Kunang-kunang Sudah Jarang Terlihat, Kok Bisa?
24 May 2023 |
21:00 WIB
1
Like
Like
Like
Sebuah penelitian berjudul Firefly Translocation: A Case Study of Genetic and Behavioral Evaluation in Thailand (Anchana Thancharoen, 2021) menunjukkan atensi lain yang berbeda. Yakni, mengangkat topik translokasi sebagai upaya yang kerap digunakan untuk melestarikan fauna yang terancam punah dengan melepaskan individu dari populasi liar atau penangkaran ke area tertentu.
Kendati pendekatan ini tidak banyak menghasilkan kesuksesan karena populasi yang dipindahkan tidak dapat bertahan sendiri di habitat yang baru, paling tidak sebuah upaya telah dilakukan.
Biasanya, konsekuensi genetik dari perkawinan sedarah dan adaptasi genetik terhadap penangkaran dapat mengurangi kelayakan populasi penangkaran untuk berhasil berkembang biak di alam liar.
Pada bukti kasus kunang-kunang Jepang, perbedaan genetik antara populasi yang ditranslokasi dan lokal harus dipertimbangkan untuk program translokasi yang berkelanjutan.
Sebuah studi kasus dilakukan dengan melibatkan evaluasi genetik dan perilaku populasi S. Aquatilis untuk menilai kemungkinan memasukkan spesies bagi program translokasi kunang-kunang di Thailand.
Meskipun hasilnya menunjukkan tidak ada variasi genetik di antara populasi, pemeriksaan variasi flash signal memperlihatkan populasi jarak jauh memiliki flash pulse kawin yang lebih lama daripada populasi lain di wilayah metropolitan Bangkok.
Berita baiknya, spesies kunang-kunang langka bernama ilmiah Luciola Singapura ditemukan kembali setelah 100 tahun menghilang (terhitung terakhir terdeteksi sejak tahun 1909), tepatnya di rawa Nee Soon, Singapura. Kunang-kunang tersebut ditemukan oleh tim peneliti dari National University of Singapore (NUS) dan National Parks Board (NParks).
Luciola Singapura memiliki rata-rata panjang yang tidak lebih dari 5mm. Serangga ini tinggal di daerah rawa dengan vegetasi yang lebat, daun yang lembap, dan kontur tanah dengan kelembapan tinggi. Peneliti menyebutkan, dari pukul 8 sampai 10 malam, mereka terbang rendah sambil mengedip-ngedipkan cahaya di antara semak-semak di tepi hutan.
Penemuan mengagumkan tersebut tentu tidak hanya berharga bagi Singapura, tetapi juga menandai pencapaian kemajuan dalam memeriksa DNA modern, seperti gonome skimming yang memungkinkan peneliti memeriksa struktur biologis internal kunang-kunang.
Untuk Genhype yang tertarik dengan wisata kunang-kunang, kalian tidak perlu pergi jauh sampai ke luar negeri. Di Indonesia, masih ada beberapa tempat wisata kunang-kunang yang bisa kalian nikmati, salah satunya terletak di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Sekitar 20 menit setelah menyelusuri Sungai Sebong.
Bagi para orang tua, ibarat mengenang dan bercerita tentang dongeng nyata masa kecil ke putera-puterinya. Yuk ajak anak-anak atau orang tersayang untuk menyaksikan cantiknya kunang-kunang sebelum cahayanya ‘meredup’.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Kendati pendekatan ini tidak banyak menghasilkan kesuksesan karena populasi yang dipindahkan tidak dapat bertahan sendiri di habitat yang baru, paling tidak sebuah upaya telah dilakukan.
Biasanya, konsekuensi genetik dari perkawinan sedarah dan adaptasi genetik terhadap penangkaran dapat mengurangi kelayakan populasi penangkaran untuk berhasil berkembang biak di alam liar.
Pada bukti kasus kunang-kunang Jepang, perbedaan genetik antara populasi yang ditranslokasi dan lokal harus dipertimbangkan untuk program translokasi yang berkelanjutan.
Sebuah studi kasus dilakukan dengan melibatkan evaluasi genetik dan perilaku populasi S. Aquatilis untuk menilai kemungkinan memasukkan spesies bagi program translokasi kunang-kunang di Thailand.
Meskipun hasilnya menunjukkan tidak ada variasi genetik di antara populasi, pemeriksaan variasi flash signal memperlihatkan populasi jarak jauh memiliki flash pulse kawin yang lebih lama daripada populasi lain di wilayah metropolitan Bangkok.
Berita baiknya, spesies kunang-kunang langka bernama ilmiah Luciola Singapura ditemukan kembali setelah 100 tahun menghilang (terhitung terakhir terdeteksi sejak tahun 1909), tepatnya di rawa Nee Soon, Singapura. Kunang-kunang tersebut ditemukan oleh tim peneliti dari National University of Singapore (NUS) dan National Parks Board (NParks).
Luciola Singapura memiliki rata-rata panjang yang tidak lebih dari 5mm. Serangga ini tinggal di daerah rawa dengan vegetasi yang lebat, daun yang lembap, dan kontur tanah dengan kelembapan tinggi. Peneliti menyebutkan, dari pukul 8 sampai 10 malam, mereka terbang rendah sambil mengedip-ngedipkan cahaya di antara semak-semak di tepi hutan.
Penemuan mengagumkan tersebut tentu tidak hanya berharga bagi Singapura, tetapi juga menandai pencapaian kemajuan dalam memeriksa DNA modern, seperti gonome skimming yang memungkinkan peneliti memeriksa struktur biologis internal kunang-kunang.
Untuk Genhype yang tertarik dengan wisata kunang-kunang, kalian tidak perlu pergi jauh sampai ke luar negeri. Di Indonesia, masih ada beberapa tempat wisata kunang-kunang yang bisa kalian nikmati, salah satunya terletak di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Sekitar 20 menit setelah menyelusuri Sungai Sebong.
Bagi para orang tua, ibarat mengenang dan bercerita tentang dongeng nyata masa kecil ke putera-puterinya. Yuk ajak anak-anak atau orang tersayang untuk menyaksikan cantiknya kunang-kunang sebelum cahayanya ‘meredup’.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.