Waspada Hamil di Atas Usia 35 Tahun, Deretan Risiko Ini Mengintai
15 May 2023 |
11:40 WIB
1
Like
Like
Like
Menikah di usia lebih dari 30 tahun menjadi tren di kalangan pekerja saat ini. Mengejar karier dan memiliki kehidupan yang mapan menjadi alasan yang sering terdengar. Namun bagi seorang wanita, keputusan tersebut bisa berpengaruh pada kualitas hidupnya, salah satunya dalam hal memiliki keturunan.
Selain jumlah sel telur yang menipis, wanita yang menikah terutama di usia lebih dari 35 tahun bisa mengalami kehamilan berisiko. “Kehamilan risiko tingi dari segi usia di bawah 18 di atas 35 tahun,” ujar Spesialis Kandungan dan Kebidanan dari RS Ibu dan Anak Grand Family dr. Christian Wijaya saat ditemui Hypeabis.id belum lama ini.
Kehamilan berisiko tinggi merupakan kehamilan yang membahayakan ibu maupun janin yang dikandungnya. Mereka yang mengandung di usia 35 tahun berisiko tinggi mengalami preeklampsia, diabetes gestasional, keguguran, bayi lahir prematur, dan terjadinya kelainan kromosom pada bayi.
Baca juga: Ladies, Waspadai Faktor Kehamilan Berisiko Tinggi
Mengutip March of Dimes Oganization, preeklampsia terjadi ketika seorang wanita hamil memiliki tekanan darah tinggi dan tanda-tanda bahwa beberapa organnya, seperti ginjal dan hati, mungkin tidak berfungsi dengan baik. Tanda-tanda preeklamsia termasuk adanya protein dalam urin, perubahan penglihatan, dan sakit kepala parah. Kondisi ini bisa terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan atau tepat setelah kehamilan.
Adapun diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang dialami beberapa wanita selama kehamilan walaupun sebelumnya tidak memiliki riwayat diabetes. Umumnya, gangguan ini terjadi pada usia kehamilan di trimester kedua, antara minggu ke 24 sampai 28.
Risiko keguguran atau kehilangan janin di usia kehamilan 24 minggu meningkat seiring bertambahnya usia. Pada wanita usi 35 tahun, risikonya mencapai 22 persen dan meningkat 38 persen pada usia 40 tahun. Salah satu alasan tingkat keguguran meningkat seiring bertambahnya usia adalah telur yang lebih tua lebih mungkin membawa kesalahan genetik.
Sedangkan kelahiran prematur merupakan bayi lahir terlalu cepat, sebelum usia kehamilan 37 minggu. Biasanya bayi lahir dengan berat badan rendah dan kondisi organnya belum matang sempurna.
Risiko bayi lahir dengan kelainan kromosom yakni dikaitkan dengan sindrom Down, Edwards, dan Patau. Mereka dapat menyebabkan masalah kesehatan secara keseluruhan, bagaimana tubuh berkembang atau bagaimana tubuh bekerja.
Mengutip NCT.org, peluang memiliki bayi dengan sindrom down meningkat dari kurang dari satu dalam 1.000 di bawah usia 30 menjadi satu dalam 400 untuk wanita yang hamil pada usia 35 tahun. Kemungkinan sindrom down terus meningkat seiring bertambahnya usia wanita.
Kendati demikian, semua risiko itu bisa dicegah apabila sang ibu rutin memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis obgyn. Dengan demikian, jika ada komplikasi kehamilan seperti yang terjadi di atas, bisa segera diatasi.
Christian menyebut treatment atau perawatan yang dilakukan akan menyesuaikan kondisi yang dialami sang ibu. Misal begitu ibu ternyata mengalami preeklampsia, maka akan dilakukan perawatan untuk mengontrol tekanan darahnya dan mungkin akan ada pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan.
Dokter mungkin akan melakukan skrining melalui ultrasonografi (USG) yang lebih detail untuk mengetahui apakah ada kelainan kromosom atau tidak. Dokter juga akan memeriksa kondisi jantung janin apakah ada bocor atau tidak. “Skriningnya akan lebih rutin,” imbuhnya.
Sementara itu, dia menyebut tidak ada asupan khusus untuk ibu hamil. Asupan khusus tergantung pada kondisi yang dialami ibu dengan kehamilan berisiko. Sebagai contoh saat ibu mengalami diabetes kehamilan, risiko penyebabnya yakni tingginya kadar gula dalam darah. “Berarti asupan khusus yang harus dikurangi karbohidrat, gula. Kalau hipertensi, makan tinggi protein, rendah garam supaya menurunkan tekanan darahnya,” tuturnya.
Christian menambahkan ibu yang mengalami kehamilan berisiko terutama di atas 35 tahun sebaiknya memenuhi asupan makronuntrien dengan mengonsumsi makanan yang tinggi protein. Dia menjelaskan pembentukan embrio untuk perkembangan otak hanya membutuhkan protein baik hewani maupun nabati. Ibu juga wajib kontrol ke dokter kandungan dan mengikuti arahan dokter.
