Kunang-kunang Sudah Jarang Terlihat, Kok Bisa?
24 May 2023 |
21:00 WIB
1
Like
Like
Like
Masih lekat dalam ingatan saat kecil dulu menikmati gelapnya malam. Tidak ada kesan spooky (seram) karena suasana justru indah dihiasi “lampu-lampu kecil” yang terbang lincah kian ke mari. Merekalah kunang-kunang, sang penerang.
Benarkah serangga unik itu mulai langka? Jadi sedih dan bertanya-tanya, kenapa bisa? Ada lebih dari 2.000 spesies kunang-kunang yang berbeda di seluruh dunia, tetapi populasinya berkurang. Tidak ada yang tahu pasti. Tetapi kebanyakan peneliti menyalahkan dua faktor utama: perkembangan dan polusi cahaya.
Baca juga: Hypereport: Ujung Tombak dan Potensi Domestikasi Hewan di Indonesia
Dari sebuah jurnal Bioscience, pertanyaan tersebut terjawab. Kunang-kunang memang menghadapi ancaman kepunahan akibat sejumlah faktor, seperti hilangnya habitat, penggunaan pestisida, dan cahaya buatan, tutur Profesor biologi dari Universitas Sussex, Dave Goulson, dalam kutipan Cnet.com.
Di Malaysia, kunang-kunang berkembang biak di lahan bakau. Namun, karena kawasan tersebut dikonversi menjadi kawasan perkebunan sawit dan pertanian budi daya, habitatnya tergerus, dan siklus hidupnya pun hilang, seperti pernyataan profesor biologi dari Universitas Tufts Sara Lewis.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin Universitas Tufts menyurvei para ilmuwan dan konservasionis tentang ancaman terhadap populasi kunang-kunang di seluruh dunia. Menurut penelitian, salah satu ancaman utama kunang-kunang di Asia Timur dan Amerika Selatan adalah cahaya buatan. Lampu jalan dan lampu bangunan mengganggu bioritme alami dan ritual kawin serangga.
Penelitan terkait penggunaan pestisida yang memengaruhi langkanya kunang-kunang dilakukan di Amerika Serikat. Di sana risiko efek insektisida menjadi sorotan, seperti neonicotinoid, yang digunakan untuk ladang jagung dan biji kedelai.
Riset mencatat, tingkat kecerahan di bumi meningkat hingga 23 persen ini ternyata dapat mengganggu bioritme alami. Polusi cahaya telah mengganggu ritual kawin kunang-kunang, ujar Avalon Owens, seorang kandidat PhD di bidang biologi Universitas Tufts. Mengapa hal ini berpengaruh?
Ternyata mayoritas kunang-kunang mengandalkan bioluminescence, yakni reaksi kimia di dalam tubuh mereka yang memungkinkan untuk menyala saat menemukan dan menarik pasangan. Terpaan cahaya artifisial yang belebihan mengganggu fase itu karena mereka tergolong serangga yang rentan terhadap polusi cahaya.
Sebagai serangga yang unik, kunang-kunang banyak menarik perhatian peneliti. Jurnal berjudul Natural Histroy of the Fireflies of the Serra dos Órgãos Mountain Range (Brazil: Rio de Janeiro) – one of the ‘hottest’ firefly spots on Earth, with a key to genera (Coleoptera: Lampyridae) karya Luiz F L Silveira, dkk (2020) bahkan khusus mengangkatnya menjadi penelitian bersudut pandang sejarah. Kunang-kunang disebutnya sebagai serangga karismatik.
Daftar periksa fauna kunang-kunang beranotasi di pegunungan Serra dos Órgãos (Negara Bagian Rio de Janeiro, Brazil Tenggara), dengan informasi tentang sejarah alam setiap spesies.
Data dikumpulkan dengan tiga cara, yakni pengambilan sampel bulanan dengan perangkap Malaise dan pencarian aktif sepanjang transek elevasi dari 130m hingga 2.170m selama 2 tahun (2014–2016); observasi lapangan ekstensif; dan diambil dari catatan sejarah spesies untuk Serra dos Órgãos dari spesimen museum dalam koleksi utama di Brazil dan Eropa.
Hal yang mengagumkan ditemukan, terdapat 58 spesies yang mewakili 21 genera, dan menyatakan Serra dos Órgãos sebagai salah satu surganya kunang-kunang terkaya di Bumi.
Sebagian besar spesies hanya terbatas pada satu atau dua tipe habitat dan/atau hanya di salah satu musim regional (hangat atau dingin).
Baca juga: Fakta Edelweiss, Bunga yang Rusak Akibat Event Motor Trail di Ranca Upas
Benarkah serangga unik itu mulai langka? Jadi sedih dan bertanya-tanya, kenapa bisa? Ada lebih dari 2.000 spesies kunang-kunang yang berbeda di seluruh dunia, tetapi populasinya berkurang. Tidak ada yang tahu pasti. Tetapi kebanyakan peneliti menyalahkan dua faktor utama: perkembangan dan polusi cahaya.
Baca juga: Hypereport: Ujung Tombak dan Potensi Domestikasi Hewan di Indonesia
Dari sebuah jurnal Bioscience, pertanyaan tersebut terjawab. Kunang-kunang memang menghadapi ancaman kepunahan akibat sejumlah faktor, seperti hilangnya habitat, penggunaan pestisida, dan cahaya buatan, tutur Profesor biologi dari Universitas Sussex, Dave Goulson, dalam kutipan Cnet.com.
Di Malaysia, kunang-kunang berkembang biak di lahan bakau. Namun, karena kawasan tersebut dikonversi menjadi kawasan perkebunan sawit dan pertanian budi daya, habitatnya tergerus, dan siklus hidupnya pun hilang, seperti pernyataan profesor biologi dari Universitas Tufts Sara Lewis.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin Universitas Tufts menyurvei para ilmuwan dan konservasionis tentang ancaman terhadap populasi kunang-kunang di seluruh dunia. Menurut penelitian, salah satu ancaman utama kunang-kunang di Asia Timur dan Amerika Selatan adalah cahaya buatan. Lampu jalan dan lampu bangunan mengganggu bioritme alami dan ritual kawin serangga.
Penelitan terkait penggunaan pestisida yang memengaruhi langkanya kunang-kunang dilakukan di Amerika Serikat. Di sana risiko efek insektisida menjadi sorotan, seperti neonicotinoid, yang digunakan untuk ladang jagung dan biji kedelai.
Riset mencatat, tingkat kecerahan di bumi meningkat hingga 23 persen ini ternyata dapat mengganggu bioritme alami. Polusi cahaya telah mengganggu ritual kawin kunang-kunang, ujar Avalon Owens, seorang kandidat PhD di bidang biologi Universitas Tufts. Mengapa hal ini berpengaruh?
Ternyata mayoritas kunang-kunang mengandalkan bioluminescence, yakni reaksi kimia di dalam tubuh mereka yang memungkinkan untuk menyala saat menemukan dan menarik pasangan. Terpaan cahaya artifisial yang belebihan mengganggu fase itu karena mereka tergolong serangga yang rentan terhadap polusi cahaya.
Ilustrasi kunang-kunang (Sumber foto: Unsplash/James Wainscoat)
Daftar periksa fauna kunang-kunang beranotasi di pegunungan Serra dos Órgãos (Negara Bagian Rio de Janeiro, Brazil Tenggara), dengan informasi tentang sejarah alam setiap spesies.
Data dikumpulkan dengan tiga cara, yakni pengambilan sampel bulanan dengan perangkap Malaise dan pencarian aktif sepanjang transek elevasi dari 130m hingga 2.170m selama 2 tahun (2014–2016); observasi lapangan ekstensif; dan diambil dari catatan sejarah spesies untuk Serra dos Órgãos dari spesimen museum dalam koleksi utama di Brazil dan Eropa.
Hal yang mengagumkan ditemukan, terdapat 58 spesies yang mewakili 21 genera, dan menyatakan Serra dos Órgãos sebagai salah satu surganya kunang-kunang terkaya di Bumi.
Sebagian besar spesies hanya terbatas pada satu atau dua tipe habitat dan/atau hanya di salah satu musim regional (hangat atau dingin).
Baca juga: Fakta Edelweiss, Bunga yang Rusak Akibat Event Motor Trail di Ranca Upas
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.