Karya Retrospektif Seniman Nunung W.S. Hadir dalam Pameran The Spirit Within
07 June 2023 |
08:33 WIB
D Gallerie bersama Galeri Nasional Indonesia menggelar pameran retrospektif seniman Nunung W. S. yang bertajuk The Spirit Within (Jiwa dalam Manunggal) dari 8 sampai 26 Juni 2023 di Galeri Nasional Indonesia. Pameran ini akan mengukuhkan eksistensi sang seniman dalam seni rupa nasional.
Ahmad Mahendra, Direktur Museum dan Cagar Budaya Kemendikbudristek, mengatakan bahwa sang seniman telah menunjukkan dedikasi, komitmen, kekuatan, dan keterampilan yang dimiliki dalam menerjemahkan berbagai objek dan rasa. “Hingga daya spiritualitas ke atas kanvas,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Baca juga: Teater Monolog Drupadi Siap Digelar, Libatkan Puluhan Seniman Bali Berbakat
Kurator Pameran Chabib Duta Hapsoro mengatakan bahwa sang seniman merupakan manifestasi dari konsistensi, daya tahan, dan energi dari seni lukis abstrak Indonesia. Dia telah menciptakan ratusan lukisan sejak 1970-an sampai dengan saat ini dengan berbagai gaya.
Kekaryaan Nunung adalah sebuah daur lantaran selalu meramu kembali pencapaian-pencapaian yang dimiliki dengan kesadaran yang baru. Pendekatan tersebut menuntunnya ke cecabang baru yang membuka banyak kemungkinan.
Pendekatan itu juga membuat tubuh kekaryaan sang seniman memiliki kekhasan, yakni selalu ada pola atau order dalam cara menarik garis, penggunaan bahan, warna, dan seterusnya. “Kita berhadapan dengan sebuah perkembangan kekaryaan yang tertata dan terukur,” tegasnya.
Sebagian besar karya dalam pameran ini adalah karya-karya terbaru dari sang seniman yang diciptakan dari 2020 sampai 2022. Karya dalam kurun waktu ini mewakili puncak-puncak dan tubuh-tubuh dalam kekaryaan sang seniman yang penting. Selain itu, pameran ini juga akan menampilkan karya sang seniman yang terdahulu.
Dia menuturkan, tubuh-tubuh kekaryaannya mencakup tiga periode jika dibentangkan secara runut. pertama adalah manifestasi artistik dari pencerapannya terhadap alam di sekelilingnya melalui ekspresi gemaris yang efisien.
Dia mengimba secara “manasuka” objek-objek yang menggetarkan hatinya. Pada periode ini, para penikmat seni akan mendapati judul-judul karya yang merujuk ke sejumlah lokasi tipikal seperti Bali, Maninjau, dan Borobudur.
Periode ini juga menandai masa ketika Nunung secara intensif melukis di bawah bimbingan pelukis Nashar. Kedua adalah perkenalan dan intensitas Nunung dengan sapuan-sapuan ekspresif yang meneladani aspek-aspek gestural kaligrafi.
Lekak-lekuk gemaris atau khat yang khas dalam kaligrafi melahirkan sejumlah karya-karya dengan sapuan yang ekspresif dan semarak, sekaligus efisien dan hening. Ketiga, ekspresi gestural kaligrafi menuntun Nunung kepada pencarian-pencarian suasana spiritual.
Pada periode ketiga ini, goresan sang seniman di atas kanvas makin membidang dengan palet warna yang kian cermat. Bidang yang bertumpuk itu acap kali menghadirkan nuansa transparan dan garis tepi yang kabur sehingga menyarankan sebuah pengalaman ambang.
Wanita seniman dengan nama asli Siti Nurbaya itu juga menyematkan garis, coretan tipis, atau titik sebagai akhiran untuk menyeimbangkan seluruh komposisi yang telah dibuatnya.
Inspirasi sang seniman dalam berkarya sangat meluas dan dapat terlihat dalam warna vernakular yang hadir dalam tenun Nusantara. Kemudian, dia juga tertarik kepada sensasi visual yang transparan dan kaya dari kelindan rumit benang-benang yang mewujudkan sebuah karya tenun.
Karya itu membuktikan bahwa Nunung selalu berjangkar kepada kenyataan atau dunia material yang dinamis dengan laku-laku khas seni lukis demi mencapai pengalaman mistik. “Menuju kematangannya sebagai manusia, Nunung memang digerakkan oleh daya-daya spiritual,” katanya.
Bagi sang seniman, melukis adalah metodenya bersenandika dan merenung untuk mencapai taraf spiritualitas demi mencapai kemanunggalan jiwa dengan zat-zat transenden. Langkah ini adalah sebuah upaya yang membutuhkan komitmen total sepanjang hidupnya.
Baca juga: Tua dan Berbeda, Yuk Kenalan dengan 5 Seniman Gaek yang Masih Terus Berkarya Ini
Dia menuturkan, seorang seniman pernah menyebut Nunung sebagai seorang perempuan yang belum pernah gagal untuk membebaskan diri dari norma-norma konvensional dalam kehidupan ini.
“Sebuah kemewahan yang jarang didapatkan perempuan perupa lain di Indonesia di tengah medan seni rupa dan struktur kehidupan yang masih terbelenggu patriarki,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Ahmad Mahendra, Direktur Museum dan Cagar Budaya Kemendikbudristek, mengatakan bahwa sang seniman telah menunjukkan dedikasi, komitmen, kekuatan, dan keterampilan yang dimiliki dalam menerjemahkan berbagai objek dan rasa. “Hingga daya spiritualitas ke atas kanvas,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Baca juga: Teater Monolog Drupadi Siap Digelar, Libatkan Puluhan Seniman Bali Berbakat
Kurator Pameran Chabib Duta Hapsoro mengatakan bahwa sang seniman merupakan manifestasi dari konsistensi, daya tahan, dan energi dari seni lukis abstrak Indonesia. Dia telah menciptakan ratusan lukisan sejak 1970-an sampai dengan saat ini dengan berbagai gaya.
Kekaryaan Nunung adalah sebuah daur lantaran selalu meramu kembali pencapaian-pencapaian yang dimiliki dengan kesadaran yang baru. Pendekatan tersebut menuntunnya ke cecabang baru yang membuka banyak kemungkinan.
Karya Nunung W.S berjudul Lukisan Merah (2020) Akrilik pada kanvas (125x150cm) (Sumber gambar: rilis/ Galeri Nasional Indonesia)
Pendekatan itu juga membuat tubuh kekaryaan sang seniman memiliki kekhasan, yakni selalu ada pola atau order dalam cara menarik garis, penggunaan bahan, warna, dan seterusnya. “Kita berhadapan dengan sebuah perkembangan kekaryaan yang tertata dan terukur,” tegasnya.
Sebagian besar karya dalam pameran ini adalah karya-karya terbaru dari sang seniman yang diciptakan dari 2020 sampai 2022. Karya dalam kurun waktu ini mewakili puncak-puncak dan tubuh-tubuh dalam kekaryaan sang seniman yang penting. Selain itu, pameran ini juga akan menampilkan karya sang seniman yang terdahulu.
Dia menuturkan, tubuh-tubuh kekaryaannya mencakup tiga periode jika dibentangkan secara runut. pertama adalah manifestasi artistik dari pencerapannya terhadap alam di sekelilingnya melalui ekspresi gemaris yang efisien.
Dia mengimba secara “manasuka” objek-objek yang menggetarkan hatinya. Pada periode ini, para penikmat seni akan mendapati judul-judul karya yang merujuk ke sejumlah lokasi tipikal seperti Bali, Maninjau, dan Borobudur.
Periode ini juga menandai masa ketika Nunung secara intensif melukis di bawah bimbingan pelukis Nashar. Kedua adalah perkenalan dan intensitas Nunung dengan sapuan-sapuan ekspresif yang meneladani aspek-aspek gestural kaligrafi.
Lekak-lekuk gemaris atau khat yang khas dalam kaligrafi melahirkan sejumlah karya-karya dengan sapuan yang ekspresif dan semarak, sekaligus efisien dan hening. Ketiga, ekspresi gestural kaligrafi menuntun Nunung kepada pencarian-pencarian suasana spiritual.
Karya Nunung W.S berjudul Verzon (2009) Akrilik pada kanvas150x150 cm (7_panel) (Sumber gambar: rilis / Galeri Nasional Indonesia)
Pada periode ketiga ini, goresan sang seniman di atas kanvas makin membidang dengan palet warna yang kian cermat. Bidang yang bertumpuk itu acap kali menghadirkan nuansa transparan dan garis tepi yang kabur sehingga menyarankan sebuah pengalaman ambang.
Wanita seniman dengan nama asli Siti Nurbaya itu juga menyematkan garis, coretan tipis, atau titik sebagai akhiran untuk menyeimbangkan seluruh komposisi yang telah dibuatnya.
Inspirasi sang seniman dalam berkarya sangat meluas dan dapat terlihat dalam warna vernakular yang hadir dalam tenun Nusantara. Kemudian, dia juga tertarik kepada sensasi visual yang transparan dan kaya dari kelindan rumit benang-benang yang mewujudkan sebuah karya tenun.
Karya itu membuktikan bahwa Nunung selalu berjangkar kepada kenyataan atau dunia material yang dinamis dengan laku-laku khas seni lukis demi mencapai pengalaman mistik. “Menuju kematangannya sebagai manusia, Nunung memang digerakkan oleh daya-daya spiritual,” katanya.
Karya Nunung W.S berjudul Bunga Kuning (2002) Akrilik pada kanvas125x160 cm (Sumber gambar: rilis/ Galeri Nasional Indonesia)
Bagi sang seniman, melukis adalah metodenya bersenandika dan merenung untuk mencapai taraf spiritualitas demi mencapai kemanunggalan jiwa dengan zat-zat transenden. Langkah ini adalah sebuah upaya yang membutuhkan komitmen total sepanjang hidupnya.
Baca juga: Tua dan Berbeda, Yuk Kenalan dengan 5 Seniman Gaek yang Masih Terus Berkarya Ini
Dia menuturkan, seorang seniman pernah menyebut Nunung sebagai seorang perempuan yang belum pernah gagal untuk membebaskan diri dari norma-norma konvensional dalam kehidupan ini.
“Sebuah kemewahan yang jarang didapatkan perempuan perupa lain di Indonesia di tengah medan seni rupa dan struktur kehidupan yang masih terbelenggu patriarki,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.