Pengamat Musik Sebut Java Jazz Festival Punya Penonton yang Loyal
11 June 2023 |
15:00 WIB
1
Like
Like
Like
BNI Java Jazz Festival 2023 sukses dihelat pada 2-4 Juni 2023 lalu. Mengusung tema Let Music Lead Your Memories, festival musik terbesar di Indonesia itu menghadirkan 125 musisi dari dalam maupun luar negeri dengan lintas genre dan generasi. Sebanyak 140 show sukses digelar di 12 panggung berbeda selama tiga hari berturut-turut.
Sebagai salah satu festival musik tertua di Indonesia, Java Jazz telah memiliki penonton yang loyal. Digelar sejak tahun 2005, Java Jazz konsisten menghadirkan suguhan pertunjukan musik dari sejumlah musisi lintas genre dan generasi bahkan negara.
Tak heran, jika sampai saat ini, di tengah semakin menjamurnya nama konser dan festival musik, Java Jazz tetap mendapatkan tempat di hati penikmat musik Tanah Air.
Baca juga: BNI Java Jazz Festival 2023 dan Konsep Konser Keberlanjutan
Selama 18 tahun gelarannya, Pengamat Musik Nuran Wibisono menilai Java Jazz menjadi salah satu festival musik yang telah memiliki penonton yang loyal, sekaligus menjadi perhelatan yang bisa dinikmati oleh penonton dari berbagai kalangan usia.
Menurutnya, pada masa-masa awal, Java Jazz hadir sebagai festival musik yang kental dengan pertunjukan musisi-musisi jaz yang cenderung hanya dapat dinikmati oleh kalangan penonton di usia 40 tahun ke atas. Namun, dengan kehadiran jajaran lineup atau penampil yang lebih beragam dari berbagai genre dan generasi, hal itu mampu menjadi magnet tersendiri untuk menarik minat kalangan penonton yang lebih muda.
Pasalnya, dia menilai bahwa kebanyakan festival musik saat ini terkesan hanya menyasar penonton kalangan muda yang memang menjadi target pasar yang menjanjikan. Sebaliknya, Java Jazz justru konsisten menjadi ruang pertunjukan musik yang 'ramah' bagi semua usia.
"Java Jazz berhasil merevitalisasi dirinya jadi cocok untuk anak muda, sekaligus tidak meninggalkan demografi penonton lama yang dari kelas middle up," katanya kepada Hypeabis.id.
Namun, di sisi lain, transformasi wajah Java Jazz yang kian berupaya untuk bisa tetap relevan dan dekat dengan industri konser hari ini, memunculkan anggapan bahwa hajatan musik ini kehilangan 'ruh'-nya sebagai sebuah festival yang melabeli dirinya dengan genre jaz.
Terkait hal itu, Nuran berpendapat bahwa konser musik adalah sebuah industri yang sudah semestinya lebih luwes dalam melihat target dan ketertarikan penonton hari ini. Terlebih, menurutnya, sejumlah festival musik jaz di luar negeri pun mengalami kondisi yang sama, yakni menampilkan musisi dari beragam genre dan tidak terpaku pada satu aliran musik tertentu.
Menurut Nuran, sejak awal kemunculannya, Java Jazz tidak mendapuk diri sebagai festival musik jaz belaka. Hal itu setidaknya ditandai dengan sejumlah musisi utama yang dihadirkan yang justru kebanyakan merupakan musisi non-jaz. Alih-alih memilih lineup dari kategori genre, Java Jazz justru mengedepankan nama-nama musisi yang tergolong legendaris, populer, serta pendatang.
"Festival itu harus menguntungkan dan harus bisa bertahan hidup. Kalau misalnya hanya ngotot di satu genre saja, itu pasti akan mempersempit pangsa pasar," imbuhnya.
Di tengah semakin menjamurnya konser dan festival musik yang muncul di dalam negeri, Nuran menilai bahwa Java Jazz cenderung memfokuskan diri untuk menghadirkan jajaran penampil yang terkurasi dan tidak biasa, alih-alih membangun citra dan menawarkan konsep kepada penonton. Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari peran Nikita Dompas sebagai program director yang memiliki latar belakang sebagai musisi.
"Saya pikir mereka [Java Jazz] sudah mulai memahami market-nya dimana dan mereka akan menguatkan diri dalam hal demografi penonton dan pemilihan artisnya," ucapnya.
Sebagai sebuah festival musik, Java Jazz juga dinilai telah mapan baik secara konsep maupun loyalitas penonton. Kendati demikian, menurut Nuran, untuk tetap bisa menarik minat penonton di tengah banyaknya konser dan festival musik, Java Jazz juga bisa menghadirkan lineup utama yang merupakan musisi internasional populer.
Sebab, menurutnya, selama ini, kebanyakan nama-nama yang didapuk menjadi bintang utama dalam gelaran Java Jazz belum cukup berpengaruh untuk semakin menarik minat penonton.
Baca juga: Nostalgia Bareng Deddy Dhukun hingga Vina Panduwinata di Malam Terakhir Java Jazz 2023
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Sebagai salah satu festival musik tertua di Indonesia, Java Jazz telah memiliki penonton yang loyal. Digelar sejak tahun 2005, Java Jazz konsisten menghadirkan suguhan pertunjukan musik dari sejumlah musisi lintas genre dan generasi bahkan negara.
Tak heran, jika sampai saat ini, di tengah semakin menjamurnya nama konser dan festival musik, Java Jazz tetap mendapatkan tempat di hati penikmat musik Tanah Air.
Baca juga: BNI Java Jazz Festival 2023 dan Konsep Konser Keberlanjutan
Selama 18 tahun gelarannya, Pengamat Musik Nuran Wibisono menilai Java Jazz menjadi salah satu festival musik yang telah memiliki penonton yang loyal, sekaligus menjadi perhelatan yang bisa dinikmati oleh penonton dari berbagai kalangan usia.
Menurutnya, pada masa-masa awal, Java Jazz hadir sebagai festival musik yang kental dengan pertunjukan musisi-musisi jaz yang cenderung hanya dapat dinikmati oleh kalangan penonton di usia 40 tahun ke atas. Namun, dengan kehadiran jajaran lineup atau penampil yang lebih beragam dari berbagai genre dan generasi, hal itu mampu menjadi magnet tersendiri untuk menarik minat kalangan penonton yang lebih muda.
Pasalnya, dia menilai bahwa kebanyakan festival musik saat ini terkesan hanya menyasar penonton kalangan muda yang memang menjadi target pasar yang menjanjikan. Sebaliknya, Java Jazz justru konsisten menjadi ruang pertunjukan musik yang 'ramah' bagi semua usia.
"Java Jazz berhasil merevitalisasi dirinya jadi cocok untuk anak muda, sekaligus tidak meninggalkan demografi penonton lama yang dari kelas middle up," katanya kepada Hypeabis.id.
Namun, di sisi lain, transformasi wajah Java Jazz yang kian berupaya untuk bisa tetap relevan dan dekat dengan industri konser hari ini, memunculkan anggapan bahwa hajatan musik ini kehilangan 'ruh'-nya sebagai sebuah festival yang melabeli dirinya dengan genre jaz.
Terkait hal itu, Nuran berpendapat bahwa konser musik adalah sebuah industri yang sudah semestinya lebih luwes dalam melihat target dan ketertarikan penonton hari ini. Terlebih, menurutnya, sejumlah festival musik jaz di luar negeri pun mengalami kondisi yang sama, yakni menampilkan musisi dari beragam genre dan tidak terpaku pada satu aliran musik tertentu.
Menurut Nuran, sejak awal kemunculannya, Java Jazz tidak mendapuk diri sebagai festival musik jaz belaka. Hal itu setidaknya ditandai dengan sejumlah musisi utama yang dihadirkan yang justru kebanyakan merupakan musisi non-jaz. Alih-alih memilih lineup dari kategori genre, Java Jazz justru mengedepankan nama-nama musisi yang tergolong legendaris, populer, serta pendatang.
"Festival itu harus menguntungkan dan harus bisa bertahan hidup. Kalau misalnya hanya ngotot di satu genre saja, itu pasti akan mempersempit pangsa pasar," imbuhnya.
Di tengah semakin menjamurnya konser dan festival musik yang muncul di dalam negeri, Nuran menilai bahwa Java Jazz cenderung memfokuskan diri untuk menghadirkan jajaran penampil yang terkurasi dan tidak biasa, alih-alih membangun citra dan menawarkan konsep kepada penonton. Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari peran Nikita Dompas sebagai program director yang memiliki latar belakang sebagai musisi.
"Saya pikir mereka [Java Jazz] sudah mulai memahami market-nya dimana dan mereka akan menguatkan diri dalam hal demografi penonton dan pemilihan artisnya," ucapnya.
Sebagai sebuah festival musik, Java Jazz juga dinilai telah mapan baik secara konsep maupun loyalitas penonton. Kendati demikian, menurut Nuran, untuk tetap bisa menarik minat penonton di tengah banyaknya konser dan festival musik, Java Jazz juga bisa menghadirkan lineup utama yang merupakan musisi internasional populer.
Sebab, menurutnya, selama ini, kebanyakan nama-nama yang didapuk menjadi bintang utama dalam gelaran Java Jazz belum cukup berpengaruh untuk semakin menarik minat penonton.
Baca juga: Nostalgia Bareng Deddy Dhukun hingga Vina Panduwinata di Malam Terakhir Java Jazz 2023
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.