Ilustrasi ibu menyusui. (Sumber gambar : Freepik/freepic.diller)

Faktor Penyebab ASI Ibu Sedikit, Ayah Ternyata Punya Peran Penting

07 August 2023   |   17:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Air susu ibu (ASI) menjadi asupan utama dan satu-satunya bagi bayi baru lahir hingga 6 bulan masa kehidupannya. Manfaatnya begitu besar. Selain untuk tumbuh kembang si kecil, pemberian ASI secara eksklusif bisa membentuk imunitas dalam mencegah ragam penyakit hingga meningkatkan bonding antara ibu dan anak.

Jamilatus Sadiyah, Konselor Laktasi, mengatakan bahwa ASI juga menurunkan risiko autism spectrum disorder (ASD) pada bayi. Uniknya, tiap hari bahkan tiap jam, nutrisi dari ASI berbeda-beda, menyesuaikan kebutuhan anak.

Pemberian ASI juga memberi manfaat untuk para ibu pasca-melahirkan. Beberapa di antaranya yakni mempercepat pemulihan, rahim lebih mudah mengecil, mempercepat tubuh ibu kembali seperti semula, menjadi KB alamiah bagi sang ibu, hingga menurunkan risiko kanker payudara, ovarium, dan serviks. 

Baca juga: Mom, Begini Posisi Tepat Saat Menyusui & Hadirkan ASI Berkualitas Untuk Bayi

Kendati demikian, kerap kali para ibu mengalami kendala dalam pemberian ASI. Misalnya, kesulitan latch on atau pelekatan. Kondisi ini bisa menyebabkan puting lecet dan bengkak karena posisi menyusui yang salah atau kurang raihan kurang dalam. 

Masalah lainnya yakni ASI yang keluar dalam jumlah sedikit. Tidak jarang ibu menjadi stres dan atas saran dari orang terdekat akhirnya memberikan alternatif seperti susu formula, air, gula, maupun madu untuk bayinya. Jamila menegaskan selama 6 bulan, bayi tidak boleh diberikan asupan lain karena lambungnya masih kecil dan belum bisa berproses dengan baik. 

“Ini meningkatkan risiko angka kematian bayi, bahkan bisa depresi pernapasan, alergi, dan stunting,” tegasnya dalam diskusi memperingati Pekan ASI Sedunia yang digelar Philips Avent di bilangan Senayan, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
 

(Sumber: Pexels/Mart Production)

(Sumber: Pexels/Mart Production)


Oleh karena itu penting bagi ibu baru mencari informasi yang tepat dan terpercaya, bukan hanya dari mitos atau kepercayaan yang belum tentu kebenarannya. Sejatinya ibu bisa menemui konselor laktasi untuk mengatasi masalah atau kekhawatirannya pasca melahirkan sejak masa kehamilan. 

“Kalau dari konselor kita sarankan keluarga, suami, ibu, mertua ikutan datang pada saat konsultasi ASI,” saran Jamila.

Biasanya pada ibu yang ASI-nya sedikit setelah melahirkan, akan dilakukan sejumlah metode yang bisa meningkatkan bonding antara ibu dan bayi. Metodenya antara lain skin to skin yakni meletakkan bayi pada payudara ibu. Ada juga rooming in dengan tidak memisahkan ibu dan bayi. 

Dia menjelaskan produksi ASI bisa banyak ketika ada supply dan demand. “Jadi tidak ada ASI ibu sedikit, yang ada kurang informasi sehingga supply dan demand-nya tadi tidak jalan jadi ASI-nya sedikit yang keluar,” jelasnya.

Hal lain yang menyebabkan ASI tidak keluar atau hanya sedikit adalah karena ibu merasa sedih hingga stres. Di sini penting ibu mendapat kenyamanan serta kebahagiaan pasca melahirkan. Di sinilah suami memiliki peran penting. “Ketika ayah berperan, meningkatkan keberhasilan ASI sampai 80 persen,” ungkapnya. 
 

Peran Ayah Untuk Pemberian ASI Sempurna

Psikolog Klinis Kasandra Putranto menyampaikan proses kehamilan, melahirkan, dan pasca-melahirkan bukan hanya membuat perubahan fisik tetapi juga mental pada ibu. Biasanya mereka akan mengalami baby blues atau depresi ringan selama dua minggu pertama pasca melahirkan. Apabila tidak tertangani dengan baik, kondisi ini akan berkembang menjadi post-traumatic stress disorder (PTSD).

Nah, di sini peran suami sangat penting untuk mengatasi risiko ini. Bapak anak-anak bisa membantu istrinya meringankan beban setelah melahirkan. Mereka harus bisa menjadi orang pertama yang diandalkan dan membantu kegiatan ibu saat mengurus anak setelah melahirkan. 

Mereka harus menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan untuk istrinya agar produksi ASI tetap terjaga, yang berdampak pada tumbuh kembang bayi. Selain itu, penting untuk tidak mengikuti mitos tanpa bukti ilmiah yang justru meningkatkan stres istrinya yang baru melahirkan. 

Baik ayah maupun ibu, penting untuk menyiapkan mental dan pengetahuan tentang merawat bayi bahkan ketika masih dalam kandungan. “Siap mental pengetahuannya. Paling penting ibu dan ayah mencari bukti terbaru, jangan terjebak mitos masa lalu,” imbau Kasandra. 

Dia berpendapat, semakin cemas seorang ibu, semakin mengganggu kondisi kehamilan dan kelahirannya. Oleh karena itu, ayah sebaliknya memiliki persepsi yang sama dengan ibu dalam mengurus kehamilan hingga kelahiran sang buah hati. “Ayah harus punya kesadaran karena melelahkan para ibu kalau ayah ngeyel,” tegasnya. 

Baca juga: Sejarah Hari ASI Sedunia, Tujuan & Tema Perayaan 2023

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Mengenal Analisis Personal Color, Tren yang Viral dari Korea Selatan

BERIKUTNYA

8 Promo Brand Makanan & Minuman Sambut Perayaan HUT ke-78 RI

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: