi awal yakni 24 Jam Bersama Gaspar, Ali Topan, Berbalas Kejam, Budi Pekerti, Buya Hamka Vol. 1, Catatan Si Boy, Cek Toko Sebelah 2, Cross The Line, Dear David, Dear Jo: Almost is Never Enough, Detektif Jaga Jarak, Galang, dan Ganjil Genap.
Selain itu, ada pula film Jalan Yang Jauh Jangan Lupa Pulang, Kembang Api, Ketika Berhenti Di Sini, Like & Share, Onde Mande!, Orpa, Puisi Cinta Yang Membunuh, Qodrat, Qorin, Sara, Sewu Dino, Sleep Call, Sri Asih, Tegar, The Big 4, Waktu Maghrib, dan Women From Rote Island.
Baca juga: 5 Fakta di Balik Film Orpa, Karya Sineas Papua yang Tayang di Bioskop
Pengamat film nasional Hikmat Darmawan menilai 30 film cerita panjang yang telah diumumkan FFI 2023 tersebut cukup menggambarkan lanskap sinema Tanah Air dalam satu tahun terakhir. Dari sisi keberagaman, film yang masuk daftar juga datang dari genre, tema, hingga cerita yang punya variasi menarik.
Ada beberapa film yang juga hadir dengan membawa daya tarik yang cukup besar. Misalnya, seperti 24 Jam Bersama Gaspar dan Budi Pekerti yang telah terlebih dahulu melanglang buana ke berbagai festival bergengsi dunia.
Film berjudul Galang yang disutradarai Adriyanto Dewo juga hadir dengan keotentisitasannya yang segar. Topik yang dibawa juga menarik, yakni tentang mental. Oleh karena itu, secara tematik dan sinematik cukup menjanjikan.
Dalam hal tema, selain Galang, film berjudul Onde Mande, Like and Share dan Ketika Berhenti Di Sini juga membawa cerita yang berbeda. Tema yang dibawa jadi kekuatan yang besar di film tersebut.
Kemudian, dari genre horor, salah satu yang menarik ialah munculnya Qodrat. Meski tidak terlalu banyak membawa pembaharuan, Hikmat melihat film tersebut hadir dengan standar yang cukup baik dalam pembuatan di genre tersebut.
Ada juga Puisi Cinta Yang Membunuh dari Garin Nugroho yang tak kalah menarik. Film ini mengangkat film horor warna Italia karena diakui atau tidak, sejarah genre horor Tanah Air cukup terpengaruh dari gaya tersebut. Meskipun demikian, Bagi Hikmat ini masih belum menjadi versi terbaik Garin.
Lalu, ada juga The Big 4 yang disutradarai Timo Tjahjanto. Film ini dinilainya cukup menyegarkan karena ada humornya juga. Sinematografinya juga membawa gaya Hollywood yang menarik.
“Memang masih beragam, ya. Standar film kita juga kan secara umum sudah bagus. Walaupun masih ada beberapa hal yang tak jauh mengalami perubahan juga,” ungkap Hikmat kepada Hypeabis.id, Rabu (13/9).
Di sisi lain, Hikmat melihat kehadiran film Orpa karya Theo Rumansara juga sangat menarik. Sebab, tema yang dibawa Orpa, dalam bahasa Hikmat, sangat tidak Jakarta.
Baca juga: Review Film Sleep Call: Wajah Kerentanan Perempuan di Kota Metropolitan
Terkadang, ketika orang Jakarta bikin film di daerah Indonesia Timur, sudut pandang yang dibawa kerap Jakarata sentris. Mereka hanya pindah lokasi syuting saja, tetapi masalah-masalah yang muncul selalu Jakarta sentris.
“Kalau ini otentik. Senang juga ada suara yang menangkap masalah Papua dari dalam. Walaupun belum persoalan yang sensitif, ini lebih ke gender dan kemiskinan. Tapi ini sebuah pencapaian tersendiri sih,” imbuhnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.