WHO: Polusi Udara Berpotensi Picu Berbagai Penyakit Dari Jantung Hingga Kanker
25 August 2023 |
17:46 WIB
Polusi udara menjadi masalah yang kini dihadapi oleh warga Jakarta dan sejumlah kota di dalam negeri. Paparan udara yang tidak bersih berpotensi meningkatkan risiko kesehatan ringan hingga berat, seperti stroke, jantung, kanker paru-paru, dan sebagainya.
Dikutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), gabungan polusi udara luar ruangan dan rumah tangga dikaitkan dengan 6,7 juta kematian dini setiap tahun. Tidak hanya itu, sebanyak 4,2 juta orang juga diperkirakan meninggal dini di seluruh dunia pada 2019.
Baca juga: Melampaui Pandemi Menuju Tantangan Polusi
“Sekitar 89 persen kematian dini tersebut terjadi di negara-negara bependapatan rendah dan menengah, dan jumlah terbesar terjadi di wilayah WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat,” demikian tulis WHO.
Organisasi tersebut menuliskan bahwa polusi udara luar ruangan merupakan masalah kesehatan lingkungan utama yang memengaruhi semua orang di negara-negara dengan penghasilan rendah, menengah, dan tinggi.
Kematian dini yang dialami oleh jutaan orang akibat polusi udara lantaran terpapar partikel halus yang menyebabkan penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan kanker.
WHO menuliskan bahwa pada 2019 sekitar 37 persen kematian dini terkait polusi udara luar ruangan disebabkan oleh penyakit jantung iskemik dan stroke. kemudian, sebanyak 18 persen dan 23 persen masing-masing karena penyakit paru obstruktif kronik dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Adapun, 11 persen kematian disebabkan oleh kanker pada saluran pernapasan.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa polusi udara adalah kontaminasi lingkungan dalam atau luar ruangan oleh zat kimia, fisik, atau biologis apa saja yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Sumber pencemaran udara pada umumnya adalah alat pembakaran rumah tangga, kendaraan bermotor, industri, dan kebakaran hutan.
Sementara itu, polutan yang menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat meliputi materi partikulat, karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Materi Partikulat (PM) adalah indikator proksi umum untuk polusi udara. WHO menuliskan terdapat bukti kuat mengenai dampak negatifnya terhadap kesehatan yang terkait dengan paparan polutan ini. Sulfat, nitrat, amonia, natrium klorida, karbon hitam, debu mineral, dan air adalah komponen utama PM.
Sementara itu, karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna, berbau, atau berasa. Polutan ini dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar karbon seperti kayu, bensin, arang, dan sebagainya.
Nitrogen dioksida menjadi polutan lainnya dalam pencemaran udara. Kerap disingkat NO2, polutan ini merupakan gas alam yang pada umumnya dihasilkan dari pembakaran bahan bakar sektor transportasi dan industri.
Selain itu, ada juga sulfur dioksida. Polutan ini tidak memiliki warna. Namun, memliki bau yang tajam. Polutan yang kerap ditulis SO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil - baik batubara dan minyak bumi - serta pelebuuran bijih mineral yang mengandung belerang.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Dokter Aru Sudoyo mengatakan bahwa faktor risiko polusi udara untuk kanker memang ada. "Namun, tidak begitu besar. Sektiar dua hingga empat persen,” katanya kepada Hypeabis.id.
Menurutnya, polusi udara bisa menjadi kanker lantaran mengandung bahan atau partikel kimia yang dapat mengubah deoxyribonucleic acid (DNA) sel, terutama pernapasan. Untuk itu, dia menuturkan masyarakat perlu melakukan berbagai cara agar terhindar dari risiko tinggi paparah polusi.
Di antaranya adalah dengan memantau kualitas udara secara mandiri dan berkala, menggunakan masker berdaya filtrasi maksimal seperti masker N95 dan K95, serta mengonsumsi makanan sehat dan vitamin untuk menangkal radikal bebas.
Baca juga: Polusi Meningkat, Dokter Paru Rekomendasikan Penggunaan Masker Berdaya Filtrasi Maksimal
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dikutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), gabungan polusi udara luar ruangan dan rumah tangga dikaitkan dengan 6,7 juta kematian dini setiap tahun. Tidak hanya itu, sebanyak 4,2 juta orang juga diperkirakan meninggal dini di seluruh dunia pada 2019.
Baca juga: Melampaui Pandemi Menuju Tantangan Polusi
“Sekitar 89 persen kematian dini tersebut terjadi di negara-negara bependapatan rendah dan menengah, dan jumlah terbesar terjadi di wilayah WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat,” demikian tulis WHO.
Organisasi tersebut menuliskan bahwa polusi udara luar ruangan merupakan masalah kesehatan lingkungan utama yang memengaruhi semua orang di negara-negara dengan penghasilan rendah, menengah, dan tinggi.
Kematian dini yang dialami oleh jutaan orang akibat polusi udara lantaran terpapar partikel halus yang menyebabkan penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan kanker.
WHO menuliskan bahwa pada 2019 sekitar 37 persen kematian dini terkait polusi udara luar ruangan disebabkan oleh penyakit jantung iskemik dan stroke. kemudian, sebanyak 18 persen dan 23 persen masing-masing karena penyakit paru obstruktif kronik dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Adapun, 11 persen kematian disebabkan oleh kanker pada saluran pernapasan.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa polusi udara adalah kontaminasi lingkungan dalam atau luar ruangan oleh zat kimia, fisik, atau biologis apa saja yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Sumber pencemaran udara pada umumnya adalah alat pembakaran rumah tangga, kendaraan bermotor, industri, dan kebakaran hutan.
Sementara itu, polutan yang menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat meliputi materi partikulat, karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
#TahukahKamu, setiap menit, 13 nyawa terenggut akibat polusi udara? Polusi udara menimbulkan kanker paru-paru, penyakit jantung, dan strok. #SehatUntukSemua pic.twitter.com/FxPlYiG25m
— WHO Indonesia (@WHOIndonesia) August 15, 2023
Materi Partikulat (PM) adalah indikator proksi umum untuk polusi udara. WHO menuliskan terdapat bukti kuat mengenai dampak negatifnya terhadap kesehatan yang terkait dengan paparan polutan ini. Sulfat, nitrat, amonia, natrium klorida, karbon hitam, debu mineral, dan air adalah komponen utama PM.
Sementara itu, karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna, berbau, atau berasa. Polutan ini dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar karbon seperti kayu, bensin, arang, dan sebagainya.
Nitrogen dioksida menjadi polutan lainnya dalam pencemaran udara. Kerap disingkat NO2, polutan ini merupakan gas alam yang pada umumnya dihasilkan dari pembakaran bahan bakar sektor transportasi dan industri.
Selain itu, ada juga sulfur dioksida. Polutan ini tidak memiliki warna. Namun, memliki bau yang tajam. Polutan yang kerap ditulis SO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil - baik batubara dan minyak bumi - serta pelebuuran bijih mineral yang mengandung belerang.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Dokter Aru Sudoyo mengatakan bahwa faktor risiko polusi udara untuk kanker memang ada. "Namun, tidak begitu besar. Sektiar dua hingga empat persen,” katanya kepada Hypeabis.id.
Menurutnya, polusi udara bisa menjadi kanker lantaran mengandung bahan atau partikel kimia yang dapat mengubah deoxyribonucleic acid (DNA) sel, terutama pernapasan. Untuk itu, dia menuturkan masyarakat perlu melakukan berbagai cara agar terhindar dari risiko tinggi paparah polusi.
Di antaranya adalah dengan memantau kualitas udara secara mandiri dan berkala, menggunakan masker berdaya filtrasi maksimal seperti masker N95 dan K95, serta mengonsumsi makanan sehat dan vitamin untuk menangkal radikal bebas.
Baca juga: Polusi Meningkat, Dokter Paru Rekomendasikan Penggunaan Masker Berdaya Filtrasi Maksimal
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.