Hujan yang terjadi di DKI Jakarta disebut hasil modifikasi cuaca (Sumber gambar ilustrasi: pexels/ Genaro Servin)

Sempat Membaik Diguyur Hujan Buatan, Kualitas Udara DKI Jakarta Kembali Tidak Sehat

29 August 2023   |   07:44 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Setelah sempat memiliki kualitas udara yang sedikit lebih baik akibat diguyur hujan buatan, kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kembali berwarna merah atau berkategori tidak sehat. Laman Iqair menunjukkan bahwa indeks kualitas udara di Ibu Kota sempat menyentuh nilai 105 pada pukul 20.00 WIB, pada 28 Agustus 2023. Kemudian, merangkak naik sehingga kembali masuk kategori tidak sehat pada pukul 23.00 WIB pada hari yang sama.

Kualitas udara terpantau terus memburuk sampai dengan pemantauan pukul 06.00 WIB pada Selasa, 29 Agustus 2023. Laman tersebut mencatat bahwa indeks kualitas udara Ibu Kota  mencapai 168. Konsentrasi PM2,5 di DKI Jakarta juga sempat menyentuh 37 µg/m³ pada pukul 20.00 WIB, 28 Agustus 2023. Kemudian, jumlah polutan itu perlahan mengalami kenaikan.

Baca juga: Daftar Jenis Pohon Ini Efektif Mereduksi Polusi Udara, Bisa Serap Debu & Karbon

Pada pukul 05.00 WIB, 29 Agustus 2023, konsentrasi particulate matter (PM) 2,5 di DKI Jakarta mencapai 89 µg/m³. Jumlah ini disebutkan 17,6 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai panduan kualitas udara tahunan organisasi kesehatan dunia (World Health Organizatioin/WHO).

Kualitas udara DKI Jakarta pada pukul 06.00 WIB itu membuatnya menjadi kota yang paling berpolusi di dunia. Di posisi kedua terdapat Dhaka, Banglades dengan nilai indeks mencapai 163. Kemudian, ada Dubai, Uni Emirat Arab yang juga memiliki indeks 163, serta Kolkata, India dengan nilai indeks kualitas udara 160.

Untuk diketahui, hujan yang terjadi di Jakarta pada 28 Agustus 2023 merupakan hasil teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang disebut dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TNI AU, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dalam memodifikasi cuaca tersebut, mereka menebarkan ribuan kilogram garam dan ratusan kapur tohor ke awan yang muncul di atas Jabodetabek. Penyebaran garam dan kapur tohor itu dilakukan selama beberapa hari ke belakang.

Polusi udara yang telah terjadi di Jakarta telah menyedot perhatian banyak pihak. Bukan tanpa sebab, kondisi tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

WHO menuliskan bahwa Kematian dini yang dialami oleh jutaan orang akibat polusi udara lantaran terpapar partikel halus yang menyebabkan penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan kanker.

WHO menuliskan bahwa pada 2019 sekitar 37 persen kematian dini terkait polusi udara luar ruangan disebabkan oleh penyakit jantung iskemik dan stroke. kemudian, sebanyak 18 persen dan 23 persen masing-masing karena penyakit paru obstruktif kronik dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Adapun, 11 persen kematian disebabkan oleh kanker pada saluran pernapasan.

Baca juga: Genhype, Perhatikan Panduan Olahraga di Luar Ruangan saat Polusi Meningkat

Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa polusi udara adalah kontaminasi lingkungan dalam atau luar ruangan oleh zat kimia, fisik, atau biologis apa saja yang mengubah karakteristik alami atmosfer. Sumber pencemaran udara pada umumnya adalah alat pembakaran rumah tangga, kendaraan bermotor, industri, dan kebakaran hutan.


Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Resep Daging Masak Bumi Hangus, Kuliner Khas Samarinda yang Warnanya Hitam Pekat

BERIKUTNYA

7 Rekomendasi Taman di Jakarta untuk Piknik, Ada Hutan Kota GBK dan Tebet Eco Park

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: