Bioskop Online Perpanjang Penayangan Film Pesantren
01 July 2023 |
08:40 WIB
1
Like
Like
Like
Ada kabar gembira bagi kalian yang belum sempat menonton film Pesantren. Platform over the top Bioskop Online memperpanjang penayangannya sampai dengan 23 Juli tahun ini sebagai bagian dari upaya manajemen menyajikan pengalaman kepada pencinta film Indonesia pada masa libur Iduladha.
Bonifacius Soemarmo, VP Growth & Marketing Digital Business Visinema, mengatakan film Pesantren adalah karya yang banyak ditunggu oleh para pencinta film di dalam negeri.
"Dan semoga pada momen libur Lebaran Iduladha kali ini film Pesantren bisa menjadi tontonan hangat bagi keluarga," Katanya.
Baca juga: Cerita Sutradara Shalahuddin Siregar Berikan Sudut Pandang Lain dari Dalam Pesantren
Dia menuturkan karya berjudul Pesantren ini memberikan pandangan baru mengenai ajaran-ajaran toleransi beragama, kesetaraan gender, dan membuat penonton lebih memahami bahwa para santri bukan cuma belajar mengaji di dalam pesantren. Mereka juga mendapatkan pelajaran yang dapat membuat berpikir kritis.
Pesantren adalah sebuah film yang menggambarkan kehidupan di pesantren dengan segala cerita dan keunikan yang ada di dalamnya. Menurutnya, film ini telah mendapatkan sambutan yang hangat dan respons positif dari penonton sejak dirilis pada 24 Mei 2023.
Melalui kisah yang penuh inspirasi dan pengharapan, karya ini mengajak penonton untuk menyelami pengalaman hidup di pesantren dan merasakan kehangatan serta nilai-nilai kebersamaan yang terdapat di dalamnya. "Dengan cerita yang menginspirasi dan penuh dengan nilai-nilai kehidupan, film ini berhasil masuk ke berbagai festival lokal dan internasional," Katanya.
Dia menuturkan, beberapa festival itu di antaranya adalah kompetisi XXIXXI Asiatica Film Festival 2020 dan terpilih di International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. IDFA adalah festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia.
Menurutnya, film ini juga telah tayang di Madani International Film Festival dan sempat ditayangkan di The University of British Columbia pada Maret 2022. "Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan antusiasme yang luar biasa dari semua penonton yang telah memberikan apresiasi kepada film Pesantren," ujarnya.
Dia menuturkan bahwa para pencinta film di dalam negeri dapat menikmati karya ini bersama dengan keluarga, teman, dan orang terdekat. Menurutnya, film ini akan memberikan kehangatan dan kebersamaan ketika menyaksikannya.
Tidak hanya itu, penayangan film ini juga menjadi momen berbagi karena sebagian pendapatan dari setiap pembelian tiket akan didonasikan ke Rumah Zakat. Donasi akan disalurkan dalam rangka membantu pesantren dan santri di desa berdaya binaan Rumah Zakat.
Untuk diketahui, Sutradara Shalahuddin Siregar memiliki sejumlah karya dokumenter yang memiliki ciri khas dan beberapa di antaranya memenangkan sejumlah penghargaan, sebelum mengarahkan penggarapan film Pesantren.
Udin memiliki latar belakang sebagai seorang akuntan. Profesi itu tidak membuatnya mengalami kesulitan dalam membuat sejumlah film. Bukan tanpa sebab, sejumlah lokakarya diikutinya untuk menambah kemampuannya di bidang perfilman seperti Berlinale Talents, IDFA Academy, Tokyo Talents, dan sebagainya.
Selain Pesantren, dia tercatat telah menyutradarai dan memproduksi tiga film panjang dokumenter. Semua karyanya telah diputar di beberapa festival film internasional. Salah satunya di ajang International Documentary Film Festival Amsterdam dan Dok-Leipzig.
Sementara itu, salah satu film dokumenter garapannya adalah berjudul Negeri di Bawah Kabut. Film dokumenter tersebut dirilis pada 2011 dan bercerita tentang kehidupan masyarakat petani di sebuah desa di bawah kaki Gunung Merbabu, yakni Desa Genikan.
Ide cerita film itu muncul saat dia melihat salah seorang warga desa yang memilih menghancurkan hasil panennya sendiri berupa sayur kubis. Langkah itu dilakukan karena harga jual di pasar yang anjlok, yakni hanya Rp150 per kilogram.
Negeri di Bawah Kabut berhasil memenangkan Muhr Asia Africa Special Jury Prize, Dubai International Film Festival untuk kategori film dokumenter. Sementara di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2012, karyanya itu memenangkan beberapa penghargaan, seperti Geber Award, NETPAC Award, dan Special Mention.
Film dokumenter lain yang dibuat oleh Udin adalah berjudul Lagu untuk Anakku. Karya ini film ini berkisah tentang para penyintas tragedi 1965. Dahulu, para penyintas ini diasingkan atau dipenjara. Selama di penjara, sebagian dari mereka aktif menulis lagu tentang ibu, anak, dan kisah cinta.
Baca juga: Berkenalan dengan Shalahuddin Siregar, Sutradara Film Pesantren
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Bonifacius Soemarmo, VP Growth & Marketing Digital Business Visinema, mengatakan film Pesantren adalah karya yang banyak ditunggu oleh para pencinta film di dalam negeri.
"Dan semoga pada momen libur Lebaran Iduladha kali ini film Pesantren bisa menjadi tontonan hangat bagi keluarga," Katanya.
Baca juga: Cerita Sutradara Shalahuddin Siregar Berikan Sudut Pandang Lain dari Dalam Pesantren
Dia menuturkan karya berjudul Pesantren ini memberikan pandangan baru mengenai ajaran-ajaran toleransi beragama, kesetaraan gender, dan membuat penonton lebih memahami bahwa para santri bukan cuma belajar mengaji di dalam pesantren. Mereka juga mendapatkan pelajaran yang dapat membuat berpikir kritis.
Pesantren adalah sebuah film yang menggambarkan kehidupan di pesantren dengan segala cerita dan keunikan yang ada di dalamnya. Menurutnya, film ini telah mendapatkan sambutan yang hangat dan respons positif dari penonton sejak dirilis pada 24 Mei 2023.
Melalui kisah yang penuh inspirasi dan pengharapan, karya ini mengajak penonton untuk menyelami pengalaman hidup di pesantren dan merasakan kehangatan serta nilai-nilai kebersamaan yang terdapat di dalamnya. "Dengan cerita yang menginspirasi dan penuh dengan nilai-nilai kehidupan, film ini berhasil masuk ke berbagai festival lokal dan internasional," Katanya.
Dia menuturkan, beberapa festival itu di antaranya adalah kompetisi XXIXXI Asiatica Film Festival 2020 dan terpilih di International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. IDFA adalah festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia.
Menurutnya, film ini juga telah tayang di Madani International Film Festival dan sempat ditayangkan di The University of British Columbia pada Maret 2022. "Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan antusiasme yang luar biasa dari semua penonton yang telah memberikan apresiasi kepada film Pesantren," ujarnya.
Dia menuturkan bahwa para pencinta film di dalam negeri dapat menikmati karya ini bersama dengan keluarga, teman, dan orang terdekat. Menurutnya, film ini akan memberikan kehangatan dan kebersamaan ketika menyaksikannya.
Tidak hanya itu, penayangan film ini juga menjadi momen berbagi karena sebagian pendapatan dari setiap pembelian tiket akan didonasikan ke Rumah Zakat. Donasi akan disalurkan dalam rangka membantu pesantren dan santri di desa berdaya binaan Rumah Zakat.
Untuk diketahui, Sutradara Shalahuddin Siregar memiliki sejumlah karya dokumenter yang memiliki ciri khas dan beberapa di antaranya memenangkan sejumlah penghargaan, sebelum mengarahkan penggarapan film Pesantren.
Udin memiliki latar belakang sebagai seorang akuntan. Profesi itu tidak membuatnya mengalami kesulitan dalam membuat sejumlah film. Bukan tanpa sebab, sejumlah lokakarya diikutinya untuk menambah kemampuannya di bidang perfilman seperti Berlinale Talents, IDFA Academy, Tokyo Talents, dan sebagainya.
Selain Pesantren, dia tercatat telah menyutradarai dan memproduksi tiga film panjang dokumenter. Semua karyanya telah diputar di beberapa festival film internasional. Salah satunya di ajang International Documentary Film Festival Amsterdam dan Dok-Leipzig.
Sementara itu, salah satu film dokumenter garapannya adalah berjudul Negeri di Bawah Kabut. Film dokumenter tersebut dirilis pada 2011 dan bercerita tentang kehidupan masyarakat petani di sebuah desa di bawah kaki Gunung Merbabu, yakni Desa Genikan.
Ide cerita film itu muncul saat dia melihat salah seorang warga desa yang memilih menghancurkan hasil panennya sendiri berupa sayur kubis. Langkah itu dilakukan karena harga jual di pasar yang anjlok, yakni hanya Rp150 per kilogram.
Negeri di Bawah Kabut berhasil memenangkan Muhr Asia Africa Special Jury Prize, Dubai International Film Festival untuk kategori film dokumenter. Sementara di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2012, karyanya itu memenangkan beberapa penghargaan, seperti Geber Award, NETPAC Award, dan Special Mention.
Film dokumenter lain yang dibuat oleh Udin adalah berjudul Lagu untuk Anakku. Karya ini film ini berkisah tentang para penyintas tragedi 1965. Dahulu, para penyintas ini diasingkan atau dipenjara. Selama di penjara, sebagian dari mereka aktif menulis lagu tentang ibu, anak, dan kisah cinta.
Baca juga: Berkenalan dengan Shalahuddin Siregar, Sutradara Film Pesantren
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.