Kenapa Popcorn Identik Jadi Camilan di Bioskop? Ternyata Begini Sejarahnya
13 September 2023 |
20:51 WIB
Aroma wangi popcorn langsung menyeruak ketika masuk ke dalam gedung bioskop. Camilan yang terbuat dari jagung ini memang identik sebagai kudapan teman menonton film. Biasanya, sebelum film diputar, orang-orang akan membeli seporsi popcorn dengan berbagai ukuran cup kertas bersama segelas minuman berasa seperti teh dan soda.
Namun, kalian mungkin belum tahu bahwa awalnya popcorn justru dilarang dijajakan di bioskop. Dahulu, tak ada orang yang menyantap popcorn atau makanan ringan lainnya saat menonton film di bioskop. Kala itu, tontonan masih berformat film bisu, sehingga kehadiran makanan ringan dinilai pihak bioskop dapat mengganggu jalannya pemutaran film.
Baca juga: 5 Fakta di Balik Film Orpa, Karya Sineas Papua yang Tayang di Bioskop
Andrew Smith dalam bukunya yang bertajuk Popped Culture: A Social History of Popcorn mengatakan bahwa pihak bioskop pada masa itu tidak mau ambil risiko. Alih-alih sebagai teman saat menonton film, popcorn justru dianggap bakal mengotori karpet bioskop.
"Mereka punya karpet dan permadani yang cantik. Mereka tidak ingin ada popcorn mengotorinya," kata Smith dikutip dari Smithsonian Magazine.
Popcorn sendiri mulai populer pada tahun 1800-an sebagai makanan ringan orang Amerika. Camilan yang dikenal dengan nama berondong ini makin populer pada tahun 1885 ketika mesin pembuat popcorn bertenaga uap pertama kali ditemukan oleh Charles Cretor.
Bentuk mesinnya yang fleksibel dan mudah dibawa kemana-mana akhirnya membuat penjual mudah menjajakan popcorn, karena tidak memerlukan ruangan dapur untuk memproduksinya. Sebuah keuntungan yang tidak dimiliki oleh proses produksi camilan lainnya.
Selain itu, aroma dan proses pembuatan popcorn yang unik juga menjadi tontonan menarik tersendiri yang dimanfaatkan pedagang saat menjual popcorn. Sejak saat itu, popcorn pun semakin populer dan kerap hadir di berbagai acara seperti ajang olahraga, sirkus, ataupun pameran. Namun, kala itu jajanan pinggir jalan seperti popcorn tidak diizinkan untuk masuk ke bioskop.
"Bioskop berusaha menarik pelanggan kelas atas dan tidak ingin berurusan dengan popcorn atau sampah yang ditimbulkan karena ngemil selama menonton film," tulis Smith.
Ketika film bersuara mulai muncul pada tahun 1927, industri bioskop membuka diri untuk menggaet penonton yang lebih luas. Semua orang bisa menonton film, bukan hanya mereka yang melek huruf saja seperti yang terjadi ketika tontonan masih terbatas film bisu. Pada 1930, jumlah penonton bioskop bahkan bisa mencapai 90 juta per minggu.
Seiring dengan perkembangan tersebut, akhirnya bioskop mulai mempertimbangkan untuk menghadirkan jajanan ke dalam gedung teater. Penerimaan bioskop akan kehadiran popcorn terjadi pada masa 'great depression'. Masa ini menandai penurunan tingkat ekonomi di seluruh dunia yang dimulai pada 1929. Depresi menggerus perekonomian negara industri maupun berkembang.
Pada masa itu, banyak orang kesulitan mencari hiburan murah untuk mengalihkan perhatian mereka dari masa sulit. Akhirnya, para penjual popcorn memanfaatkan situasi dengan berjualan di depan bioskop dengan harga murah.
Lama-kelamaan, bioskop melihat penjualan makanan bisa turut menopang kebutuhan operasional mereka. Sebab, pada pertengahan tahun 1930-an, bisnis bioskop mulai bangkrut. Terbukti, pihak bioskop yang menjajakan makanan selamat dari kebangkrutan bahkan mendulang keuntungan. "Namun itu dimulai dengan menyediakan popcorn dan makanan ringan lain [untuk bertahan]," kata Smith.
Kehadiran popcorn dan bioskop makin kuat saat Perang Dunia II. Makanan ringan ini menjadi pengganti permen dan soda ketika Filipina sebagai eksportir gula tak lagi bisa memasok gula ke Amerika Serikat.
Pada 1945, popcorn dan film seakan tidak bisa terpisahkan. Lebih dari separuh popcorn yang dikonsumsi di Amerika dinikmati saat sedang menonton film di bioskop. Sejak saat itu, bioskop pun mulai gencar memasang iklan agar orang-orang yang datang ke gedung teater tertarik untuk membeli jajanan.
