Wujud Konsistensi & Eksplorasi Perupa Nunung WS dalam Pameran The Spirit Within
20 June 2023 |
11:00 WIB
"Kita harus ngedan!". Kalimat singkat tapi menohok itu diucapkan pelukis Kartika Affandi kepada Nunung WS sekitar tahun 1970-an. Kala itu, Nunung WS baru menapaki kariernya sebagai pelukis selepas menyelesaikan studi di Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera).
Bukan tanpa sebab putri maestro Affandi itu melontarkan kalimat tersebut. Bagi Kartika, sebagai pelukis, perempuan sedikit banyaknya akan menghadapi rintangan karena harus berbagi tanggung jawab sebagai seorang istri sekaligus ibu. Maka, hanya dengan kegilaan atau konsistensi melukis lah, mereka bisa menjadi pelukis seutuhnya.
Selain Kartika, maestro abstrak Nashar juga mendorong sekaligus turut membentuk sikap berkesenian seorang Nunung WS. Pada masa-masa awal Nunung WS mulai memamerkan lukisannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta yang pada tahun 1970-an menjadi poros kebudayaan, Nashar menanamkan bahwa kunci menjadi pelukis hanya melukis dan berpameran.
Nunung pun membuktikan keedanan dan konsistensinya untuk tetap melukis. Terbukti, di usianya yang sudah menginjak tujuh dekade, perempuan bernama asli Siti Nurbaya tersebut masih tetap produktif melukis. Kini, koleksi karyanya yang menjadi rekam jejak kariernya sebagai pelukis hampir enam dekade ditampilkan dalam pameran The Spirit Within di Galeri Nasional hingga 26 Juni 2023.
Baca juga: Menjaring Lanskap Imajiner Prabu Perdana dalam Pameran In Another Land di Artsphere Gallery
Karier Nunung sebagai pelukis merentang sejak awal dekade 1970-an hingga hari ini. Ratusan lukisan telah diciptakannya. Selain konsistensi, sejumlah gaya ungkap juga telah dia tuangkan ke dalam kanvas-kanvasnya. The Spirit Within atau yang berarti Satu dalam Manunggal adalah sebuah pameran retrospektif oleh Nunung WS yang menghadirkan setidaknya 30 lukisan.
Pameran ini tidak hanya menampilkan karya-karya Nunung terdahulu yang menunjukkan bahwa seolah kariernya telah selesai. Justru, pameran ini banyak menghimpun lukisan-lukisan terbaru sang seniman, yang diciptakannya pada periode 2020 hingga 2023 dan menjadi bagian dari perjalanan artistik Nunung yang penting.
Pada periode tersebut, Nunung cenderung bereksplorasi dengan gaya ekspresi spiritual. Dia berekspresi dengan tumpukan bidang warna dengan palet warna yang cermat. Bidang-bidang yang bertumpuk itu acapkali bergaris tapi samar yang mengesankan suasana ambang.
Selain itu, Nunung juga menyematkan objek-objek konkret seperti kertas untuk menghadirkan sensasi rupa transparan, serta mengeksplorasi juga rupa lipatan. Objek dan sensasi yang dihasilkan dari upaya nonmelukis ini menghadirkan 'nuansa abstraksi' yang kaya sekaligus menggetarkan. Hal ini tampak pada beberapa karyanya yakni Lipatan Putih pada Amber (2020), Lukisan Bulan Juli (2021), dan Lipatan Merah Pada Hitam (2022).
Penjelajahan bidang warna serta dampak kekonkretan pada sensasi atau nuansa abstraksi itu pun berlanjut pada jukstaposisi warna-warna yang biasa hadir dalam komposisi warna tenun untuk menunjukkan nuansa kontras di antara bidang warna. Eksplorasi ini tampak terlihat dalam karya-karyanya berjudul Dimensi Tenun #1 (2021), Lukisan Merah (2020), dan Dimensi Tenun #3 (2022).
Namun, sebelum menekuni seni lukis abstrak, Nunung juga telah mengeksplorasi beragam gaya lukis yang menjadi bagian dari perjalanannya sebagai pelukis. Pada masa awal kariernya, dia cenderung melukis dari hasil pencerapannya terhadap alam sekitar. Benda-benda, objek, dan pemandangan di sekitar dirinya mulai diwujudkan dalam sejumlah penyederhanaan yang bebas.
Pada periode ini, Nunung mengeksplorasi gaya lukis lirisisme dengan lebih ekspresif dan efisien dalam mengelola tinta cina, arang, dan cat air atau akrilik di atas kertas. Hal ini tampak pada beberapa karyanya seperti Awal Perjalanan (1977) dan Bunga di Taman (1978).
Perkembangan karya Nunung selanjutnya berkutat pada ekspresi gestural yang tercermin pada sapuan-sapuan kuas yang makin ekspresif dan semarak yang sangat intensif dia jelajahi pada periode akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Dalam periode ini, Nunung justru makin menjauhi bentuk-bentuk atau figur-figur yang dia lihat di alam, dan makin terobsesi dengan warna.
Pada periode ini, Nunung juga meneladani ekspresi khas kaligrafi Arab, Jepang, dan Tiongkok, dan makin menuntunnya kepada pencarian pengalaman spiritual. Lekak-lekuk garis (khat) yang khas pada kaligrafi menginspirasi Nunung dalam melahirkan sejumlah karya dengan sapuan yang ekspresif dan semarak, tapi sekaligus efisien dan hening.
Nunung WS mengatakan perjalanan panjangnya dalam berkarya membawanya kepada berbagai perenungan, dari apa yang dirasakannya, pengalaman personal hingga alasan pemaknaan warna di atas kanvas. Seluruh karyanya adalah manifestasi dari hasil perenungannya tersebut.
Alasannya bersetia untuk menggeluti aliran abstrak adalah karena dia sangat tertarik dengan visualisasi sederhana dari objek-objek yang dilihatnya sebagai referensi. "Penyederhanaan itu menarik bagi saya dan saya puas dengan menyederhanakan objek itu," terang pelukis kelahiran Lawang, Jawa Timur, itu.
Diakui oleh Nunung ketika melukis, dia berusaha untuk tidak terikat dalam bentuk suatu objek karena menurutnya itu hanya akan membatasi pekerjaannya. Sebaliknya, dia mencoba untuk pergi dalam melalui pemahaman total dan abstraksi bentuk untuk mengekspresikan karyanya semata-mata dengan menggunakan warna yang dia inginkan dengan bebas. Bagi Nunung, seni abstrak adalah perjalanan yang luar biasa, sebuah perjalanan rohani.
Selain itu, keputusannya untuk menekuni dan mengeksplorasi gaya lukis abstraksi juga karena dia ingin mengundang audiens untuk tidak hanya menikmati karyanya secara visual tapi juga memahami apa yang terjadi selama proses pembuatan lukisan-lukisannya.
Baca juga: Merawat Warisan Bapak Antropolog Indonesia Lewat Pameran 100 Tahun Koentjaraningrat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Bukan tanpa sebab putri maestro Affandi itu melontarkan kalimat tersebut. Bagi Kartika, sebagai pelukis, perempuan sedikit banyaknya akan menghadapi rintangan karena harus berbagi tanggung jawab sebagai seorang istri sekaligus ibu. Maka, hanya dengan kegilaan atau konsistensi melukis lah, mereka bisa menjadi pelukis seutuhnya.
Selain Kartika, maestro abstrak Nashar juga mendorong sekaligus turut membentuk sikap berkesenian seorang Nunung WS. Pada masa-masa awal Nunung WS mulai memamerkan lukisannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta yang pada tahun 1970-an menjadi poros kebudayaan, Nashar menanamkan bahwa kunci menjadi pelukis hanya melukis dan berpameran.
Nunung pun membuktikan keedanan dan konsistensinya untuk tetap melukis. Terbukti, di usianya yang sudah menginjak tujuh dekade, perempuan bernama asli Siti Nurbaya tersebut masih tetap produktif melukis. Kini, koleksi karyanya yang menjadi rekam jejak kariernya sebagai pelukis hampir enam dekade ditampilkan dalam pameran The Spirit Within di Galeri Nasional hingga 26 Juni 2023.
Baca juga: Menjaring Lanskap Imajiner Prabu Perdana dalam Pameran In Another Land di Artsphere Gallery
Karier Nunung sebagai pelukis merentang sejak awal dekade 1970-an hingga hari ini. Ratusan lukisan telah diciptakannya. Selain konsistensi, sejumlah gaya ungkap juga telah dia tuangkan ke dalam kanvas-kanvasnya. The Spirit Within atau yang berarti Satu dalam Manunggal adalah sebuah pameran retrospektif oleh Nunung WS yang menghadirkan setidaknya 30 lukisan.
Pameran ini tidak hanya menampilkan karya-karya Nunung terdahulu yang menunjukkan bahwa seolah kariernya telah selesai. Justru, pameran ini banyak menghimpun lukisan-lukisan terbaru sang seniman, yang diciptakannya pada periode 2020 hingga 2023 dan menjadi bagian dari perjalanan artistik Nunung yang penting.
Pada periode tersebut, Nunung cenderung bereksplorasi dengan gaya ekspresi spiritual. Dia berekspresi dengan tumpukan bidang warna dengan palet warna yang cermat. Bidang-bidang yang bertumpuk itu acapkali bergaris tapi samar yang mengesankan suasana ambang.
Beberapa karya lukis Nunung WS dalam pameran The Spirit Within di Galeri Nasional (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Penjelajahan bidang warna serta dampak kekonkretan pada sensasi atau nuansa abstraksi itu pun berlanjut pada jukstaposisi warna-warna yang biasa hadir dalam komposisi warna tenun untuk menunjukkan nuansa kontras di antara bidang warna. Eksplorasi ini tampak terlihat dalam karya-karyanya berjudul Dimensi Tenun #1 (2021), Lukisan Merah (2020), dan Dimensi Tenun #3 (2022).
Namun, sebelum menekuni seni lukis abstrak, Nunung juga telah mengeksplorasi beragam gaya lukis yang menjadi bagian dari perjalanannya sebagai pelukis. Pada masa awal kariernya, dia cenderung melukis dari hasil pencerapannya terhadap alam sekitar. Benda-benda, objek, dan pemandangan di sekitar dirinya mulai diwujudkan dalam sejumlah penyederhanaan yang bebas.
Pada periode ini, Nunung mengeksplorasi gaya lukis lirisisme dengan lebih ekspresif dan efisien dalam mengelola tinta cina, arang, dan cat air atau akrilik di atas kertas. Hal ini tampak pada beberapa karyanya seperti Awal Perjalanan (1977) dan Bunga di Taman (1978).
Perkembangan karya Nunung selanjutnya berkutat pada ekspresi gestural yang tercermin pada sapuan-sapuan kuas yang makin ekspresif dan semarak yang sangat intensif dia jelajahi pada periode akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Dalam periode ini, Nunung justru makin menjauhi bentuk-bentuk atau figur-figur yang dia lihat di alam, dan makin terobsesi dengan warna.
Pada periode ini, Nunung juga meneladani ekspresi khas kaligrafi Arab, Jepang, dan Tiongkok, dan makin menuntunnya kepada pencarian pengalaman spiritual. Lekak-lekuk garis (khat) yang khas pada kaligrafi menginspirasi Nunung dalam melahirkan sejumlah karya dengan sapuan yang ekspresif dan semarak, tapi sekaligus efisien dan hening.
Nunung WS mengatakan perjalanan panjangnya dalam berkarya membawanya kepada berbagai perenungan, dari apa yang dirasakannya, pengalaman personal hingga alasan pemaknaan warna di atas kanvas. Seluruh karyanya adalah manifestasi dari hasil perenungannya tersebut.
Alasannya bersetia untuk menggeluti aliran abstrak adalah karena dia sangat tertarik dengan visualisasi sederhana dari objek-objek yang dilihatnya sebagai referensi. "Penyederhanaan itu menarik bagi saya dan saya puas dengan menyederhanakan objek itu," terang pelukis kelahiran Lawang, Jawa Timur, itu.
Diakui oleh Nunung ketika melukis, dia berusaha untuk tidak terikat dalam bentuk suatu objek karena menurutnya itu hanya akan membatasi pekerjaannya. Sebaliknya, dia mencoba untuk pergi dalam melalui pemahaman total dan abstraksi bentuk untuk mengekspresikan karyanya semata-mata dengan menggunakan warna yang dia inginkan dengan bebas. Bagi Nunung, seni abstrak adalah perjalanan yang luar biasa, sebuah perjalanan rohani.
Selain itu, keputusannya untuk menekuni dan mengeksplorasi gaya lukis abstraksi juga karena dia ingin mengundang audiens untuk tidak hanya menikmati karyanya secara visual tapi juga memahami apa yang terjadi selama proses pembuatan lukisan-lukisannya.
Baca juga: Merawat Warisan Bapak Antropolog Indonesia Lewat Pameran 100 Tahun Koentjaraningrat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.