Begini Cara Polusi Udara Sebabkan Gangguan Jantung
08 September 2023 |
19:50 WIB
1
Like
Like
Like
Kualitas udara Jakarta masih terbilang buruk untuk dihirup. Risiko kesehatan pun kian meningkat. Bukan hanya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) saja yang mengancam, namun juga risiko masalah kesehatan serius seperti gangguan jantung.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS Pondok Indah-Bintaro Jaya dr. Teuku Istia Muda Perdan, mengatakan polusi udara bertanggung jawab atas 25 persen kematian akibat kardiovaskular. Individu yang tinggal atau beraktivitas di perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular ini lantaran kerap menghirup udara yang tidak sehat.
Baca juga: WHO: Polusi Udara Berpotensi Picu Berbagai Penyakit Dari Jantung Hingga Kanker
Udara yang tidak layak dihirup itu berasal dari emisi karbon atau gas yang keluar dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Dia menjelaskan emisi karbon menyebabkan terjadinya percampuran udara dengan partikel amonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Polutan mikroskopis di udara dengan ukuran PM2.5 itu meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung. Proses ini terjadi karena ketika terhirup, ukuran polutan yang sangat kecil ini mampu menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah.
Pada kondisi aterosklerosis atau adanya penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah arteri, polutan tersebut dapat memicu terbentuknya zat radikal bebas yang berperan dalam proses pembentukan plak pada dinding pembuluh darah.
“Jika plak tersebut pecah, maka dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan kematian,” ujar Istia, dikutip Hypeabis.id, Jumat (8/9/2023).
Sejauh ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia akibat perannya sebagai penyebab kematian nomor satu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatatat lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Di Indonesia sendiri, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan tren peningkatan kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di kalangan masyarakat Indonesia. Setidaknya 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
Menurut Istia, penanganan serius untuk kasus gangguan kardiovaskular dibuktikan dengan sikap dan intervensi ahli medis untuk mengatasi berbagai faktor risiko penyakit jantung sesuai dengan rekomendasi yang berlaku secara internasional. Kesiapan teknologi penunjang pemeriksaan dan tenaga medis yang kompeten turut meningkatkan keberhasilan proses pengobatan pasien.
Selain itu, kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan deteksi dini penyakit jantung juga diperlukan untuk mencegah kondisi semakin parah. Dia menyarankan melakukan medical check-up atau pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyakit, tak terkecuali penyakit jantung.
Istia menyampaikan karena penyakit jantung terdiri dari beberapa jenis, tes dan cara deteksinya pun berbeda. Pada kasus deteksi sumbatan jantung koroner, pemeriksaan dimulai dari treadmill stress test hingga CT-scan jantung.
Sementara itu, untuk screening sudden cardiac death atau henti jantung mendadak yang disebabkan oleh aritmia, membutuhkan pemeriksaan mulai dari rekam jantung atau EKG hingga holter monitoring.
Ada pula pemeriksaan USG jantung atau echocardiography yang merupakan standar pemeriksaan untuk memeriksa struktur ruang-ruang jantung dan mendeteksi katup serta dinding jantung yang bocor, penebalan, dan pembengkakan pada jantung.
Baca juga: Polusi Udara Berisiko Kematian, Pakar Kesehatan Sarankan Hal Ini
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS Pondok Indah-Bintaro Jaya dr. Teuku Istia Muda Perdan, mengatakan polusi udara bertanggung jawab atas 25 persen kematian akibat kardiovaskular. Individu yang tinggal atau beraktivitas di perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular ini lantaran kerap menghirup udara yang tidak sehat.
Baca juga: WHO: Polusi Udara Berpotensi Picu Berbagai Penyakit Dari Jantung Hingga Kanker
Udara yang tidak layak dihirup itu berasal dari emisi karbon atau gas yang keluar dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Dia menjelaskan emisi karbon menyebabkan terjadinya percampuran udara dengan partikel amonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Polutan mikroskopis di udara dengan ukuran PM2.5 itu meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung. Proses ini terjadi karena ketika terhirup, ukuran polutan yang sangat kecil ini mampu menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah.
Pada kondisi aterosklerosis atau adanya penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah arteri, polutan tersebut dapat memicu terbentuknya zat radikal bebas yang berperan dalam proses pembentukan plak pada dinding pembuluh darah.
“Jika plak tersebut pecah, maka dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan kematian,” ujar Istia, dikutip Hypeabis.id, Jumat (8/9/2023).
Sejauh ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia akibat perannya sebagai penyebab kematian nomor satu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatatat lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Di Indonesia sendiri, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan tren peningkatan kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di kalangan masyarakat Indonesia. Setidaknya 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
Menurut Istia, penanganan serius untuk kasus gangguan kardiovaskular dibuktikan dengan sikap dan intervensi ahli medis untuk mengatasi berbagai faktor risiko penyakit jantung sesuai dengan rekomendasi yang berlaku secara internasional. Kesiapan teknologi penunjang pemeriksaan dan tenaga medis yang kompeten turut meningkatkan keberhasilan proses pengobatan pasien.
Selain itu, kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan deteksi dini penyakit jantung juga diperlukan untuk mencegah kondisi semakin parah. Dia menyarankan melakukan medical check-up atau pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyakit, tak terkecuali penyakit jantung.
Istia menyampaikan karena penyakit jantung terdiri dari beberapa jenis, tes dan cara deteksinya pun berbeda. Pada kasus deteksi sumbatan jantung koroner, pemeriksaan dimulai dari treadmill stress test hingga CT-scan jantung.
Sementara itu, untuk screening sudden cardiac death atau henti jantung mendadak yang disebabkan oleh aritmia, membutuhkan pemeriksaan mulai dari rekam jantung atau EKG hingga holter monitoring.
Ada pula pemeriksaan USG jantung atau echocardiography yang merupakan standar pemeriksaan untuk memeriksa struktur ruang-ruang jantung dan mendeteksi katup serta dinding jantung yang bocor, penebalan, dan pembengkakan pada jantung.
Baca juga: Polusi Udara Berisiko Kematian, Pakar Kesehatan Sarankan Hal Ini
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.