Namun, kebersamaan popcorn dan bioskop tak selalu berjalan mulus. Popularitasnya sempat menurun lantaran kemajuan teknologi. Kemunculan televisi pada era 1960-an membuat semakin sedikit orang yang bertandang ke bioskop.
Baca juga: Asal-usul Sejarah Burger, Makanan Cepat Saji Favorit Banyak Orang
Editor : Puput Ady Sukarno
Namun, kalian mungkin belum tahu bahwa awalnya popcorn justru dilarang dijajakan di bioskop. Dahulu, tak ada orang yang menyantap popcorn atau makanan ringan lainnya saat menonton film di bioskop. Kala itu, tontonan masih berformat film bisu, sehingga kehadiran makanan ringan dinilai pihak bioskop dapat mengganggu jalannya pemutaran film.
Baca juga: 5 Fakta di Balik Film Orpa, Karya Sineas Papua yang Tayang di Bioskop
Andrew Smith dalam bukunya yang bertajuk Popped Culture: A Social History of Popcorn mengatakan bahwa pihak bioskop pada masa itu tidak mau ambil risiko. Alih-alih sebagai teman saat menonton film, popcorn justru dianggap bakal mengotori karpet bioskop.
"Mereka punya karpet dan permadani yang cantik. Mereka tidak ingin ada popcorn mengotorinya," kata Smith dikutip dari Smithsonian Magazine.
Popcorn sendiri mulai populer pada tahun 1800-an sebagai makanan ringan orang Amerika. Camilan yang dikenal dengan nama berondong ini makin populer pada tahun 1885 ketika mesin pembuat popcorn bertenaga uap pertama kali ditemukan oleh Charles Cretor.
Bentuk mesinnya yang fleksibel dan mudah dibawa kemana-mana akhirnya membuat penjual mudah menjajakan popcorn, karena tidak memerlukan ruangan dapur untuk memproduksinya. Sebuah keuntungan yang tidak dimiliki oleh proses produksi camilan lainnya.
Selain itu, aroma dan proses pembuatan popcorn yang unik juga menjadi tontonan menarik tersendiri yang dimanfaatkan pedagang saat menjual popcorn. Sejak saat itu, popcorn pun semakin populer dan kerap hadir di berbagai acara seperti ajang olahraga, sirkus, ataupun pameran. Namun, kala itu jajanan pinggir jalan seperti popcorn tidak diizinkan untuk masuk ke bioskop.
"Bioskop berusaha menarik pelanggan kelas atas dan tidak ingin berurusan dengan popcorn atau sampah yang ditimbulkan karena ngemil selama menonton film," tulis Smith.
Ilustrasi seseorang makan popcorn di bioskop. (Sumber gambar: Tima M/Pexels)
Seiring dengan perkembangan tersebut, akhirnya bioskop mulai mempertimbangkan untuk menghadirkan jajanan ke dalam gedung teater. Penerimaan bioskop akan kehadiran popcorn terjadi pada masa 'great depression'. Masa ini menandai penurunan tingkat ekonomi di seluruh dunia yang dimulai pada 1929. Depresi menggerus perekonomian negara industri maupun berkembang.
Pada masa itu, banyak orang kesulitan mencari hiburan murah untuk mengalihkan perhatian mereka dari masa sulit. Akhirnya, para penjual popcorn memanfaatkan situasi dengan berjualan di depan bioskop dengan harga murah.
Lama-kelamaan, bioskop melihat penjualan makanan bisa turut menopang kebutuhan operasional mereka. Sebab, pada pertengahan tahun 1930-an, bisnis bioskop mulai bangkrut. Terbukti, pihak bioskop yang menjajakan makanan selamat dari kebangkrutan bahkan mendulang keuntungan. "Namun itu dimulai dengan menyediakan popcorn dan makanan ringan lain [untuk bertahan]," kata Smith.
Kehadiran popcorn dan bioskop makin kuat saat Perang Dunia II. Makanan ringan ini menjadi pengganti permen dan soda ketika Filipina sebagai eksportir gula tak lagi bisa memasok gula ke Amerika Serikat.
Pada 1945, popcorn dan film seakan tidak bisa terpisahkan. Lebih dari separuh popcorn yang dikonsumsi di Amerika dinikmati saat sedang menonton film di bioskop. Sejak saat itu, bioskop pun mulai gencar memasang iklan agar orang-orang yang datang ke gedung teater tertarik untuk membeli jajanan.
Namun, kebersamaan popcorn dan bioskop tak selalu berjalan mulus. Popularitasnya sempat menurun lantaran kemajuan teknologi. Kemunculan televisi pada era 1960-an membuat semakin sedikit orang yang bertandang ke bioskop.
Baca juga: Asal-usul Sejarah Burger, Makanan Cepat Saji Favorit Banyak Orang
Editor : Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.