Baca juga: Kenali Faktor Risiko Anak Down Syndrome sejak dalam Kandungan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Selain jumlah sel telur yang menipis, wanita yang menikah terutama di usia lebih dari 35 tahun bisa mengalami kehamilan berisiko. “Kehamilan risiko tingi dari segi usia di bawah 18 di atas 35 tahun,” ujar Spesialis Kandungan dan Kebidanan dari RS Ibu dan Anak Grand Family dr. Christian Wijaya saat ditemui Hypeabis.id belum lama ini.
Kehamilan berisiko tinggi merupakan kehamilan yang membahayakan ibu maupun janin yang dikandungnya. Mereka yang mengandung di usia 35 tahun berisiko tinggi mengalami preeklampsia, diabetes gestasional, keguguran, bayi lahir prematur, dan terjadinya kelainan kromosom pada bayi.
Baca juga: Ladies, Waspadai Faktor Kehamilan Berisiko Tinggi
Mengutip March of Dimes Oganization, preeklampsia terjadi ketika seorang wanita hamil memiliki tekanan darah tinggi dan tanda-tanda bahwa beberapa organnya, seperti ginjal dan hati, mungkin tidak berfungsi dengan baik. Tanda-tanda preeklamsia termasuk adanya protein dalam urin, perubahan penglihatan, dan sakit kepala parah. Kondisi ini bisa terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan atau tepat setelah kehamilan.
Adapun diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang dialami beberapa wanita selama kehamilan walaupun sebelumnya tidak memiliki riwayat diabetes. Umumnya, gangguan ini terjadi pada usia kehamilan di trimester kedua, antara minggu ke 24 sampai 28.
Risiko keguguran atau kehilangan janin di usia kehamilan 24 minggu meningkat seiring bertambahnya usia. Pada wanita usi 35 tahun, risikonya mencapai 22 persen dan meningkat 38 persen pada usia 40 tahun. Salah satu alasan tingkat keguguran meningkat seiring bertambahnya usia adalah telur yang lebih tua lebih mungkin membawa kesalahan genetik.
Sedangkan kelahiran prematur merupakan bayi lahir terlalu cepat, sebelum usia kehamilan 37 minggu. Biasanya bayi lahir dengan berat badan rendah dan kondisi organnya belum matang sempurna.
Risiko bayi lahir dengan kelainan kromosom yakni dikaitkan dengan sindrom Down, Edwards, dan Patau. Mereka dapat menyebabkan masalah kesehatan secara keseluruhan, bagaimana tubuh berkembang atau bagaimana tubuh bekerja.
Mengutip NCT.org, peluang memiliki bayi dengan sindrom down meningkat dari kurang dari satu dalam 1.000 di bawah usia 30 menjadi satu dalam 400 untuk wanita yang hamil pada usia 35 tahun. Kemungkinan sindrom down terus meningkat seiring bertambahnya usia wanita.
Kendati demikian, semua risiko itu bisa dicegah apabila sang ibu rutin memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis obgyn. Dengan demikian, jika ada komplikasi kehamilan seperti yang terjadi di atas, bisa segera diatasi.
Christian menyebut treatment atau perawatan yang dilakukan akan menyesuaikan kondisi yang dialami sang ibu. Misal begitu ibu ternyata mengalami preeklampsia, maka akan dilakukan perawatan untuk mengontrol tekanan darahnya dan mungkin akan ada pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan.
Dokter mungkin akan melakukan skrining melalui ultrasonografi (USG) yang lebih detail untuk mengetahui apakah ada kelainan kromosom atau tidak. Dokter juga akan memeriksa kondisi jantung janin apakah ada bocor atau tidak. “Skriningnya akan lebih rutin,” imbuhnya.
Sementara itu, dia menyebut tidak ada asupan khusus untuk ibu hamil. Asupan khusus tergantung pada kondisi yang dialami ibu dengan kehamilan berisiko. Sebagai contoh saat ibu mengalami diabetes kehamilan, risiko penyebabnya yakni tingginya kadar gula dalam darah. “Berarti asupan khusus yang harus dikurangi karbohidrat, gula. Kalau hipertensi, makan tinggi protein, rendah garam supaya menurunkan tekanan darahnya,” tuturnya.
Christian menambahkan ibu yang mengalami kehamilan berisiko terutama di atas 35 tahun sebaiknya memenuhi asupan makronuntrien dengan mengonsumsi makanan yang tinggi protein. Dia menjelaskan pembentukan embrio untuk perkembangan otak hanya membutuhkan protein baik hewani maupun nabati. Ibu juga wajib kontrol ke dokter kandungan dan mengikuti arahan dokter.
Baca juga: Kenali Faktor Risiko Anak Down Syndrome sejak dalam Kandungan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.