Eksklusif Profil Ivan Chen: Asa Gim Bertema Nusantara Merajai Pasar Asia Tenggara
27 July 2023 |
12:34 WIB
Ada rencana membawa IP Lokapala ke medium di luar gim? Seperti apa plannya?
Sudah pasti. Kami lagi diskusi dengan salah satu partner untuk dibuat komik. Selain itu, tim pengembangan IP inetrnal juga lagi bikin naskah buat series dalam bentuk animasi.
Kami juga tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan perusahaan lain yang mau bikin film dengan tema tertentu, yang mengambil tokoh-tokoh Nusantara karena biasanya butuh penelitian. Riset di kami sudah cukup lengkap. Tinggal pilih saja, dan kita bisa kolaborasi dengan pihak lain untuk pengembangan itu.
Boleh dielaborasi lagi soal komik dan series Lokapala yang akan digarap?
Nanti buat teaser-nya kami lagi bikin karakter plan. Rencananya akan rollout Juli 2023. Setiap bulan kita akan keluarkan satu karakter untuk mengenalkan IP-nya terlebih dahulu.
Dari sana nanti dilihat mana yang menarik untuk filmmaker. Apakah yang dari zaman Singasari, tokoh pada zaman Majapahit, atau tokoh yang lebih lama daripada itu. Karakternya ada sci-fi juga, tapi tetap ada kaitan dengan sejarah karena kami punya perspektif dalam budaya yang ingin diangkat.
Seperti apa pipeline pengembangan IP ini?
Kami akan kenalkan karakter trailer-nya dulu untuk tahun ini, sambil nanti dilihat bagaimana. Kami punya pitch yang cukup menarik di OTT (over the top) karena sekarang semuanya di sana.
Kenapa? Di Indonesia pemain Lokapala sekarang sudah 3 juta. Kalau sampai ke Asia Tenggara tahun depan mungkin 8-10 juta pemain. Kalau lihat OTT mereka pelanggannya tidak sebanyak itu. Jadi, ini salah satu bargaining power juga buat kami. Di sisi lain, mereka juga butuh konten.
Ada rencana mengembangkan IP lain? Bentuknya seperti apa?
Untuk sementara ini masih akan fokus di sini. Kalau mau mengembangkan IP, ya dari karakter-karakter yang ada di Lokapala.
Lokapala ini kayak Marvel, tapi kami agak kebalik. Kalau Marvel karakternya dulu dikembangkan, kita the whole-nya dulu [permainannya], baru per karakter.
Kami juga pasti akan mengembangkan gim lain. Akan tetapi, IP yang dibawa Lokapala. Jadi kami inisiasi dari Lokapala, tapi mungkin genrenya berbeda. Kami akan ke arah lain, enggak bakal MOBA lagi. Targetnya mungkin tahun depan initiate something new.
Anda pernah mengatakan talenta industri gim di Indonesia kurang karena lulusannya belum siap dan tidak sesuai dengan kompetensinya. Ini gimana?
Itu salah satu challenge di Indonesia. Jadi antara sistem pendidikan dan industrinya tidak nyambung. Kita punya inisiatif, kerja sama dengan salah satu universitas nomor satu di Korea Selatan buat game development. Namun, masih susah untuk engage karena ada ego juga di sistem pendidikan Indonesia.
Selain itu, tenaga pengajar di Indonesia enggak ada yang pernah terlibat langsung di pengembangan gim. Jadi kita agak khawatir dengan yang mereka ajarkan, sesuai dengan kebutuhan industri atau tidak.
Akan tetapi ini tantangan yang harus bisa diselesaikan bersama. Catatannya, kalau mau mengejar perubahan, harus berevolusi dengan cepat. Kami sangat membuka pintu untuk kerja sama dengan berbagai sektor pendidikan untuk meng-address isu ini. Bisa lihat seperti apa skill yang dibutuhkan atau management tools yang dipakai [di industri].
Selain sumber daya manusia yang kurang, apalagi tantangannya?
Akses pendanaan. Sering ada pertanyaan ke kami, kenapa tidak bikin gim RPG (role playing game) saja seperti Genshin Impact yang sukses besar. Saya tanya balik, tahu enggak bujetnya develop gim itu berapa? US$100 juta. Rp1,5 triliun. Kalau ada yang menyediakan dananya, ya kami bikin game kayak Genshin Impact.
Menariknya, tahu enggak? Genshin Impact itu yang mendanai pemerintah daerah Shanghai. Pemerintah setempat di sana enggak mau industri game developer cuma ada di Beijing. Jadi mereka panggil MiHoYo (pengembang gimnya) terus dijodohin sama investor, bikinlah Genshin.
Itu juga makanya advertorial gimnya di YouTube belakangan banyak promosi barang-barang kultur China, karena mereka jadi duta budaya. Di kita ini yang belum banyak [akses pendanaannya].
Terkait dengan ekosistem esports saat ini, bagaimana pandangan Anda?
Di luar negeri ada sebuah paradigma. Banyak perusahaan esports bangkrut atau tim esports tutup, karena cara pandangan industri berbeda dengan ekosistemnya. Esports adalah ekosistem yang revolving around the IP. Pemilik IP-nya game developer, atau pemenang lisensinya yaitu publisher.
Sementara itu, kalau kita bicara esports di Indonesia, yang terbayang itu pro team. Itu saja sudah salah. Esports tidak hanya tim profesional, ada esports organizer, regulator, sponsor, tempat streamer, key opinion leader, influencer, talent management. Itu bagian dari ekosistem.
Kita harus lihatnya sebagai ekosistem yang utuh, enggak bisa cuma mendorong di salah satu sisinya saja. Di Indonesia misalnya sekarang susah dapat sponsor, karena mereka ini salah meletakkan telur. Meletakkan di keranjang mana, yang diharapkannya apa.
Ini jadi kesempatan buat kita semua memperbaiki ekosistemnya, karena esports ini besar banget dan works with the market it self. Itu juga penting buat sustainability industrinya.
Baca juga: Eksklusif Profil Raam Punjabi: Formula Jitu Multivision Merajai Jagat Sinema
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sudah pasti. Kami lagi diskusi dengan salah satu partner untuk dibuat komik. Selain itu, tim pengembangan IP inetrnal juga lagi bikin naskah buat series dalam bentuk animasi.
Kami juga tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan perusahaan lain yang mau bikin film dengan tema tertentu, yang mengambil tokoh-tokoh Nusantara karena biasanya butuh penelitian. Riset di kami sudah cukup lengkap. Tinggal pilih saja, dan kita bisa kolaborasi dengan pihak lain untuk pengembangan itu.
Boleh dielaborasi lagi soal komik dan series Lokapala yang akan digarap?
Nanti buat teaser-nya kami lagi bikin karakter plan. Rencananya akan rollout Juli 2023. Setiap bulan kita akan keluarkan satu karakter untuk mengenalkan IP-nya terlebih dahulu.
Dari sana nanti dilihat mana yang menarik untuk filmmaker. Apakah yang dari zaman Singasari, tokoh pada zaman Majapahit, atau tokoh yang lebih lama daripada itu. Karakternya ada sci-fi juga, tapi tetap ada kaitan dengan sejarah karena kami punya perspektif dalam budaya yang ingin diangkat.
Seperti apa pipeline pengembangan IP ini?
Kami akan kenalkan karakter trailer-nya dulu untuk tahun ini, sambil nanti dilihat bagaimana. Kami punya pitch yang cukup menarik di OTT (over the top) karena sekarang semuanya di sana.
Kenapa? Di Indonesia pemain Lokapala sekarang sudah 3 juta. Kalau sampai ke Asia Tenggara tahun depan mungkin 8-10 juta pemain. Kalau lihat OTT mereka pelanggannya tidak sebanyak itu. Jadi, ini salah satu bargaining power juga buat kami. Di sisi lain, mereka juga butuh konten.
Ada rencana mengembangkan IP lain? Bentuknya seperti apa?
Untuk sementara ini masih akan fokus di sini. Kalau mau mengembangkan IP, ya dari karakter-karakter yang ada di Lokapala.
Lokapala ini kayak Marvel, tapi kami agak kebalik. Kalau Marvel karakternya dulu dikembangkan, kita the whole-nya dulu [permainannya], baru per karakter.
Kami juga pasti akan mengembangkan gim lain. Akan tetapi, IP yang dibawa Lokapala. Jadi kami inisiasi dari Lokapala, tapi mungkin genrenya berbeda. Kami akan ke arah lain, enggak bakal MOBA lagi. Targetnya mungkin tahun depan initiate something new.
Ivan Chen (Sumber foto: Hypeabis.id/Abdurrachman)
Itu salah satu challenge di Indonesia. Jadi antara sistem pendidikan dan industrinya tidak nyambung. Kita punya inisiatif, kerja sama dengan salah satu universitas nomor satu di Korea Selatan buat game development. Namun, masih susah untuk engage karena ada ego juga di sistem pendidikan Indonesia.
Selain itu, tenaga pengajar di Indonesia enggak ada yang pernah terlibat langsung di pengembangan gim. Jadi kita agak khawatir dengan yang mereka ajarkan, sesuai dengan kebutuhan industri atau tidak.
Akan tetapi ini tantangan yang harus bisa diselesaikan bersama. Catatannya, kalau mau mengejar perubahan, harus berevolusi dengan cepat. Kami sangat membuka pintu untuk kerja sama dengan berbagai sektor pendidikan untuk meng-address isu ini. Bisa lihat seperti apa skill yang dibutuhkan atau management tools yang dipakai [di industri].
Selain sumber daya manusia yang kurang, apalagi tantangannya?
Akses pendanaan. Sering ada pertanyaan ke kami, kenapa tidak bikin gim RPG (role playing game) saja seperti Genshin Impact yang sukses besar. Saya tanya balik, tahu enggak bujetnya develop gim itu berapa? US$100 juta. Rp1,5 triliun. Kalau ada yang menyediakan dananya, ya kami bikin game kayak Genshin Impact.
Menariknya, tahu enggak? Genshin Impact itu yang mendanai pemerintah daerah Shanghai. Pemerintah setempat di sana enggak mau industri game developer cuma ada di Beijing. Jadi mereka panggil MiHoYo (pengembang gimnya) terus dijodohin sama investor, bikinlah Genshin.
Itu juga makanya advertorial gimnya di YouTube belakangan banyak promosi barang-barang kultur China, karena mereka jadi duta budaya. Di kita ini yang belum banyak [akses pendanaannya].
Terkait dengan ekosistem esports saat ini, bagaimana pandangan Anda?
Di luar negeri ada sebuah paradigma. Banyak perusahaan esports bangkrut atau tim esports tutup, karena cara pandangan industri berbeda dengan ekosistemnya. Esports adalah ekosistem yang revolving around the IP. Pemilik IP-nya game developer, atau pemenang lisensinya yaitu publisher.
Sementara itu, kalau kita bicara esports di Indonesia, yang terbayang itu pro team. Itu saja sudah salah. Esports tidak hanya tim profesional, ada esports organizer, regulator, sponsor, tempat streamer, key opinion leader, influencer, talent management. Itu bagian dari ekosistem.
Kita harus lihatnya sebagai ekosistem yang utuh, enggak bisa cuma mendorong di salah satu sisinya saja. Di Indonesia misalnya sekarang susah dapat sponsor, karena mereka ini salah meletakkan telur. Meletakkan di keranjang mana, yang diharapkannya apa.
Ini jadi kesempatan buat kita semua memperbaiki ekosistemnya, karena esports ini besar banget dan works with the market it self. Itu juga penting buat sustainability industrinya.
Baca juga: Eksklusif Profil Raam Punjabi: Formula Jitu Multivision Merajai Jagat Sinema
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.