Aktor-aktor dalam set syuting

Bangkit dari Reruntuhan Masa Lalu dengan Sentuhan Sempurna, West Side Story (2021) Berhasil Memukau

29 March 2022   |   10:31 WIB
Image
Imaduddin Aulia Mahasiswa FKG Unpad

Like
Pertama kali saya menyaksikan end credits film ini, di mana bayang-bayang Upper West Side mulai menjalar ke dinding-dinding arsitektur tempat pertikaian film ini berada (sepertinya terinspirasi dari adegan montage dari film Rumble Fish garapan Francis Ford Coppola yang dirilis pada tahun 1983) dan tulisan “FOR DAD” yang berwarna kuning dan dalam ukuran besar muncul pada layar, saya terbelalak heran dengan apa yang saya telah tonton.

Bagaimana bisa Steven Spielberg dan kawan-kawan mampu melakukan semua itu? West Side Story merupakan momen di mana Spielberg, raja dan penemu film blockbuster (filmnya Jaws merupakan film blockbuster pertama yang pernah dirilis, kata “blockbuster” sendiri berasal dari betapa panjangnya antrian penonton untuk memasuki bioskop dan menyaksikan film tersebut; antriannya menjalar sampai ke beberapa blok dari bioskop yang menayangkan film yang berkisah tentang ikan hiu pemakan manusia tersebut), merebut kembali singgasana sutradara blockbuster dari berbagai pesaing modern saat ini.

Film ini mampu merauk 7 nominasi di Academy Award ke-94, termasuk Best Picture, Best Director, dan Best Supporting Actress, dan dianggap sebagai salah satu film terbaik keluaran tahun 2021 oleh berbagai outlet kritikus film internasional, seperti Chicago Film Critics Association, New York Film Critics Online, dan London Film Critics’ Circle.

Hebatnya lagi, di tengah-tengah maraknya rilisan film superhero yang menjadi perbincangan hangat selama satu dekade lebih dan seringkali dianggap oleh banyak orang, baik orang awam ataupun sineas, sebagai satu-satunya tipe film yang dapat memikat perhatian penonton sekarang ini, Steven Spielberg mampu merilis passion projectnya yang memukau dan berupa sebuah remake dari salah satu musical terbaik di era tahun 1960-an yang memenangkan 10 piala Oscar, termasuk pula Best Picture, dan film itu juga merupakan sebuah adaptasi dari sebuah pertunjukan musikal Broadway tahun 1957 yang berjudul sama, dan pertunjukan musical tersebut terinspirasi dari kisah drama William Shakespeare yang berjudul “Romeo and Juliet”. Dalam sebuah mukjizat yang datang sekali seumur hidup, Spielberg mampu membuat sebuah remake yang dapat dikatakan lebih bagus dari film orisinalnya.

Seperti dua versi West Side Story yang telah dirilis pada tahun 1957 dan 1961, film ini menceritakan sebuah kisah cinta yang terbengkalai dan terlarang antara Tony (dimainkan oleh Ansel Elgort dalam penampilan yang cukup memukau) dan Maria (dimainkan dalam penampilan yang lebih memukau oleh aktor debutan Rachel Zegler) di tengah perseteruan antara grup Jets, yang berisi anggota komplotan berkulit putih, dan grup Sharks, yang berisi anggota komplotan dari Puerto Riko, dengan tujuan untuk menguasai daerah West Side di Manhattan, New York.

Walaupun kedua geng tersebut diimpilikasikan sudah sering berkelahi dengan satu sama lain oleh karena alasan rasial dan ideologis, asal muasal pertikaian utama mereka di film ini dimulai ketika Tony, mantan kapten grup Jets, muncul secara tiba-tiba di sebuah event menari di gymnasium daerah setempat dan mulai naksir dengan Maria di belakang kursi tingkat gymnasium, padahal sebelumnya dia menolak ajakan untuk ikut acaranya dari kapten grup Jets sekarang yang bernama Riff (dimainkan oleh Mike Faist).

Hal ini merangsang amarah kakak Maria yang bernama Bernardo (dimainkan oleh David Alvarez) yang menganggap cinta tersebut terlarang dan tidak boleh dilakukan. Akibatnya, konflik di antara kedua geng tersebut pun kian memanas.

Balik lagi ke titik awal, film Spielberg ini dimulai dengan sebuah tracking shot khas dari sutradaranya melewati reruntuhan wilayah Upper West Side di mana tengah sedang dibangun Lincoln Center. Latar tersebut menginformasikan para penonton bagaimana Spielberg dan penulis skenario Tony Kushner mendekati cerita klasik ini: dengan memperbaiki setiap hal yang kurang pas untuk ditayangkan di era modern ini dan merapikan struktur filmnya untuk menjadi lebih apik dan menarik.  

Film keluaran 2021 ini kurang tertarik untuk menampilkan perlawanan kondisi rasial dan ideologis antara dua kelompok yang berbeda, namun lebih tertarik kepada bagaimana kedua kelompok tersebut ingin mengembalikan martabat dan hakekat ideologis mereka kepada status yang didirikan pada masa lalu; sebuah konflik yang meta, di mana film ini juga merupakan sebuah remake dari film klasik dari enam dekade yang lalu. Karakter-karakter dalam film ini tidak ingin mempertanyakan atau bahkan melawan status quo yang telah didirikan dari versi sebelumnya, melainkan ingin mengambil status quo yang sudah ada dan mencocokkannya pada masa sekarang.

Sudut pandang ini juga sudah jelas terlihat dari frame pertama. West Side Story yang lama dimulai dengan shot yang melayang di atas New York City yang megah, mewah, dan menawan, sebelum perlahan-lahan transisi ke daerah West Side di mana filmnya akan sesungguhnya mulai. Bagi banyak orang, hal tersebut merupakan hal yang kecil dan sepele, namun filmnya mendasarkan identitasnya pada latar yang tampaknya makmur dan sejahtera, sebelum lanjut ke tempat yang kumuh dan kurang terawat, seperti apa yang dirasakan oleh para imigran ketika mereka masuk ke Amerika pada masa itu. Berbeda dengan versi film yang baru, di mana filmnya dimulai di area West Side yang tak bergedung, walaupun latar waktunya hampir sama. Hal itu menunjukkan bagaimana kondisi geopolitik Amerika yang terbengkalai pada masa modern ini mempengaruhi para imigran untuk membangun sudut pandang yang baru terhadap lokasi yang sudah terkenal.

Tentunya mendiskusikan sebuah film musikal tanpa membahas koregrafi dansa dan musiknya merupakan hal yang tidak masuk akal, dan saya dengan senang hati dapat menginformasikan bahwa soundtrack-nya Leonard Bernstein dan Stephen Sondheim (dengan aransemen baru dari David Newman) merupakan sebuah update yang sukses. Setiap lagu di film ini sungguh memesona dan catchy. Sebuah highlight menurut saya adalah lagu "Mambo" dalam adegan menari di gymnasium, di mana tidak hanya aktor-aktornya yang menari, namun kameranya juga ikut berdansa, bergerak ke atas dan ke bawah berusaha untuk menangkap atmosfer gaduh di tengah perseteruan dansa antara grup Jets dan Sharks. Sebagai pengagum karya-karyanya Steven Spielberg, saya menganggap adegan tersebut sebagai salah satu adegan terbaik yang pernah digarapi oleh Spielberg. Adegan tersebut hanya bisa ditonton secara full di bioskop untuk mendapatkan intensitas sepenuhnya.

Melihat aspek teknikalnya, West Side Story juga menandakan pencapaian yang menakjubkan dalam filmografi Spielberg, ditandai dengan sinematografi dan editing yang tidak kalah memukau. Pada kolaborasinya dengan sinematografer Janusz Kaminski yang ke-19 dan editor Michael Kahn yang ke-30, Spielberg mampu menunjukkan bahwa dia belum kehilangan talenta khususnya untuk mengombinasikan gerakan kamera dengan gerakan subyek di dalam kamera secara sempurna dan sekaligus menyajikan komposisi visualnya yang tidak terkalahkan eloknya, dengan susunan struktur editing yang rapi dan kreatif (contohnya adalah adegan pengulangan lagu “Tonight”, di mana filmnya bergantian menampilkan Maria bersiap-siap untuk pergi dari Manhattan, geng Sharks dan Jets bersiap-siap untuk bertarung di gudang garam, dan Tony berusaha untuk melerai dan meniadakan pertarungan tersebut, di mana adegan montagenya mengalir dalam ritme dan gerakan yang pas, sehingga adegannya terkesan dahsyat). Talenta seperti itu hanya datang sekali atau dua kali dalam setiap generasi. Orson Welles, Akira Kurosawa, Max Ophuls, semuanya cendekiawan pada soal gerakan kamera dan editing. Generasi kita mendapatkan sosok Steven Spielberg, dan kita sebagai penggemar film harus bersyukur bahwa beliau masih bisa merilis sebuah mahakarya di tengah pandemi dan di usianya yang beranjak 80 tahun.

Setelah sekian banyak pujian terhadap film ini, mungkin saya belum menyebutkan beberapa kekurangan kecil yang film ini lakukan (babak kedua dari film ini lebih monoton dibandingkan babak pertama dan ketiga, tidak semua aktor penampilannya berada dalam level kualitas yang sama, dan hal kecil lainnya), namun saya tidak mementingkan semua itu kalau filmnya segini bagusnya. Film garapan Steven Spielberg ini adalah salah satu pencapaian artistik titik tertinggi dalam karirnya yang hampir setua dirinya. Akhir kata, saya hanya bisa berharap film ini dapat memikat hati orang lain seperti film ini memikat hati saya. Sebuah mahakarya.  

SEBELUMNYA

Main Game Kirby and the Forgotten Land? Cek Dulu Panduan Ini 

BERIKUTNYA

KERUSUHAN DIBAIK 98

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: