7 Fakta Tjio Wie Tay, Pendiri Toko Buku Gunung Agung yang Bermodal Mimpi
22 May 2023 |
17:21 WIB
1
Like
Like
Like
4. Berkongsi Buka Toko
Balik ke wilayah Senen, Tjio Wie Tay membentuk kongsi dagang bersama dua rekannya, Lie Tay San dan The Kie Hoat dengan nama Thay San Kongsie pada 1948. Thay San memiliki arti Gunung Agung. Poduk utama yang dijual yakni rokok, walaupun ada produk sampingan seperti alat tulis dan buku.Namun demikian, pada 1953, Lie Thay San memutuskan mundur dari kongsi dagang ini. The Kie Hoat dan Tjio Wie Tay memutuskan menjalankan kerja sama dengan mendirikan nama perusahaan baru, P.T Gunung Agung.
Mereka memantapkan fokus pada industri perbukuan. Pada 1954, Tjio Wie Tay dan rekannya itu sukses mengadakan pekan buku Indonesia pertama di Gedung Pertemuan Kotapradja (Decapark), Jakarta.
Dua orang pebisnis buku ini terbilang nekat mengadakan Pekan Buku Indonesia dengan modal sekitar Rp500.000, yang separuhnya habis untuk biaya promosi.
“Pekan buku Indonesia pertama yang paling besar dan lengkap, mendapat kunjungan dari Presiden Soekarno, Wakil Presiden Bung Hatta, dan banyak menteri,” tutur Masagung mengenang. PT Gunung Agung di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat pun diresmikan pada 8 September 1953 oleh Bung Karno.
5. Pemimpi
Pemilik nama lahir Tjio Wie Tay ini mengaku memiliki banyak cita-citanya bahkan hampir terus-menerus mempunyai gagasan dan imajinasi baru. “Kalau Bung Karno bilang gantungkanlah cita-citamu setinggi langit,” jelasnya. Dia selalu ingin membuktikan kepada orang-orang yang menyebutnya tukang imajinatif ataupun pemimpi. Lantas dengan izin Allah, katanya impian itu bisa dia wujudkan.
6. Jadi Mualaf
Tjio Wie Tay memutuskan untuk memeluk agama Islam pada 1975 secara diam-diam. Dia menyebut sebelumnya tidak pernah menganut kepercayaan dengan tegas. Dia pernah menulis kolom agama di KTP beragama Hindu. Namun seiring waktu terlebih sebagai pedagang, dia tidak terlalu memperdulikan agama.Suatu ketika dia mengalami beberapa hal gaib yang sulit dijelaskan. Sejak itulah dia memutuskan menjadi mualaf. Dia menjadi muslim yang taat dengan perintah agama, termasuk melakukan rukun Islam dengan berhaji.
7. Pengagum Soekarno
Masagung terbilang fans garis keras Soekarno. Bermula ketika dia sukses menyelenggarakan Pekan Buku Nasional pada 1953. Bung Karno yang kala itu datang kemudian mempercayakannya untuk membantu pemerintah menyelenggarakan Pameran Buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa Indonesia pada tahun yang sama. Pada 1956, Gunung Agung diminta pemerintah menyelenggarakan pameran buku di Malaka dan Singapura. Bahkan Bung Karno turut datang ketika Toko Gunung Agung berlantai tiga di Jalan Kwitang 6, diresmikan pada 8 September 1963.
Cukup berpengaruh dalam perjalanan bisnisnya, Masagung memutuskan mendirikan Yayasan Idayu pada 28 Oktober 1966. Idayu diambil dari nama ibunda Bung Karno, Ida Ayu Nyoman Rai.
Yayasan yang bergerak di bidang perpustakaan, dokumentasi, ceramah, dan merambah penerbitan ini berdiri di Gedung Kebangkitan Nasional yang berubah menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Bung Karno, Bung Hatta, dan Adam Malik tercatat sebagai pelindung yayasan ini.
Baca juga: Pakar Bisnis Ungkap Penyebab Bangkrut & 5 Tren Toko Buku di Masa Mendatang
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.