Stunting pengaruhi kognitif anak (Sumber gambar: Pixabay)

Stunting Pengaruhi Perkembangan Kognitif Anak, Begini Tip Memilih Metode Belajar yang Tepat

04 July 2023   |   22:32 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Like
Selain memengaruhi pertumbuhan fisik, stunting juga akan menghambat perkembangan kognitif anak. Kondisi ini menyebabkan fungsi otak anak dengan stunting berada di bawah anak normal seusianya. Akhirnya performa mereka menjadi kurang optimal di sekolah dan tertinggal dari anak lain.

Stunting sendiri merupakan gangguan tumbuh kembang pada anak yang ditandai tubuh lebih pendek dari anak-anak seusianya. Menurut World Health Organization (WHO), stunting bisa terjadi karena kurangnya asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi psikososial yang tak memadai.

Begitupun menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, serta tingkat produktivitas rendah. Kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup anak di masa depannya.

Baca juga: Lagi Viral, Cek 5 Fakta Seputar Stunting

"Seorang anak dikatakan stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus 2 deviasi pada kurva pertumbuhan WHO," kata Juliawaty Salim, Dokter Spesialis Anak di RS Mitra Keluarga Kemayoran.

Lebih lanjut dia menjelaskan, anak dengan kondisi stunting fungsi kognitifnya kurang optimal. Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir, mengingat, dan menyelesaikan masalah. Dengan kata lain anak dengan stunting cenderung kurang dalam aktivitas yang melibatkan kerja otak.

"Pada anak yang stunting, IQ-nya menurun kurang lebih 15 poin, ini juga akan mempengaruhi fungsi kognitif anak serta perilakunya," kata Juliawaty.

Lebih lanjut dia memaparkan, dengan perkembangan kognitif yang dibawah rata-rata akan membuat anak sulit beradaptasi dengan lingkungan belajarnya di sekolah. Selain itu, dikhawatirkan setelah dewasa nanti IQ yang rendah akan mempengaruhi performanya dalam bekerja.

"Dampak dari penurunan IQ pada anak di sekolah, nilainya jadi rendah dan kemungkinan angka drop out-nya juga lebih besar," kata dr Juliawaty.

Dalam mencegah hal tersebut, Irma Afriyanti Bakhtiary seorang psikolog anak, mengingatkan supaya orang tua selalu peka dengan setiap kebutuhan anak dalam proses belajarnya. Misalnya dengan mencari sekolah yang tepat dan bekerja sama dengan guru-gurunya di sekolah.

“Pilihlah sekolah yang jumlah muridnya sedikit, tapi gurunya banyak. Biasanya kalau muridnya sedikit, anak-anak nya lebih terlihat kelebihannya di mana dan area mana yang harus dikembangkan," kata Irma.

Lebih lanjut dia memaparkan, memang ada beberapa sekolah yang fleksibel, misalnya dengan membuat materi pelajaran tertentu jadi lebih mudah untuk anak yang belum bisa mengikuti dengan baik.

"Untuk anak-anak yang memang memiliki kekurangan dalam kognitif sebaiknya diberikan pelajaran sesuai dengan kemampuannya, kalau ada nilai yang kurang bisa diberikan les tambahan," jelas Irma.

Selain itu, hampir setiap sekolah saat ini memiliki guru BK (Bimbingan Konseling) yang akan membimbing anak menemukan arah minat dan bakatnya. Misalnya anak yang punya unggul di bidang seni nanti diberi bimbingan untuk mengembangkan bakatnya, bisa juga diikutkan lomba. "Tujuannya supaya dia lebih percaya diri dan enggak merasa down meskipun ada pelajaran tertentu yang kurang menonjol," lanjutnya.

Namun, Irma juga mengingatkan supaya orang tua tidak terlalu menekan anak saat belajar. Sebisa mungkin jangan menuntut anak untuk serba bisa di segala bidang, karena setiap anak punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Baca juga: 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak Kekurangan Gizi, Ini Dampaknya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Rumah Tangga Pun Ada Titik Jenuh, Begini Jalan Tengah Buat Pasangan

BERIKUTNYA

Menyimak Kisah Karya Dame mit Fächer, Lukisan Terakhir Gustav Klimt yang Laku Rp1,6 Triliun

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: