Warga menunjukan iklan fasilitas pembayaran tunda atau paylater di Jakarta, Jumat (13/1/2023). ( Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Menengok Perubahan Perilaku Pengguna Paylater, Tak Melulu Karena Kondisi Terdesak

14 August 2023   |   16:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Keadaan yang mendesak membuat Viktor Wicaksana menggunakan paylater untuk pertama kalinya. Dia baru saja kehilangan ponselnya yang sangat penting dalam menunjang aktivitasnya. Menunggu honor dari pekerjaannya terasa sangat lama, dia pun memutuskan untuk membeli gawai baru dengan skema pembayaran paylater.

Berawal dari kebutuhan yang mendesak tersebut, pria berusia 25 tahun itu kian akrab dengan pembayaran paylater. Banyak kebutuhan sekaligus keinginannya yang akhirnya dibayar dengan skema beli dulu bayar nanti ini. 

Awalnya langkah ini jadi strategi dalam pengelolaan keuangannya. Meski kemudian dia mengakui tak bisa mengendalikan keinginannya dan kini agak kesulitan mengelola tagihan-tagihannya. 

Baca juga: 5 Cara Mengatur Keuangan Saat Harus Bayar Cicilan Paylater Setiap Bulan

Saat ini pembayaran paylater memang sedang digandrungi banyak orang. Statista, portal data dan statistik terkemuka di dunia memproyeksikan belanja paylater di Indonesia pada 2026 mencapai US$7,3 miliar. Angka tersebut menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.

Sementara itu, President Director Akulaku Indonesia Efrinal Sinaga menyebut geliat peningkatan paylater ini bukanlah hal baru. Kenaikan sebenarnya sudah mulai terasa dari 2019. Kemudian, tahun-tahun setelahnya pertumbuhannya makin terasa lagi.

Efrinal memandang pandemi Covid-19 cukup membawa perubahan yang kentara bagi perilaku masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal pembayaran. Pada masa krisis itu, banyak orang khawatir menggunakan uang cash

Skema paylater lalu muncul menjadi alternatif pembayaran yang dianggap menarik. Pembayaran ini membuat orang bisa mendapatkan barang kebutuhannya terlebih dahulu, sembari mengatur rencana keuangannya di tengah masa-masa ketidakpastian. 

“Pertumbuhannya tidak hanya dari segi pengguna, saat ini pemain paylater juga datang dari berbagai lini, P2P lending hingga perbankan pun sudah mulai bermain di area Buy Now, Pay Later (BNPL),” kata Efrinal kepada Hypeabis.id
 

Perubahan Perilaku 

Melihat perkembangan yang positif ini, Efrinal optimistis skema pembayaran paylater akan tetap diminati pada masa depan. Terlebih, dirinya melihat adanya karakteristik pengguna paylater yang mulai berubah.

Jika dahulu kebutuhan mendesak menjadi alasan mereka menggunakan paylater, kini banyak orang mulai menggunakan skema ini sebagai bagian dari pengelolaan keuangannya. Hal ini membuat paylater makin akrab dengan banyak orang.

Di sisi lain, paylater juga kini makin mendekatkan diri ke berbagai kebutuhan masyarakat. Layanan ini tidak hanya dapat digunakan di marketplace, tapi mulai bisa digunakan di toko-toko offline, dari konter gawai, minimarket, hingga coffeeshop.

Ke depan, penggunaan paylater akan sangat mungkin lebih luas lagi. Efrinal menyebut Akulaku Paylater akan fokus meningkatkan merchant di berbagai tempat, baik offline maupun online, agar makin mudah ditemui masyarakat dalam setiap proses pembayarannya. 

Baca juga: Godaan Paylater Mengintai Anak Muda, Bikin Untung atau Buntung?
 

Ilustrasi warga mengakses fasilitas pembayaran tunda atau paylater di salah satu cafe, Jakarta, Kamis (12/1). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha)

Ilustrasi warga mengakses fasilitas pembayaran tunda atau paylater di salah satu cafe, Jakarta, Kamis (12/1). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha)

Dengan pertumbuhan yang masif ini, Efrinal menyebut skema paylater juga sangat mungkin tidak hanya berhenti untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, skema serupa juga bisa dipakai oleh produsen atau pebisnis. Sebab, dalam meng-scale up bisnisnya, mereka juga tentu membutuhkan modal yang tidak sedikit.

“Kalau di hilirnya sudah kuat, berikutnya kami akan memperkuat hulu, yakni produsen dan penjual supaya produksinya naik. Hal ini akan membuat paylater juga bisa digunakan untuk pembayaran produktif, bukan cuma konsumtif saja,” imbuhnya.

Sejauh ini, generasi muda menjadi segmentasi yang paling banyak mendongkrak pertumbuhan paylater. Mereka yang berumur 20 tahun hingga 35 tahun merupakan pangsa utama mayoritas layanan ini. Jumlah mereka sangat besar, apalagi Indonesia saat ini mulai menikmati bonus demografi.

Dengan pangsa pasar anak muda tersebut, mudah ditebak penggunaan paylater saat ini didominasi untuk kebutuhan barang elektronik, seperti smartphone. Penggunaan gawai yang makin dekat dengan keseharian anak muda membuat ponsel sekarang sudah jadi kebutuhan.

Gawai adalah barang produktif, terutama bagi generasi muda. Melalui gawai tersebut, mereka menggunakannya untuk mendukung pekerjaan-pekerjaannya yang kini lebih banyak terikat dengan digitalisasi.

Kemudian, fesyen menjadi barang yang paling banyak kedua dibeli dengan skema paylater. Adanya momen-momen khusus yang dirayakan orang Indonesia, seperti Lebaran, membuat kebutuhan akan fesyen meningkat. Otomatis, penggunaan paylater pun ikut terkerek.

Selanjutnya, pembelian pulsa juga cukup banyak dilakukan dengan pembayaran paylater. Efrinal menduga pembelian pulsa yang rutin ini didorong oleh aktivitas bisnis atau tidak tertutup kemungkinan juga untuk kebutuhan gamer dalam membeli skin di dalam gim dan sebagainya. 

Baca juga: 4 Jurus Mengatur Keuangan Bulanan Biar Enggak Boncos

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Daftar Desainer Fesyen Indonesia yang Bakal Unjuk Koleksi di New York Fashion Week 2023

BERIKUTNYA

Lebih dari 2 Juta Orang Indonesia Jadi Vegetarian, Ini Manfaat & Tantangan yang Dirasakan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: