Menjaring Lanskap Imajiner Prabu Perdana dalam Pameran In Another Land di Artsphere Gallery
17 June 2023 |
20:30 WIB
Perupa Prabu Perdana menggelar pameran tunggal bertajuk In Another Land di Artsphere Gallery, Jakarta, Sabtu, (17/6/23). Pemenang Penghargaan UOB Southeast Asian Painting of the Year 2020 itu menghadirkan 11 lukisan seri terbaru dari karya-karyanya yang berfokus pada pokok-soal lanskap.
Bagi Prabu, lanskap memang tak hanya menjadi sebuah genre untuk menampung representasi tradisionalnya sebagai 'objek' semata. Namun, perupa asal Bandung, Jawa barat itu juga menyisipkan imajinasinya yang kadang puitis, liar, dan sesekali liris bagi yang menikmati karya-karyanya hingga 17 Juli 2023 itu.
Baca juga: Merawat Warisan Bapak Antropolog Indonesia Lewat Pameran 100 Tahun Koentjaraningrat
Karya-karya lukisan dalam koleksi pameran ini dipengaruhi oleh lingkungan studio tempatnya tinggal. Momen pandemi Covid-19 juga turut memengaruhi seniman berusia 39 tahun ini untuk sejenak berkontemplasi dan membuat karya-karya antara hubungan manusia dengan alam.
Uniknya, semua lukisan yang dipacak di Artsphere Gallery sama sekali tidak memunculkan objek manusia di dalamnya. Absennya figur manusia inilah yang kemudian menyiratkan kesunyian yang puitis. Tak hanya itu, setelah dicermati lebih saksama, tidak ada identitas yang jelas mengenai tempat-tempat yang Prabu gambarkan.
Dalam karya bertajuk Growing Land (Acrylic on Canvas 100 x 150 cm) misalnya, sang seniman melukis lanskap dengan berbagai objek bangunan yang runtuh pasca-dunia apokaliptik. Namun, laiknya hukum alam tumbuhan hijau menjulur hidup di antara bangunan mati tersebut dengan latar belakang langit kebiruan.
Sebagai sebuah petanda, pengunjung juga akan melihat objek bangunan seperti Mc Donald, papan reklame, hingga gedung-gedung berarsitektur modern. Namun, semuanya seolah dicerabut dari ruang dan tempat berbeda, lalu disusun sebagai kolase baru sehingga menimbulkan impresi yang unik dan sugestif.
Gejala tersebut juga akan semakin terlihat dalam karya bertajuk Another Land (Acrylic on Canvas 100 x 10 cm, 2003). Dalam karya ini, Prabu lebih banyak menggunakan warna kontras lewat lanskap pegunungan dan objek gedung perkotaan di tengahnya, yang hanya diberi sedikit ruang ketimbang alam.
Kendati begitu, sang pelukis masih menonjolkan objek-objek yang umum tampil pada lukisan lanskap. Beberapa di antaranya seperti langit, cakrawala dan daratan, yang secara sekilas tidak ada sesuatu yang mencolok pada lukisan-lukisan tersebut. Sang perupa juga menggunakan palet warna yang dingin, seperti hijau, biru, putih, dan abu-abu.
Namun, saat dicermati, kesan ganjil akan membayang-bayangi pikiran pengunjung, salah satunya karena skala dan kehadiran objek-objek yang mengingkari kelaziman dan terkesan surealis. Tak hanya itu, segenap bagian pada lukisan karya Prabu juga akan menginterogasi pemahaman untuk sampai pada kesimpulan bahwa dia tengah menghadirkan gambaran lanskap imajiner.
"Inspirasi saya memang datang dari dunia sehari-hari, tapi saya tidak sedang melukiskan pemandangan alam hari ini. Saya melukis untuk memproyeksikan sesuatu yang mungkin, atau tidak mungkin terjadi di masa depan. Namun saya juga sedang tidak sedang meramalkan masa depan," kata Prabu saat ditemui Hypeabis.id.
Misalnya, objek-objek yang umumnya dianggap mewakili gagasan-gagasan tentang kemajuan peradaban manusia, seperti bangunan, mesin-mesin dan kendaraan bermotor. Namun dalam hal ini objek tersebut ditampilkan sebagai sesuatu yang usang, rusak atau terabaikan.
"Namun di pihak lain, objek-objek alam seperti pepohonan, perairan, bebatuan dan dataran tanah justru dilukiskan menonjol, dominan atau superior. Seolah-olah alam mampu mengatasi sepak-terjang dan eksistensi manusia modern di bumi,"kata Agung.
Menurutnya, secara menyeluruh, gambaran-gambaran lanskap pada lukisan Prabu dapat menjadi antitesis dari dominasi manusia terhadap berbagai entitas alam. Namun, narasi tersebut dalam realitasnya tidak selaras dengan kenyataan, di mana alam, hingga hari ini, masih menjadi objek eksploitasi manusia yang semena-mena.
"Jika dilihat secara seksama, lukisan-lukisan Prabu adalah suatu kritik yang subtil pada antroposentrisme modern yang berujung pada kerusakan dan bencana alam," imbuhnya.
Sementara itu, pemilik Artsphere Gallery Maya Sujatmiko mengatakan alasan pihaknya tertarik untuk menggandeng Prabu Perdana menggelar pameran tunggal pertamanya di Jakarta, karena karya lukisan sang seniman dinilai memiliki komposisi, warna, konsep, dan narasi yang menarik.
"Setelah beberapa tahun mendalami lukisan lanskap, Prabu telah memiliki pijakan konsep yang semakin kuat dan teknik yang semakin matang. Artsphere memberikan kesempatan kepada Prabu untuk berpameran tunggal, untuk mendukung pengkaryaannya di masa depan," kata Maya.
Sebagai tambahan informasi, Prabu Perdana adalah seniman yang tinggal dan bekerja di Bandung. Pelukis ini telah memulai karier sebagai perupa sejak akhir 2000-an. Karya-karya Prabu pun telah tampil dalam sejumlah pameran kelompok di dalam dan luar negeri.
Termasuk di Peeps Show, di Qgallery, Minnesota, Amerika Serikat; Mainkan di Gedung Kesenian Solo (2011); Hydro Pirate, di UPT Galeri ISI Yogyakarta; Searching For Peace, di Padi Artground, Bandung (2012); Meta Amuk, dan Pameran Nusantara 2013, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta dan masih banyak lagi.
Baca juga: Pameran Multisensori Van Gogh Alive The Experience Hadir di Jakarta Mulai Juli 2023, Cek Info Tiketnya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Bagi Prabu, lanskap memang tak hanya menjadi sebuah genre untuk menampung representasi tradisionalnya sebagai 'objek' semata. Namun, perupa asal Bandung, Jawa barat itu juga menyisipkan imajinasinya yang kadang puitis, liar, dan sesekali liris bagi yang menikmati karya-karyanya hingga 17 Juli 2023 itu.
Baca juga: Merawat Warisan Bapak Antropolog Indonesia Lewat Pameran 100 Tahun Koentjaraningrat
Karya-karya lukisan dalam koleksi pameran ini dipengaruhi oleh lingkungan studio tempatnya tinggal. Momen pandemi Covid-19 juga turut memengaruhi seniman berusia 39 tahun ini untuk sejenak berkontemplasi dan membuat karya-karya antara hubungan manusia dengan alam.
Uniknya, semua lukisan yang dipacak di Artsphere Gallery sama sekali tidak memunculkan objek manusia di dalamnya. Absennya figur manusia inilah yang kemudian menyiratkan kesunyian yang puitis. Tak hanya itu, setelah dicermati lebih saksama, tidak ada identitas yang jelas mengenai tempat-tempat yang Prabu gambarkan.
Dalam karya bertajuk Growing Land (Acrylic on Canvas 100 x 150 cm) misalnya, sang seniman melukis lanskap dengan berbagai objek bangunan yang runtuh pasca-dunia apokaliptik. Namun, laiknya hukum alam tumbuhan hijau menjulur hidup di antara bangunan mati tersebut dengan latar belakang langit kebiruan.
Koleksi karya pameran tunggal Prabu Perdana berjudul Growing Land di Artsphere Gallery, Jakarta. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Gejala tersebut juga akan semakin terlihat dalam karya bertajuk Another Land (Acrylic on Canvas 100 x 10 cm, 2003). Dalam karya ini, Prabu lebih banyak menggunakan warna kontras lewat lanskap pegunungan dan objek gedung perkotaan di tengahnya, yang hanya diberi sedikit ruang ketimbang alam.
Kendati begitu, sang pelukis masih menonjolkan objek-objek yang umum tampil pada lukisan lanskap. Beberapa di antaranya seperti langit, cakrawala dan daratan, yang secara sekilas tidak ada sesuatu yang mencolok pada lukisan-lukisan tersebut. Sang perupa juga menggunakan palet warna yang dingin, seperti hijau, biru, putih, dan abu-abu.
Koleksi karya pameran tunggal Prabu Perdana berjudul Another Land di Artsphere Gallery, Jakarta. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
"Inspirasi saya memang datang dari dunia sehari-hari, tapi saya tidak sedang melukiskan pemandangan alam hari ini. Saya melukis untuk memproyeksikan sesuatu yang mungkin, atau tidak mungkin terjadi di masa depan. Namun saya juga sedang tidak sedang meramalkan masa depan," kata Prabu saat ditemui Hypeabis.id.
Kritik Egosentrisme Manusia
Kurator pameran, Agung Hujatnikajennong mengungkap, alih-alih menampilkan lanskap sebagai penanda ruang dan waktu yang riil, Prabu memang lebih tertarik untuk menyodorkan suatu narasi yang enigmatik. Kendati begitu sejumlah lukisan lanskapnya cenderung lebih banyak mengarah pada suatu narasi yang spesifik.Misalnya, objek-objek yang umumnya dianggap mewakili gagasan-gagasan tentang kemajuan peradaban manusia, seperti bangunan, mesin-mesin dan kendaraan bermotor. Namun dalam hal ini objek tersebut ditampilkan sebagai sesuatu yang usang, rusak atau terabaikan.
"Namun di pihak lain, objek-objek alam seperti pepohonan, perairan, bebatuan dan dataran tanah justru dilukiskan menonjol, dominan atau superior. Seolah-olah alam mampu mengatasi sepak-terjang dan eksistensi manusia modern di bumi,"kata Agung.
Menurutnya, secara menyeluruh, gambaran-gambaran lanskap pada lukisan Prabu dapat menjadi antitesis dari dominasi manusia terhadap berbagai entitas alam. Namun, narasi tersebut dalam realitasnya tidak selaras dengan kenyataan, di mana alam, hingga hari ini, masih menjadi objek eksploitasi manusia yang semena-mena.
"Jika dilihat secara seksama, lukisan-lukisan Prabu adalah suatu kritik yang subtil pada antroposentrisme modern yang berujung pada kerusakan dan bencana alam," imbuhnya.
Sementara itu, pemilik Artsphere Gallery Maya Sujatmiko mengatakan alasan pihaknya tertarik untuk menggandeng Prabu Perdana menggelar pameran tunggal pertamanya di Jakarta, karena karya lukisan sang seniman dinilai memiliki komposisi, warna, konsep, dan narasi yang menarik.
"Setelah beberapa tahun mendalami lukisan lanskap, Prabu telah memiliki pijakan konsep yang semakin kuat dan teknik yang semakin matang. Artsphere memberikan kesempatan kepada Prabu untuk berpameran tunggal, untuk mendukung pengkaryaannya di masa depan," kata Maya.
Sebagai tambahan informasi, Prabu Perdana adalah seniman yang tinggal dan bekerja di Bandung. Pelukis ini telah memulai karier sebagai perupa sejak akhir 2000-an. Karya-karya Prabu pun telah tampil dalam sejumlah pameran kelompok di dalam dan luar negeri.
Termasuk di Peeps Show, di Qgallery, Minnesota, Amerika Serikat; Mainkan di Gedung Kesenian Solo (2011); Hydro Pirate, di UPT Galeri ISI Yogyakarta; Searching For Peace, di Padi Artground, Bandung (2012); Meta Amuk, dan Pameran Nusantara 2013, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta dan masih banyak lagi.
Baca juga: Pameran Multisensori Van Gogh Alive The Experience Hadir di Jakarta Mulai Juli 2023, Cek Info Tiketnya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.