Review Film Onde Mande!, Tiada yang Salah dengan Niat Elok
03 July 2023 |
07:30 WIB
Onde Mande!, ucapan khas orang Minang ketika mendengar dan melihat sesuatu yang mengagetkan dan mengherankan. Dari judulnya saja, sudah sangat jelas bahwa film Onde Mande karya Paul Agusta mengangkat tema Minangkabau.
Film ini menceritakan kehidupan orang-orang yang tinggal di pinggiran Danau Maninjau di Desa Sigiran, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Saya tertarik menonton film ini karena tema dan ceritanya berbeda sekali dengan film-film Paul Agusta yang pernah saya tonton sebelumnya, ditambah dengan pemeran-pemeran yang sudah tidak diragukan seperti Emir Mahira, Shenina Cinnamon, Jajang C. Noer, Jose Rizal Manua, dan masih banyak pemeran kawakan lainnya.
Baca juga: 6 Fakta Menarik Film Onde Mande! yang Tayang 22 Juni 2023
Film dibuka dengan pemandangan Danau Maninjau yang dikelilingi oleh bukit. Diapit bukit dan danau itulah, Desa Sigiran berada. Pada pembukaan film, Sigiran digambarkan sebagai desa yang masih melestarikan budaya Minang, seperti anak-anak yang bermain alat musik tradisional dan berlatih silat.
Lalu, suara narator dengan bahasa minang mulai memperkenalkan tokoh utama, yaitu Angku Wan (Musa Dahrizal), seorang lelaki tua yang sangat cinta dengan kampung halamannya sampai ditinggal oleh istri dan anaknya untuk merantau ke Jakarta. Kecintaan Angku Wan kepada Sigiran membuatnya mengumpulkan kartu undian dari sebuah produk sabun cuci dengan hadiah utama senilai Rp2 miliar.
Onde Mande!, ternyata benar Angku Wan kelar sebagai pemenang utama. Hadiah Rp2 miliar itu akan digunakannya untuk membangun kampung halaman, agar warga Sigiran tidak terlalu bergantung dengan Danau Maninjau, yang diceritakan 15 tahun sekali tidak akan menghasilkan ikan karena keracunan belerang yang turun dari gunung di sekitarnya. Namun, sayang seribu sayang, Angku Wan ditemukan meninggal dunia pada pagi hari setelah pengumuman undian.
Meninggalnya Angku Wan membuat Uda Am (Jose Rizal Manua) dan istrinya, Ni Ta (Jajang C. Noer) mengumpulkan Haji Ilyas (Yusril Katil), saudara jauh Angku Wan, beserta Uda Nas (Reza Afre), dan Uda Dodi (Rocky Romansyah), perangkat desa untuk membantu mereka agar keinginan terakhir Angku Wan dapat terwujud dengan uang Rp2 itu, yang dimenangkan oleh Almarhum.
Mereka berniat untuk menyembunyikan meninggalnya Angku Wan kepada perusahaan sabun cuci. Haji Ilyas menentang keras ide Uda Am dan menyuruh kedua putranya, Huda (Shahabi Shakri) dan Hadi (Ail Ditto) untuk mencari pewaris sah yaitu istri dan anak Angku Wan di Jakarta.
Uda Nas dan Uda Dodi sepakat untuk menyukseskan rencana Uda Am. Sayangnya, onde mande momen datang lagi, perwakilan dari perusahaan sabun cuci yaitu Anwar (Emir Mahira) dan Dadang (Oscar Lolang) akan datang ke Sigiran untuk melakukan verifikasi dan menyerahkan hadiah secara langsung. Akhirnya, anak Uda Am yaitu Mar (Shenina Cinnamon) dan Afdhal (Rivanzsa Alfath) ikut membantu untuk mengelabuhi Anwar dan Dadang.
Film ini beralur sangat lambat karena lebih banyak menceritakan koordinasi dan interaksi warga desa sebelum akhirnya Anwar dan Dadang datang yang menjadi antiklimaks dari inti cerita. Namun, alur yang lambat ini berhasil memperkenalkan penonton kepada budaya minang dengan lebih dalam. Penonton sendiri akan teringat tabiat dan kelakuan orang Minang yang ada di sekitarnya, ketika melihat kelakuan Ni Ta yang oportunis, Haji Ilyas yang Teguh pendirian, dan anak-anak mereka yang nurut-nurut banget dengan rencana orangtuanya.
Film ini semakin menarik karena menggunakan bahasa Minang dan menghadirkan kuliner-kuliner khas minang yang jarang orang luar ketahui seperti teh talua, gulai pakis, dan salalawak. Beruntung saya menonton film ini dengan orang Minang, jadi saya bisa notice dengan budaya minang yang belum saya ketahui sebelumnya. Adegan ikonik dari film ini yatu pada saat Afdhal menanyakan keberadaan Uda Dodi di kantor desa.
Dialog minang yang terdengar seperti sahutan da do dodi da yang cepat dan berulang-ulang dengan kamera pan left - pan right membuat penonton tertawa karena memang seunik itu bahasa daerah di Indonesia yang sangat beragam. Adegan yang paling saya ingat lainnya adalah ketika Afdhal terburu-terburu menemui Mar dan Uda Nas sampai lupa mengucapkan salam.
Mar dan Uda Nas langsung menegur dan mengingatkan Afdhal untuk tidak lupa dengan adat dan agama. Adegan ini sangat memperlihatkan kepada penonton bahwa orang-orang minang selalu menjunjung adat dan agama bahkan dari hal yang kecil seperti mengucapkan salam.
Plot twist yang dihadirkan oleh Paul Agusta dan tim membuat film ini semakin Onde Mande. Menurut saya, film ini memiliki premis dan plot yang sederhana, tetapi dibuat dengan baik sehingga mampu menghibur dan menarik penonton untuk ikut terhanyut dengan kepanikan, ketenangan, dan kesedihan yang dimainkan dengan baik oleh para pemerannya.
Saya memuji penampilan para pemain yang berhasil memainkan karakter minangkabau yang pas dan tidak berlebihan. Aksi dan reaksi yang diperankan oleh para pemain terlihat sangat natural khususnya Emir Mahira yang menjadi pusat perhatian di akhir cerita. Film ini bisa menjadi drama komedi yang hangat untuk ditonton berulang-ulang karena kehangatan dan kesederhanaannya apalagi bagi orang-orang minang yang rindu akan kampung halamannya. Film yang sangat pantas untuk bisa dipilih dalam Far East Film Festival 2023 di Italia.
Berkali-kali, Ni Ta menyampaikan bahwa niat elok akan membawa kita kepada kebaikan serumit apapun usaha yang harus dilakukan. Onde mande, niat elok inilah yang menjadi pesan moral bahwa rezeki tidak akan kemana selama niat elok yang menjadi landasannya.
Terima kasih kepada Paul Agusta beserta tim pemain dan pembuat film yang sudah menghadirkan film yang terinspirasi dari kampung halaman ayah Paul Agusta, Leon Agusta, di tengah penonton yang selalu merindukan kesederhanaan dan kehangatan dari kehidupan di kampung halaman.
Baca juga: 6 Rekomendasi Film Indonesia Hasil Adaptasi Novel Populer
Editor: Dika Irawan
Disclaimer: Seluruh konten dalam tulisan ini merupakan hasil karya artikel yang bersangkutan sebagai penulis independen. Hypeabis.id tidak bertanggung jawab jika di kemudian hari terdapat kekeliruan atau gugatan dari pihak lain.
Film ini menceritakan kehidupan orang-orang yang tinggal di pinggiran Danau Maninjau di Desa Sigiran, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Saya tertarik menonton film ini karena tema dan ceritanya berbeda sekali dengan film-film Paul Agusta yang pernah saya tonton sebelumnya, ditambah dengan pemeran-pemeran yang sudah tidak diragukan seperti Emir Mahira, Shenina Cinnamon, Jajang C. Noer, Jose Rizal Manua, dan masih banyak pemeran kawakan lainnya.
Baca juga: 6 Fakta Menarik Film Onde Mande! yang Tayang 22 Juni 2023
Film dibuka dengan pemandangan Danau Maninjau yang dikelilingi oleh bukit. Diapit bukit dan danau itulah, Desa Sigiran berada. Pada pembukaan film, Sigiran digambarkan sebagai desa yang masih melestarikan budaya Minang, seperti anak-anak yang bermain alat musik tradisional dan berlatih silat.
Lalu, suara narator dengan bahasa minang mulai memperkenalkan tokoh utama, yaitu Angku Wan (Musa Dahrizal), seorang lelaki tua yang sangat cinta dengan kampung halamannya sampai ditinggal oleh istri dan anaknya untuk merantau ke Jakarta. Kecintaan Angku Wan kepada Sigiran membuatnya mengumpulkan kartu undian dari sebuah produk sabun cuci dengan hadiah utama senilai Rp2 miliar.
Onde Mande!, ternyata benar Angku Wan kelar sebagai pemenang utama. Hadiah Rp2 miliar itu akan digunakannya untuk membangun kampung halaman, agar warga Sigiran tidak terlalu bergantung dengan Danau Maninjau, yang diceritakan 15 tahun sekali tidak akan menghasilkan ikan karena keracunan belerang yang turun dari gunung di sekitarnya. Namun, sayang seribu sayang, Angku Wan ditemukan meninggal dunia pada pagi hari setelah pengumuman undian.
Meninggalnya Angku Wan membuat Uda Am (Jose Rizal Manua) dan istrinya, Ni Ta (Jajang C. Noer) mengumpulkan Haji Ilyas (Yusril Katil), saudara jauh Angku Wan, beserta Uda Nas (Reza Afre), dan Uda Dodi (Rocky Romansyah), perangkat desa untuk membantu mereka agar keinginan terakhir Angku Wan dapat terwujud dengan uang Rp2 itu, yang dimenangkan oleh Almarhum.
Mereka berniat untuk menyembunyikan meninggalnya Angku Wan kepada perusahaan sabun cuci. Haji Ilyas menentang keras ide Uda Am dan menyuruh kedua putranya, Huda (Shahabi Shakri) dan Hadi (Ail Ditto) untuk mencari pewaris sah yaitu istri dan anak Angku Wan di Jakarta.
Uda Nas dan Uda Dodi sepakat untuk menyukseskan rencana Uda Am. Sayangnya, onde mande momen datang lagi, perwakilan dari perusahaan sabun cuci yaitu Anwar (Emir Mahira) dan Dadang (Oscar Lolang) akan datang ke Sigiran untuk melakukan verifikasi dan menyerahkan hadiah secara langsung. Akhirnya, anak Uda Am yaitu Mar (Shenina Cinnamon) dan Afdhal (Rivanzsa Alfath) ikut membantu untuk mengelabuhi Anwar dan Dadang.
Film ini beralur sangat lambat karena lebih banyak menceritakan koordinasi dan interaksi warga desa sebelum akhirnya Anwar dan Dadang datang yang menjadi antiklimaks dari inti cerita. Namun, alur yang lambat ini berhasil memperkenalkan penonton kepada budaya minang dengan lebih dalam. Penonton sendiri akan teringat tabiat dan kelakuan orang Minang yang ada di sekitarnya, ketika melihat kelakuan Ni Ta yang oportunis, Haji Ilyas yang Teguh pendirian, dan anak-anak mereka yang nurut-nurut banget dengan rencana orangtuanya.
Film ini semakin menarik karena menggunakan bahasa Minang dan menghadirkan kuliner-kuliner khas minang yang jarang orang luar ketahui seperti teh talua, gulai pakis, dan salalawak. Beruntung saya menonton film ini dengan orang Minang, jadi saya bisa notice dengan budaya minang yang belum saya ketahui sebelumnya. Adegan ikonik dari film ini yatu pada saat Afdhal menanyakan keberadaan Uda Dodi di kantor desa.
Dialog minang yang terdengar seperti sahutan da do dodi da yang cepat dan berulang-ulang dengan kamera pan left - pan right membuat penonton tertawa karena memang seunik itu bahasa daerah di Indonesia yang sangat beragam. Adegan yang paling saya ingat lainnya adalah ketika Afdhal terburu-terburu menemui Mar dan Uda Nas sampai lupa mengucapkan salam.
Mar dan Uda Nas langsung menegur dan mengingatkan Afdhal untuk tidak lupa dengan adat dan agama. Adegan ini sangat memperlihatkan kepada penonton bahwa orang-orang minang selalu menjunjung adat dan agama bahkan dari hal yang kecil seperti mengucapkan salam.
Plot twist yang dihadirkan oleh Paul Agusta dan tim membuat film ini semakin Onde Mande. Menurut saya, film ini memiliki premis dan plot yang sederhana, tetapi dibuat dengan baik sehingga mampu menghibur dan menarik penonton untuk ikut terhanyut dengan kepanikan, ketenangan, dan kesedihan yang dimainkan dengan baik oleh para pemerannya.
Saya memuji penampilan para pemain yang berhasil memainkan karakter minangkabau yang pas dan tidak berlebihan. Aksi dan reaksi yang diperankan oleh para pemain terlihat sangat natural khususnya Emir Mahira yang menjadi pusat perhatian di akhir cerita. Film ini bisa menjadi drama komedi yang hangat untuk ditonton berulang-ulang karena kehangatan dan kesederhanaannya apalagi bagi orang-orang minang yang rindu akan kampung halamannya. Film yang sangat pantas untuk bisa dipilih dalam Far East Film Festival 2023 di Italia.
Berkali-kali, Ni Ta menyampaikan bahwa niat elok akan membawa kita kepada kebaikan serumit apapun usaha yang harus dilakukan. Onde mande, niat elok inilah yang menjadi pesan moral bahwa rezeki tidak akan kemana selama niat elok yang menjadi landasannya.
Terima kasih kepada Paul Agusta beserta tim pemain dan pembuat film yang sudah menghadirkan film yang terinspirasi dari kampung halaman ayah Paul Agusta, Leon Agusta, di tengah penonton yang selalu merindukan kesederhanaan dan kehangatan dari kehidupan di kampung halaman.
Baca juga: 6 Rekomendasi Film Indonesia Hasil Adaptasi Novel Populer
Editor: Dika Irawan
Disclaimer: Seluruh konten dalam tulisan ini merupakan hasil karya artikel yang bersangkutan sebagai penulis independen. Hypeabis.id tidak bertanggung jawab jika di kemudian hari terdapat kekeliruan atau gugatan dari pihak lain.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.