Penyanyi Adhitia Sofyan tampil pada hari kedua BNI Java Jazz Festival 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (3/6/2023). (Sumber gambar: Hypeabis/Eusebio Chrysnamurti)

Eksklusif Profil Adhitia Sofyan: Dari Musisi Kamar hingga Panggung Terbesar

02 September 2023   |   15:17 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Like
Saat dihubungi oleh Hypeabis.id via Zoom pada 20 Juli 2023 lalu, Adhitia Sofyan tampak sedang bersantai di depan kamar apartemennya. Musik, gitar, dan kamar menjadi tiga hal yang memang barangkali tidak bisa jauh-jauh dari sosok musisi berkacamata itu. Memang dia dikenal sebagai musisi kamar atau bedroom musician.

Dari kamar tidurnya, Adhitia banyak menciptakan lagu dengan lirik romantis nan liris dengan gitar akustik yang menjadi ciri khasnya. Lagu-lagunya tidak berisik dan kerap kali hanya diisi dengan melodi petikan gitar akustik. Namun, racikan musik yang sederhana dan lirik yang puitis itulah yang nyatanya berhasil membius banyak pendengar hingga dia memiliki banyak penggemar.

Pria yang karib disapa Adit itu boleh dibilang menjadi salah satu musisi populer di dalam negeri saat ini. Namanya sering muncul dalam berbagai acara konser dan festival musik sebagai penampil. Telah berkarier selama 15 tahun di belantika musik Tanah Air, nama Adhitia Sofyan tetap memiliki pendengar setianya meskipun kini banyak talenta baru bermunculan.

Baca juga: Hypereport: Perjalanan Musik Adhitia Sofyan, Masyhur dari Kamar Tidur

Adhitia Sofyan memulai karier bermusiknya sejak 1999 dengan membuat proyek musik solo. Bahkan, kala itu, salah satu lagunya, pernah memuncaki tangga lagu indie di radio Ardan FM Bandung. Namun, karier bermusiknya tidak lanjut dan dia justru berkecimpung di industri periklanan dengan menjadi desainer grafis di sebuah kantor periklanan.

Di samping bekerja sebagai karyawan kantoran, pria kelahiran Bandung itu akhirnya memutuskan untuk kembali bermusik. Dari kamar tidurnya, dia menciptakan sejumlah lagu dengan format akustik dan mulai merekamnya hingga menghasilkan mini album perdana berjudul I’m Not Getting Any Slimmer, So Here We Go... pada 2008.

Album yang terdiri atas 5 trek itu dia satukan dalam bentuk CD lalu dibagi-bagikan secara gratis kepada para pendengarnya. Oleh stasiun radio Prambors, dua trek dalam album itu, Adelaide Sky dan Memilihmu, lantas dipilih menjadi lagu andalan hingga berhasil menempati posisi puncak di tangga lagu NuBuzz.

Respons positif dari para penikmat musik Tanah Air kala itu akhirnya membuat asa Adhitia untuk menjadi musisi yang sempat terkubur itupun bangkit kembali.

Setelah itu, Adit kembali merilis album berjudul Quiet Down pada 2009 dan mengunggahnya di situs blog pribadinya. Dari situ, siapapun bisa mengunduh lagu-lagunya dengan gratis. Namun, dalam album ini, sang musisi akhirnya menggandeng distributor musik indie asal Jepang Disques Desinee dan Tower Records untuk mendistribusikan albumnya.

Begitu pun dengan album keduanya, Forget Your Plans (2010), Adhitia masih mengandalkan format musik akustik dan mendistribusikan karya-karyanya secara gratis. Kali ini, dia menggaet label Demajors sebagai distributor, dan kembali didistribusikan di Jepang secara eksklusif oleh perusahaan rekaman Production Desinee.

Sejak saat itu, namanya kian dikenal sebagai penyanyi sekaligus penulis lagu berbakat. Adit pun akhirnya mulai diundang untuk manggung di berbagai acara baik on air maupun off air.

Seiring namanya yang kian populer dan kariernya yang kian menanjak, dari manggung seadanya sebagai penyanyi solo dengan gitar akustiknya, perlahan Adit pun mulai memiliki tim yang terdiri dari manajer, sound, hingga full band yang membantunya dalam bermusik. Termasuk, dia juga sempat bergabung dengan label musik Demajors berkat arahan dari rekan sesama musisinya, Endah N Rhesa.

Selama 15 tahun kariernya di belantika musik Tanah Air, Adit setia dengan menciptakan lagu-lagu easy listening yang didominasi iringan gitar akustik.

Namun, musisi berusia 45 tahun itu tampak mulai ingin keluar dari zona nyamannya dengan mengeksplorasi genre musik yang berbeda. Hasilnya, dia tuangkan ke dalam album anyarnya bertajuk Stubborn Heart yang dirilis pada Mei 2023.

Dalam album tersebut, karya-karya musik akustik tidak lagi mendominasi seperti dalam rilisan sebelumnya. Kali ini, Adit menghadirkan lagu-lagu dengan aransemen musik yang lebih upbeat plus iringan gitar overdrive.

Hal ini juga menjadi salah satu bukti perkembangan musiknya yang berusaha untuk tetap relevan khususnya bagi kalangan pendengar yang lebih muda di tengah banyaknya penyanyi baru bermunculan.
 

Persiapan Adhitia Sofyan sebelum manggung. (Sumber gambar: Instagram/Adhitia Sofyan)

Persiapan Adhitia Sofyan sebelum manggung. (Sumber gambar: Instagram/Adhitia Sofyan)

Kepada Hypeabis.id, Adhitia Sofyan bercerita mengenai jatuh bangunnya menjadi musisi kamar, upayanya untuk mengejar passion-nya di bidang musik, pandangannya tentang perkembangan industri musik Indonesia saat ini, hingga pendapatnya tentang pembagian royalti musik digital yang dinilai belum layak bagi musisi. Termasuk, cerita tentang album terbarunya, Stubborn Heart.

Seperti apa? Berikut petikan obrolan kami.

Boleh Mas Adit ceritakan sebenarnya album Stubborn Heart ini bercerita tentang apa?
Kalau kalian menyimak, sebenarnya seluruh lagu dalam album itu adalah rangkaian cerita orang yang masih ingin berpegang teguh pada satu relationship yang sebetulnya impossible. Jadi yang satu sudah kehilangan gairah untuk jalan bareng-bareng, tapi yang satunya justru masih kekeuh pengen bareng.

Apakah materi dalam album Stubborn Heart masih ada kaitannya dengan album sebelumnya?
Ya sebenarnya kalau didengerin dari album Quiet Down itu nyambung ceritanya karena masih sama secara tematik.

Kalau dari musiknya, album Stubborn Heart sudah tidak terdengar akustik lagi. Boleh Mas Adit ceritakan eksplorasi musik yang dilakukan dalam album ini?
Sebenarnya sih ketika lagu-lagu dalam album itu masih berupa demo dan gue serahkan ke produser itu masih berbentuk akustik. Tapi lagu itu kan istilahnya bisa dikasih baju baik itu koplo, dangdut, atau jazz, sekalipun prinsip lagunya tetap akustik. Jadi memang produser gue yang kasih referensi musik yang lebih kekinian supaya tidak mengulang nuansa-nuansa akustik yang sudah ada di album-album sebelumnya.

Tren musik yang kekinian itu yang seperti apa sih? Dan seberapa jauh Mas Adit coba terapkan itu ke dalam karya-karya musik yang baru agar tetap terdengar relevan?
Aku sebenarnya bukan orang yang terlalu mengulik tapi kan musik-musik itu mau enggak mau datang ke kita misalnya dari TikTok. Jadi musik yang lagi tren itu adalah apa yang ada di TikTok sekarang ada yang modern, computer based music, termasuk musik-musik pop tahun 80-90-an.

Musik kekinian itu seperti ada evolusi, misalnya mengulang apa yang sudah ada dengan teknologi sekarang. Menurutku asyik-asyik aja karena selalu ada yang baru.

Sejauh ini tren musik kekinian yang coba aku terapkan ada di dalam album Stubborn Heart melalui referensi dari produserku yaitu Rendi dan Angga. Jadi mereka yang menawarkan referensi musik-musik saat ini, karena mereka juga lebih muda dan lebih rajin ngulik tentang musik. Di album baru ini jadi kita bisa lebih berjoget sedikit daripada galau nelangsa terus.

Dalam membuat lagu, sebenarnya inspirasi Mas Adit itu dari mana sih?
Banyaknya kisah personal sih tapi enggak bisa cerita lengkap disini. Kalau mau tahu harus ngopi sendiri sama aku berdua. Hehehehe.

Ada gak sih sosok musisi yang menginspirasi Mas Adit dalam membuat lagu?
Kalau bikin musik, itu bener-bener dari diri gue sendiri dan enggak mendengarkan musisi lain. Tapi sebisa mungkin gue sangat menjaga supaya lagu gue jangan sampai mirip dengan lagu orang lain. Gue sebenarnya juga bukan orang mendengarkan musik terus setiap hari.

Musik-musik yang banyak gue dengerin itu kayak musik jadul seperti Billie Holiday dan Chet Baker yang enggak ada hubungannya dengan musik yang gue ciptakan sekarang.

Mas Adit selama ini disebut-sebut sebagai musisi kamar, sebenarnya setuju enggak sih dengan itu?
Buat aku itu adalah term untuk jualan atau marketing ya. Pada akhir 2007 atau 2008, ketika aku mulai bermusik, keadaannya waktu itu musik-musik yang sering didengar adalah yang diproduksi secara maksimal di studio dengan sound yang proporsional.

Sementara waktu itu enggak banyak lagu yang sifatnya gonjrengan jujur dari hati atau bentuknya seperti demo. Padahal mungkin akan ada aja orang yang tertarik dengan itu. Akhirnya karena gue juga orangnya tidak begitu bersosialiasi dan enggak punya temen yang ngeband, gue mulai bikin lagu-lagu yang lirih. Gue hobi gitaran sendiri dan merekam sesuatu.

Awalnya itu juga gue enggak ada tujuan untuk nyemplung di industri musik, benar-benar bikin musik untuk diri sendiri. Jadi ya ketika mulai dikenal di salah satu radio, jadinya secara musisi kamar itu jadi semacam istilah untuk jualan.

Gue bikin semua lagu di kamar lalu vibe-nya juga lagu-lagu enggak berisik. Tapi itu semua terbawa sampai sekarang dan enggak apa-apa. Album satu dan dua itu vibe-nya masih bedroom, tapi kesini-kesini mulai band format.

Apakah Mas Adit sebelumnya pernah mengenyam pendidikan musik? Atau belajar musik secara otodidak?
Aku pernah les musik di Yayasan Musik Indonesia dan belajar gitar. Tapi gue enggak bisa baca musik dan enggak mengerti chord musik. Guru gitar itu sebenarnya temannya nyokap dan gue waktu itu enggak mau belajar teori tapi langsung main musik aja. Akhirnya jadi banyak mengulik lagu dan dari mendengarkan musik itulah gue belajar mengenal kunci gitar.

Mulai berkarya dari kamar, lalu kapan Mas Adit akhirnya memutuskan untuk berkarier secara profesional di industri musik?
Wah itu sih transisi yang lumayan panjang ya. Gue mulai bermusik itu bukan dari lingkungan musisi tapi orang kantoran, dan tidak punya akses untuk menerbitkan atau menjual lagu. Gue tidak punya pengetahuan itu. Akhirnya gue cuma upload lagu di 4Shared yang bisa diakses orang. Tapi lalu, karena ada orang-orang yang suka musik gue dan mulai diundang untuk manggung berarti mulai serius.

Waktu itu, gue kenal dengan Endah N Rhesa dan mereka tergabung dengan label Demajors. Gue minta dikenalin ke Demajors karena gue sudah mulai merasa perlu tim yang membantu gue. Akhirnya, mulai ada tim dan berkembang sampai sekarang. Transisinya lama, mulai dari gue yang masih kerja kantoran, setengah-setengah, sampai akhirnya gue full di musik itu prosesnya bertahun-tahun.

Setelah berkarier secara profesional seperti itu, ada transformasi yang kurang sesuai dengan harapan Mas Adit atau tidak? Ada pergulatan semacam itu enggak?
Enggak ada sama sekali. Passion gue memang di musik dan dari SMP sudah ingin terjun ke bidang musik. Transisinya enggak membuat gue kaget karena prosesnya terjadi sangat organik dan nyaman.

Mas Adit sudah berkarier musik selama 15 tahun, bagaimana memaknai capaian itu? Apa saja kesulitan yang Mas Adit hadapi?
Sebenarnya agak lucu karena di usia gue yang 30 tahunan waktu itu yang gue pikir akan settle di satu pekerjaan kantoran di periklanan, ternyata dikembalikan ke sesuatu yang senang gue kerjakan. Gue mensyukuri pekerjaan gue sebagai musisi karena sesuai passion. Istilahnya banyak kebebasan di waktu, jadi sesuatu yang nyaman gue lakukan.

Tantangannya sekarang adalah bagaimana caranya bisa tetap relevan dan bisa selalu masih ada. Karena sekarang sudah banyak musisi baru yang secara musik lebih keren dan pembawaan juga lebih oke.

Sementara kita adalah gerbong yang sudah berangkat lebih dulu, dan gimana caranya kita bisa tetap terlihat di tengah musisi-musisi muda yang hebat-hebat ini. Strategi yang kita lakukan selama ini adalah ya gimana caranya bisa selalu ada dengan produktif bikin musik. Sejauh ini, itu berhasil.

Menurut Mas Adit, bagaimana perkembangan industri musik di Indonesia saat ini?
Ya perkembangannya bagus dan festival musik sekarang makin banyak. Topik lagu-lagu yang dibawakan oleh musisi sekarang secara lirik berani, berbeda, dan unik. Saat ini, gue juga mengamati kalau orang merilis lagu berlomba-lomba mengikuti formulasi media sosial dalam hal promosi mulai dari pre-release sampai release seperti upload di YouTube Shorts dan TikTok.

Tapi di umur gue yang sekarang, gue enggak bisa terlalu catch up dengan hal itu dan akhirnya gue minta teman-teman yang lain di tim untuk mengurusi hal itu. Gue fokus bikin lagu aja.

Di zaman musik digital saat ini, menurut Mas Adit apakah pembagian royalti kepada musisi sudah cukup transparan dan berkeadilan?
Sepanjang yang aku amati, transparansi dan pembagian yang merata di royalti ini selalu bermasalah dari dulu sampai sekarang. Ini bukan hanya terjadi di dalam negeri tapi di luar negeri. Aku tidak tahu pasti kenapa. Tapi memang dalam hal ini pihak perusahaan streaming musik cenderung ambil bagian yang lebih besar sehingga musisi mendapatkan bagian yang lebih kecil jadi memang ada ketidakadilan.

Di Indonesia, ada juga kerancuan dalam organisasinya terkait manajemen pembagian royalti dan itu masih terus belangsung sampai saat ini belum ada solusi. Meski belum ketemu modelnya yang tepat seperti apa, gue berharap pembagian royalti ini seharusnya bisa membuat hidup musisi nyaman dan terjamin berkat karya-karya kita. Gampangnya, ya dinaikin lah pembagian angka royalti dari streaming lagu-lagu digital.

Ke depan, apa saja yang ingin Mas Adit eksplorasi dalam bermusik?
Kita masih jalan promosi musik di album yang baru ini. Mungkin sekali-sekali kita akan kembali lagi ke musik akustik. Gue juga sempat kepikiran untuk membuat projek yang bukan lagi menggunakan nama Adhitia Sofyan. Jadi gue keluar dari Adhitia Sofyan dan bikin musik sendiri sehingga bisa bebas dan jadi kertas bersih lagi.

Baca juga: Ternyata Begini Kisah di Balik Lagu Berjudul Seniman Karya Adhitia Sofyan
 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Pengalaman Menyusuri Ibukota dengan Transportasi Pintar LRT Jabodebek

BERIKUTNYA

Hypereport: Putuskan Pensiun Dini karena Frugal Living

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: