Musik Lokal Dinilai Jadi Salah Satu Cara Membumikan Jaz di Tanah Air
11 June 2023 |
18:00 WIB
Sebagian orang mungkin menganggap jaz sebagai musik rumit dan membosankan.Namun itu dulu, sebab kini musik jaz sudah mulai dinikmati semua kalangan, berkat interaksinya dengan berbagai jenis musik lain, termasuk pop, rock, hingga blues.
Hal itu terbukti dari gelaran BNI Java Jazz Festival 2023 yang dihelat pada 4-6 Juni 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Ribuan orang meruyak dari berbagai latar belakang kelas sosial dan usia dalam festival tahunan yang berlangsung sejak 2005 itu.
Baca juga: Pengamat Musik Sebut Java Jazz Festival Punya Penonton yang Loyal
Ya, JIExpo Kemayoran Jakarta telah menjadi salah satu saksi kerlap perayaan musik jaz terbesar di Indonesia dan dunia yang berlangsung sejak dekade 2000-an itu. Lantunan musik dari 12 panggung dengan lebih dari 140 penampil pun sukses melepaskan dahaga para penikmat jaz tiap tahunnya.
Dalam sejarahnya, musik jazz memang berkembang signifikan sejak dibawa musisi Eropa ke Indonesia pada awal abad ke-20. Genre ini pun terus mengalami transformasi dan masa keemasan dengan munculnya musisi-musisi jazz kondang seperti Ireng Maulana, Elfa Secioria, dan Benny Likumahuwa pada 1980-an.
Satu dekade setelahnya, geliat musik jazz juga semakin semarak dengan hadirnya sosok seperti Fariz RM dengan hits Barcelona. Ada juga Indra Lesmana, Barry Likumahuwa, Dira Sugandi, hingga Syaharani. Munculnya musisi-musisi tersebut kembali membawa angin segar bagi perkembangan musik jazz di Indonesia.
Festival jaz pun mulai menjamur di Tanah Air, salah satunya lewat Festival Jazz Goes to Campus pada 1976 di Universitas Indonesia. Lalu, juga ada JakJazz yang digagas Ireng Maulana, dan Java Jazz yang dimotori oleh Peter Gontha dan terinspirasi dari North Sea Jazz Festival di Den Haag, Belanda.
Herdi Indriyasto (45) penikmat musik yang telah berkecimpung di balik perhelatan Java Jazz sejak 2009 melihat, perkembangan jazz di Tanah Air memang cukup baik. Namun, dia tidak menampik bahwa memerlukan waktu cukup lama untuk mengenalkannya pada masyarakat karena musik ini memang kurang begitu akrab di telinga akar rumput.
Dari sinilah kemudian muncul festival jazz yang mengusung nilai-nilai lokalitas baik dari komposisi musik dan instrumen, seperti Ngayogjazz, Jazz Gunung, dan Jazz Atas Awan. Hal itu tak pelak membuat musik jazz yang awalnya identik dengan kalangan menengah ke atas akhirnya bisa dinikmati khalayak luas.
"Ngayogjazz itu salah satu bentuk festival musik eksperimental yang diadakan di tengah kampung dan gratis. Siapa yang mengira coba, di daerah Bantul bisa diadakan event jazz yang akhirnya juga meningkatkan taraf ekonomi masyarakat," papar lelaki asal Yogyakarta itu.
Setali tiga uang, Louise Monique Sitanggang vokalis grup band Deredia mengungkap salah satu kiat untuk membumikan musik jaz, yakni mengemasnya dengan langgam musik lokal. Sebab dengan cara tersebut menurutnya musik jaz akan lebih mudah diterima serta menciptakan kultur musik yang baru di masyarakat.
Pasalnya, jaz yang semula berkembang dari tradisi musik Afro-Amerika oleh musisi di Tanah Air kemudian juga dikemas dengan pendekatan baru. Selain memantik inovasi dalam memaknai musik yang lebih universal, perkembangan jazz pun beriringan dengan lifestyle di kalangan generasi muda, khususnya milenial dan gen Z.
"Musik jazz itu kan dari luar negeri, alangkah elok dan indahnya apabila dicampur dengan ciri khas dan interpretasi ala [musik] Indonesia. Pastinya ini akan melahirkan suatu warna yang baru, tidak seperti di Eropa atau Amerika," papar Louise.
Ariel Noah Feat Bunga Citra Lestari, misalnya, yang mengaransemen karya-karyanya dengan pendekatan yang lebih nge-jazz. Kemudian Sisitipsi, grup band jaz asal Jakarta yang mengenalkan album baru bertajuk Kenangan Bang Maing yang terinspirasi dari komposer Ismail Marzuki, serta Deredia lewat album baru Bianglala yang mencoba mengemas musik jazz dengan sentuhan traditional pop swing.
Baca juga: Nostalgia Bareng Deddy Dhukun hingga Vina Panduwinata di Malam Terakhir Java Jazz 2023
Editor: Dika Irawan
Hal itu terbukti dari gelaran BNI Java Jazz Festival 2023 yang dihelat pada 4-6 Juni 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Ribuan orang meruyak dari berbagai latar belakang kelas sosial dan usia dalam festival tahunan yang berlangsung sejak 2005 itu.
Baca juga: Pengamat Musik Sebut Java Jazz Festival Punya Penonton yang Loyal
Ya, JIExpo Kemayoran Jakarta telah menjadi salah satu saksi kerlap perayaan musik jaz terbesar di Indonesia dan dunia yang berlangsung sejak dekade 2000-an itu. Lantunan musik dari 12 panggung dengan lebih dari 140 penampil pun sukses melepaskan dahaga para penikmat jaz tiap tahunnya.
Dalam sejarahnya, musik jazz memang berkembang signifikan sejak dibawa musisi Eropa ke Indonesia pada awal abad ke-20. Genre ini pun terus mengalami transformasi dan masa keemasan dengan munculnya musisi-musisi jazz kondang seperti Ireng Maulana, Elfa Secioria, dan Benny Likumahuwa pada 1980-an.
Satu dekade setelahnya, geliat musik jazz juga semakin semarak dengan hadirnya sosok seperti Fariz RM dengan hits Barcelona. Ada juga Indra Lesmana, Barry Likumahuwa, Dira Sugandi, hingga Syaharani. Munculnya musisi-musisi tersebut kembali membawa angin segar bagi perkembangan musik jazz di Indonesia.
Festival jaz pun mulai menjamur di Tanah Air, salah satunya lewat Festival Jazz Goes to Campus pada 1976 di Universitas Indonesia. Lalu, juga ada JakJazz yang digagas Ireng Maulana, dan Java Jazz yang dimotori oleh Peter Gontha dan terinspirasi dari North Sea Jazz Festival di Den Haag, Belanda.
Herdi Indriyasto (45) penikmat musik yang telah berkecimpung di balik perhelatan Java Jazz sejak 2009 melihat, perkembangan jazz di Tanah Air memang cukup baik. Namun, dia tidak menampik bahwa memerlukan waktu cukup lama untuk mengenalkannya pada masyarakat karena musik ini memang kurang begitu akrab di telinga akar rumput.
Dari sinilah kemudian muncul festival jazz yang mengusung nilai-nilai lokalitas baik dari komposisi musik dan instrumen, seperti Ngayogjazz, Jazz Gunung, dan Jazz Atas Awan. Hal itu tak pelak membuat musik jazz yang awalnya identik dengan kalangan menengah ke atas akhirnya bisa dinikmati khalayak luas.
"Ngayogjazz itu salah satu bentuk festival musik eksperimental yang diadakan di tengah kampung dan gratis. Siapa yang mengira coba, di daerah Bantul bisa diadakan event jazz yang akhirnya juga meningkatkan taraf ekonomi masyarakat," papar lelaki asal Yogyakarta itu.
Setali tiga uang, Louise Monique Sitanggang vokalis grup band Deredia mengungkap salah satu kiat untuk membumikan musik jaz, yakni mengemasnya dengan langgam musik lokal. Sebab dengan cara tersebut menurutnya musik jaz akan lebih mudah diterima serta menciptakan kultur musik yang baru di masyarakat.
Pasalnya, jaz yang semula berkembang dari tradisi musik Afro-Amerika oleh musisi di Tanah Air kemudian juga dikemas dengan pendekatan baru. Selain memantik inovasi dalam memaknai musik yang lebih universal, perkembangan jazz pun beriringan dengan lifestyle di kalangan generasi muda, khususnya milenial dan gen Z.
"Musik jazz itu kan dari luar negeri, alangkah elok dan indahnya apabila dicampur dengan ciri khas dan interpretasi ala [musik] Indonesia. Pastinya ini akan melahirkan suatu warna yang baru, tidak seperti di Eropa atau Amerika," papar Louise.
Penampilan Grup Band Indie Deredia di BNI Java Jazz Festival 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (3/6/2023). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)
Selain itu, BNI Java Jazz Festival 2023 acapkali juga menjadi ajang musisi untuk memperkenalkan karya-karya terbaru mereka. Tak hanya sebatas jaz, beberapa tahun belakangan ini bahkan gelaran tersebut juga memberi ruang bagi musisi lintas genre untuk ikut meramaikan acara tahunan itu lewat pendekatan jazz yang lebih kekinian guna meregenerasi penonton.
Baca juga: Nostalgia Bareng Deddy Dhukun hingga Vina Panduwinata di Malam Terakhir Java Jazz 2023
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.