Film Dokumenter Tokoh Seni Rupa Nunung WS & Kartika Affandi Diluncurkan
03 November 2022 |
17:39 WIB
Galeri Nasional Indonesia (GNI) merilis dua film dokumenter mengenai dua pelaku seni rupa Tanah Air. Mengambil tema Perjalanan Seni, kedua film ini mengisahkan kiprah dua perupa yang sudah menghasilkan ratusan karya fenomenal, yakni Kartika Affandi dan Nunung WS.
Disutradarai FX Nihil Pakuril, pada film pertama yang bertajuk Resiliensi Kartika, film itu menceritakan bagaimana Kartika Affandi sebagai salah satu perupa berupaya mengukuhkan identitasnya di luar bayang-bayang nama besar sang ayah, mestro lukis Affandi.
Dalam film berdurasi 24 menit ini penonton akan disuguhkan mengenai kehidupan dan inspirasi berkesenian Kartika Affandi. Dia melakukan ketekadan proses berkeseniannya untuk mencoba menemukan garis khasnya sendiri di atas kanvas.
Menurut kurator Mikke Susanto, karakter lukisan Kartika sebenarnya berbeda jika dibandingkan dengan sang ayah, meskipun tetap dapat dilihat kemiripan di antara keduanya. Hal itu dapat dilihat dari goresannya yang lebih 'liar'.
“Lukisan Kartika memiliki garis yang lebih tipis, ritmis, dan teratur sembari tetap menunjukkan keliarannnya sebagai hasil didikan Affandi dan hasil perjalanan Kartika ke berbagai tempat sepanjang hidupnya, "papar Mikke Susanto.
Seperti judulnya, film tersebut juga menampilkan bagaimana Kartika Affandi yang terus menghasilkan karya, bahkan saat situasi pandemi Covid-19 yang efeknya cukup banyak mengguncang skena (scene) rupa Indonesia. Salah satunya adalah dia nyaris tak pernah keluar dari studionya semasa pandemi.
Namun, alih-alih istirahat, Kartika justru memanfaatkan waktu tersebut untuk menciptakan karya relief yang menjadi cermin dari kekuatan dan karakternya sebagai perupa. Tak hanya itu, dia juga tetap menghasilkan lukisan dan tetap teguh pada jalan keseniannya.
Adapun, dalam film Jalan Sunyi Nunung WS, sang sutradara Dwi Sujanti Nugraheni berusaha menangkap perjalanan kesenian perupa gaya lukis abstrak asal Lawang, Jawa Timur itu. Dwi juga mencoba menampilkan filosofi di balik karya-karya Nunung banyak menghadirkan goresan spiritual religius.
Meskipun sempat diragukan oleh keluarga, Nunung tetap meneguhkan hatinya untuk menjadi perupa sebagai panggilan hidup. Dengan latar musik minimalis penonton diajak mengamati kesehariannya saat berkarya di rumah sekaligus merangkap studionya. Nuansa sendu cukup kental dalam film ini.
Menurut kurator, Alia Swastika menyaksikan karya-karya Nunung memang dapat menjadi pengalaman reflektif dan meditatif yang mampu menggugah imajinasi audiens. Alia mengatakan karya-karya Nunung tak bisa dipisahkan dari religiusitas.
"Hal ini juga dipengaruhi oleh sosok ayahnya yang merupakan orang pondokan. Bagi Nunung sendiri, karya-karyanya adalah caranya berdialog dengan Yang Di Atas," papar Alia.
Adapun, Nunung WS mengaku alasannya mengambil genre lukis abstrak, karena baginya melalui lukisan abstrak dia dapat mencoba menyederhanakan realitas. Alam menurut Nunung terbagi dalam dua ruang, yakni alam atas dan bawah.
"Abstrak saya pilih itu karena ada penyederhanaan. Melihat alam itu ya saya ringkas. Karena basic saya itu adalah warna, yang kemudian diolah jadi lukisan," papar Nunung dalam diskusi seusai pemutaran film.
Ke depannya, selain dua film dokumenter tersebut GNI juga akan merilis satu film dokumenter tentang sosok perupa S. Sudjojono, dua video seri publikasi karya seni rupa, dan mini series yang akan ditampilkan di Kanal Budaya Indonesiana TV dan media sosial resmi Galeri Nasional Indonesia.
Editor: M R Purboyo
Disutradarai FX Nihil Pakuril, pada film pertama yang bertajuk Resiliensi Kartika, film itu menceritakan bagaimana Kartika Affandi sebagai salah satu perupa berupaya mengukuhkan identitasnya di luar bayang-bayang nama besar sang ayah, mestro lukis Affandi.
Dalam film berdurasi 24 menit ini penonton akan disuguhkan mengenai kehidupan dan inspirasi berkesenian Kartika Affandi. Dia melakukan ketekadan proses berkeseniannya untuk mencoba menemukan garis khasnya sendiri di atas kanvas.
Salah satu adegan dalam film Resiliensi Kartika (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Menurut kurator Mikke Susanto, karakter lukisan Kartika sebenarnya berbeda jika dibandingkan dengan sang ayah, meskipun tetap dapat dilihat kemiripan di antara keduanya. Hal itu dapat dilihat dari goresannya yang lebih 'liar'.
“Lukisan Kartika memiliki garis yang lebih tipis, ritmis, dan teratur sembari tetap menunjukkan keliarannnya sebagai hasil didikan Affandi dan hasil perjalanan Kartika ke berbagai tempat sepanjang hidupnya, "papar Mikke Susanto.
Seperti judulnya, film tersebut juga menampilkan bagaimana Kartika Affandi yang terus menghasilkan karya, bahkan saat situasi pandemi Covid-19 yang efeknya cukup banyak mengguncang skena (scene) rupa Indonesia. Salah satunya adalah dia nyaris tak pernah keluar dari studionya semasa pandemi.
Namun, alih-alih istirahat, Kartika justru memanfaatkan waktu tersebut untuk menciptakan karya relief yang menjadi cermin dari kekuatan dan karakternya sebagai perupa. Tak hanya itu, dia juga tetap menghasilkan lukisan dan tetap teguh pada jalan keseniannya.
Adapun, dalam film Jalan Sunyi Nunung WS, sang sutradara Dwi Sujanti Nugraheni berusaha menangkap perjalanan kesenian perupa gaya lukis abstrak asal Lawang, Jawa Timur itu. Dwi juga mencoba menampilkan filosofi di balik karya-karya Nunung banyak menghadirkan goresan spiritual religius.
Meskipun sempat diragukan oleh keluarga, Nunung tetap meneguhkan hatinya untuk menjadi perupa sebagai panggilan hidup. Dengan latar musik minimalis penonton diajak mengamati kesehariannya saat berkarya di rumah sekaligus merangkap studionya. Nuansa sendu cukup kental dalam film ini.
Salah satu adegan di film Jalan Sunyi Nunung WS (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Menurut kurator, Alia Swastika menyaksikan karya-karya Nunung memang dapat menjadi pengalaman reflektif dan meditatif yang mampu menggugah imajinasi audiens. Alia mengatakan karya-karya Nunung tak bisa dipisahkan dari religiusitas.
"Hal ini juga dipengaruhi oleh sosok ayahnya yang merupakan orang pondokan. Bagi Nunung sendiri, karya-karyanya adalah caranya berdialog dengan Yang Di Atas," papar Alia.
Adapun, Nunung WS mengaku alasannya mengambil genre lukis abstrak, karena baginya melalui lukisan abstrak dia dapat mencoba menyederhanakan realitas. Alam menurut Nunung terbagi dalam dua ruang, yakni alam atas dan bawah.
"Abstrak saya pilih itu karena ada penyederhanaan. Melihat alam itu ya saya ringkas. Karena basic saya itu adalah warna, yang kemudian diolah jadi lukisan," papar Nunung dalam diskusi seusai pemutaran film.
Ke depannya, selain dua film dokumenter tersebut GNI juga akan merilis satu film dokumenter tentang sosok perupa S. Sudjojono, dua video seri publikasi karya seni rupa, dan mini series yang akan ditampilkan di Kanal Budaya Indonesiana TV dan media sosial resmi Galeri Nasional Indonesia.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.