Kualitas Udara Jakarta Lagi Buruk, Waspada Infeksi Saluran Pernapasan
31 May 2023 |
15:00 WIB
Kualitas udara Jakarta terbilang buruk dalam sepekan terakhir. Ibu Kota Negara ini bahkan menempati posisi kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia setelah Sampit, Kalimantan Timur menurut data Indeks Kualitas Udara (AQI), berdasarkan data IQAir yang dikutip Rabu, 31 Mei 2023.
Memang terjadi penurunan tingkat polusi udara dari 155 AQI pada Selasa (30/5/2023), menjadi rata-rata 136 AQI pada saat laporan ini ditulis hari ini. Namun, kondisi ini masih dalam kategori tidak sehat terutama bagi kelompok sensitif. Tidak sedikit warga Jakarta mengeluhkan batuk-batuk sejak kemarin yang diduga karena pengaruh kualitas udara yang buruk.
Baca juga: Daftar Aplikasi yang Bisa Dipakai Untuk Memantau Kualitas Udara
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan polusi udara memang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan bahwa sekitar 90 persen anak di dunia hidup dalam lingkungan yang kadar polusi udaranya melebihi ambang batas.
Ada tiga kemungkinan dampak polusi udara pada kesehatan. Pertama yakni penyakit infeksi akut, seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dalam bentuk radang tenggorok maupun bronkitis. Kedua, perburukan dari penyakit kronik.
Sebagai contoh, seseorang yang menderita asma akan lebih mudah dapat serangan asmanya kambuh. Begitu jiuga pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang akan lebih mungkin eksaserbasi alias perburukan gejala akut.
Ketiga, apabila polusi udara terjadi terus menerus selama bertahun-tahun berkepanjangan, maka kondisi ini dapat menimbulkan penyakit paru kronik. Namun, kenyataannya polusi udara akan berfluktuasi, kadang-kadang buruk dan lalu membaik, jadi yang terjadi bukanlah dampak berkepanjangan.
“Jadi dampak terjadinya penyakit paru kronik sampai mungkin kanker paru bukanlah terjadi akibat polusi udara yang memburuk hanya dalam beberapa hari atau minggu saja seperti sekarang ini,” jelasnya dalam pesan singkat dikutip Hypeabis.id, Rabu (31/5/2023).
Terakit kabar bahwa sekarang banyak warga Jakarta yang mengeluh batuk, menurut Tjandra sebaiknya informasi tersebut didukung data. Dalam ilmu kesehatan masyarakat, ada kegiatan surveilans yang dilakukan secara rutin. Dengan demikian, pemerintah punya data tentang berapa jumlah kasus penyakit paru dan pernapasan pada Maret 2023 atau bulan berikutnya misalnya, untuk memastikan informasi ada tidaknya peningkatan kasus.
Dia mencontohkan, di Australia, jelas ada data bahwa pada masa kebakaran semak-semak (bush fire) terjadi peningkatan angka masuk IGD akibat keluhan sesak napas di lokasi itu. “Data sejelas itu harusnya juga tersedia di negara kita,” tegas mantan Direktur WHO untuk wilayah Asia Tenggara itu.
Lepas dari persoalan data, Tjandra mengimbau agar masyarakat menjaga diri dan kesehatannya di tengah kualitas udara yang buruk akibat polusi tinggi saat ini. Sedapat mungkin membatasi aktifitas fisik berat di daerah dimana polusi udara memang sedang tinggi, misalnya di jalan macet.
Dia juga menyarankan untuk menggunakan masker terutama jika beraktivitas di luar ruang. Tentu masker tidak sepenuhnya dapat mencegah polutan udara masuk ke paru, tetapi ini dapat membantu mencegah penularan penyakit lain.
Bagi masyarakat yang punya penyakit kronik pernapasan, sebaiknya tidak meninggalkan obat rutin apabila masih dalam tahap pengobatan. Apabila terjadi perburukan dan keluhan tambahan seperti serangan asma, segeralah berkonsultasi ke petugas kesehatan atau, setidaknya gunakan obat yang memang sudah dianjurkan untuk mengatasi perburukan keluhan.
Baca juga: Begini Kualitas Udara Berpengaruh pada Kesehatan Kita
“Dengan sedang adanya polutan di udara, maka jangan tambah polusi lain masuk ke paru dan saluran napas kita. Jangan merokok,” tegas Tjandra.
Berikut ini kategori indeks kualitas udara (AQI) dan implikasinya bagi kesehatan.
Bagus : 0-50
Udaranya segar dan bebas racun. Orang tidak terkena risiko kesehatan apa pun.
Sedang : 51-100
Kualitas udara yang dapat diterima untuk orang dewasa yang sehat tetapi ancaman ringan bagi individu yang sensitif.
Buruk : 101-200
Menghirup udara seperti itu dapat menyebabkan sedikit ketidaknyamanan dan kesulitan bernapas.
Tidak sehat : 201-300
Ini biasanya bisa menjadi masalah bagi anak-anak, wanita hamil dan orang tua.
Berat : 301-400
Paparan udara dapat menyebabkan morbiditas kronis atau bahkan kerusakan organ.
Berbahaya : 401-500+
Awas! Hidupmu dalam bahaya. Paparan yang terlalu lama dapat menyebabkan kematian dini.
Editor: Fajar Sidk
Memang terjadi penurunan tingkat polusi udara dari 155 AQI pada Selasa (30/5/2023), menjadi rata-rata 136 AQI pada saat laporan ini ditulis hari ini. Namun, kondisi ini masih dalam kategori tidak sehat terutama bagi kelompok sensitif. Tidak sedikit warga Jakarta mengeluhkan batuk-batuk sejak kemarin yang diduga karena pengaruh kualitas udara yang buruk.
Baca juga: Daftar Aplikasi yang Bisa Dipakai Untuk Memantau Kualitas Udara
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan polusi udara memang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan bahwa sekitar 90 persen anak di dunia hidup dalam lingkungan yang kadar polusi udaranya melebihi ambang batas.
Ada tiga kemungkinan dampak polusi udara pada kesehatan. Pertama yakni penyakit infeksi akut, seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dalam bentuk radang tenggorok maupun bronkitis. Kedua, perburukan dari penyakit kronik.
Sebagai contoh, seseorang yang menderita asma akan lebih mudah dapat serangan asmanya kambuh. Begitu jiuga pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang akan lebih mungkin eksaserbasi alias perburukan gejala akut.
Ketiga, apabila polusi udara terjadi terus menerus selama bertahun-tahun berkepanjangan, maka kondisi ini dapat menimbulkan penyakit paru kronik. Namun, kenyataannya polusi udara akan berfluktuasi, kadang-kadang buruk dan lalu membaik, jadi yang terjadi bukanlah dampak berkepanjangan.
“Jadi dampak terjadinya penyakit paru kronik sampai mungkin kanker paru bukanlah terjadi akibat polusi udara yang memburuk hanya dalam beberapa hari atau minggu saja seperti sekarang ini,” jelasnya dalam pesan singkat dikutip Hypeabis.id, Rabu (31/5/2023).
Terakit kabar bahwa sekarang banyak warga Jakarta yang mengeluh batuk, menurut Tjandra sebaiknya informasi tersebut didukung data. Dalam ilmu kesehatan masyarakat, ada kegiatan surveilans yang dilakukan secara rutin. Dengan demikian, pemerintah punya data tentang berapa jumlah kasus penyakit paru dan pernapasan pada Maret 2023 atau bulan berikutnya misalnya, untuk memastikan informasi ada tidaknya peningkatan kasus.
Dia mencontohkan, di Australia, jelas ada data bahwa pada masa kebakaran semak-semak (bush fire) terjadi peningkatan angka masuk IGD akibat keluhan sesak napas di lokasi itu. “Data sejelas itu harusnya juga tersedia di negara kita,” tegas mantan Direktur WHO untuk wilayah Asia Tenggara itu.
Lepas dari persoalan data, Tjandra mengimbau agar masyarakat menjaga diri dan kesehatannya di tengah kualitas udara yang buruk akibat polusi tinggi saat ini. Sedapat mungkin membatasi aktifitas fisik berat di daerah dimana polusi udara memang sedang tinggi, misalnya di jalan macet.
Dia juga menyarankan untuk menggunakan masker terutama jika beraktivitas di luar ruang. Tentu masker tidak sepenuhnya dapat mencegah polutan udara masuk ke paru, tetapi ini dapat membantu mencegah penularan penyakit lain.
Bagi masyarakat yang punya penyakit kronik pernapasan, sebaiknya tidak meninggalkan obat rutin apabila masih dalam tahap pengobatan. Apabila terjadi perburukan dan keluhan tambahan seperti serangan asma, segeralah berkonsultasi ke petugas kesehatan atau, setidaknya gunakan obat yang memang sudah dianjurkan untuk mengatasi perburukan keluhan.
Baca juga: Begini Kualitas Udara Berpengaruh pada Kesehatan Kita
“Dengan sedang adanya polutan di udara, maka jangan tambah polusi lain masuk ke paru dan saluran napas kita. Jangan merokok,” tegas Tjandra.
Berikut ini kategori indeks kualitas udara (AQI) dan implikasinya bagi kesehatan.
Bagus : 0-50
Udaranya segar dan bebas racun. Orang tidak terkena risiko kesehatan apa pun.
Sedang : 51-100
Kualitas udara yang dapat diterima untuk orang dewasa yang sehat tetapi ancaman ringan bagi individu yang sensitif.
Buruk : 101-200
Menghirup udara seperti itu dapat menyebabkan sedikit ketidaknyamanan dan kesulitan bernapas.
Tidak sehat : 201-300
Ini biasanya bisa menjadi masalah bagi anak-anak, wanita hamil dan orang tua.
Berat : 301-400
Paparan udara dapat menyebabkan morbiditas kronis atau bahkan kerusakan organ.
Berbahaya : 401-500+
Awas! Hidupmu dalam bahaya. Paparan yang terlalu lama dapat menyebabkan kematian dini.
Editor: Fajar Sidk
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.