5 Tanda Toxic Relationship yang Sulit Dilepaskan, Awas Terjerat!
14 May 2023 |
15:33 WIB
Toxic relationship atau hubungan toksik adalah istilah yang belakangan cukup populer dan kerap muncul menjadi perbincangan di media sosial. Tidak sedikit perempuan yang menjadi korban karena selalu bertahan di tengah ikatan yang sejatinya tidak nyaman.
Jika diharfiahkan, toxic relationship menurut Dating & Relationship Coach, Kei Savourie, yakni suatu hubungan jika pasangannya lebih banyak stres, sedih, menangis, kecewa, bahkan disakiti dengan tindakan maupun verbal. Namun dalam kondisi tersebut, dia tetap mempertahankan hubungannya. “Hubungan yang lebih banyak stres daripada happy,” ujarnya kepada Hypeabis.id, belum lama ini.
Memang hubungan yang sehat pun tidak selalu indah. Akan ada muncul konflik, perbedaan, sakit hati, dan saat-saat perasaan tidak stabil. Namun semua itu ujian yang sejatinya bisa diatasi bersama dan dikomunikasikan. Berbeda dengan hubungan toksik yang mengancam kesejahteraan hidup salah satu pasangan karena sulit diatasi dan melepaskan.
Baca juga: Tanda-Tanda Genhype Mengalami Toxic Productivity
Oleh karena itu, penting untuk melihat tanda apakah kamu sudah terjebak di dalam hubungan toxic. Apa saja? Simak ulasannya di bawah ini yuk, Genhype.
1. Selalu Minta Validasi
Kei menyebut biasanya pasangan yang toksik selalu minta validasi dari orang lain. Mereka juga ingin diprioritaskan dan diperhatikan. Sebagai contoh selalu bertanya setiap saat apa yang dilakukan pasangan ketika tidak bersamanya.
Ketika pertanyaan tidak direspon, keraguan apakah pasangan memiliki rasa sayang atau cinta lantas muncul. “Butuh banyak diakuin, divalidasi,” tegasnya.
Founder Kelas Cinta ini berpendapat, biasanya hubungan toxic dibentuk dari pasangan yang butuh validasi dan mengemis kasih sayang karena mereka mengalami trauma masa lalu yang sering dikecewakan. “Jadi ngarep banget buat dicintai. Buat orang itu prioritasin kita, cintai kita, supaya kita bisa merasa berharga lagi. Menebus kurang kasih sayang yang dialami,” tuturnya.
2. Mengorbankan Kebutuhan Diri Sendiri
Cinta bukanlah pengorbanan. Kei menegaskan cinta harus timbal balik jika hubungan ingin bahagia. Contoh sederhana, jika perhatian hanya diberikan salah satu orang pasangan, itu namanya berkorban.
Berkorban hanya bisa menimbulkan rasa tidak bahagia dan pada ujungnya menciptakan benci atau dendam. Di sana akan timbul pertengkaran. Namun demikian, siklus ini terus berulang karena pasangan tersebut butuh validasi cinta.
Ketika timbul rasa benci, kata Kei ada tindakan untuk membalas dengan menyakiti. Mungkin perempuan akan lebih sering mennyindir pasangannya. Namun karena sering disindir, pasangan akhirnya kesal, dan aksi balas-membalas pun terjadi. Tidak jarang ini berujung pada perselingkuhan.
“Muter siklusnya. Jadi jangan banyak berkorban. Kalau berkorban terus-terusan, dijamin jadi benci sama pasangan kalau tidak mendapatkan balasan,” jelasnya.
3. Kesulitan Pasang Batasan
Kei menerangkan semua orang harus punya batasan dalam hubungan. Jika batasan dilanggar, lama-lama akan timbul rasa kesal dan tidak dihargai karena omongan tidak ada artinya. “Sama kayak ancam putus, nangis, minta maaf. Kalau terus-terusan minta putus, kamu ga ada artinya karena kamu tidak punya batasan yang jelas,” tuturnya.
4. Jealous dan Insecure
Pasangan yang toksik kerap kali cemburuan hingga membatasi relasi bahkan hidup pasangannya. Sebagai contoh tidak memperbolehkan untuk memiliki teman laki-laki sampai diminta untuk keluar pekerjaan jika ada teman kantor yang menunjukkan gelagat suka.
Kei menyampaikan cemburu bukan tanda cinta. Jealous adalah bentuk insecure, tanda kamu tidak percaya sama diri sendiri dan percaya jika pasangan bisa dengan mudah menggantikan posisi kamu. “Cemburu tanda insecure,” ucapnya.
5. Tidak Bisa Menjadi Diri Sendiri
Contohnya gengsi. Takut jika mengutarakan perasaan seperti sedih dan kecewa yang dialami kepada pasangan. Mereka takut jika perasaan disampaikan secara terbuka, ternyata tidak berbalas. Bisa dikatakan gensi timbul dari rasa takut dan tanda kurang kasih sayang.
Sementara itu, Kei menilai untuk lepas dari hubungan toxic yang terjalin cukup lama memang terbilang sulit dan butuh proses. Caranya yakni melepas pelan-pelan dengan membuat diri bahagia terlebih dahulu.
“Kalau belum happy, susah buat lepas karena kita merasa di luar sana, akan susah menemukan lagi pria seperti dia,” imbunya.
Baca juga: Marak Toxic Environment di Lingkungan Kerja, WHO Buat Pedoman Global Kesehatan Mental dan Pekerjaan
Oleh karena itu, penting untuk mencari kebahagiaan dengan menjalin kembali hubungan dengan teman dan keluarga yang mungkin sempat ditinggal. Namun paling penting, cari kegiatan atau hobi yang membuat diri bahagia. “Ketika sudah happy, ternyata bisa happy tanpa dia,” pungkasnya.
Editor: Fajar Sidik
Jika diharfiahkan, toxic relationship menurut Dating & Relationship Coach, Kei Savourie, yakni suatu hubungan jika pasangannya lebih banyak stres, sedih, menangis, kecewa, bahkan disakiti dengan tindakan maupun verbal. Namun dalam kondisi tersebut, dia tetap mempertahankan hubungannya. “Hubungan yang lebih banyak stres daripada happy,” ujarnya kepada Hypeabis.id, belum lama ini.
Memang hubungan yang sehat pun tidak selalu indah. Akan ada muncul konflik, perbedaan, sakit hati, dan saat-saat perasaan tidak stabil. Namun semua itu ujian yang sejatinya bisa diatasi bersama dan dikomunikasikan. Berbeda dengan hubungan toksik yang mengancam kesejahteraan hidup salah satu pasangan karena sulit diatasi dan melepaskan.
Baca juga: Tanda-Tanda Genhype Mengalami Toxic Productivity
Oleh karena itu, penting untuk melihat tanda apakah kamu sudah terjebak di dalam hubungan toxic. Apa saja? Simak ulasannya di bawah ini yuk, Genhype.
1. Selalu Minta Validasi
Kei menyebut biasanya pasangan yang toksik selalu minta validasi dari orang lain. Mereka juga ingin diprioritaskan dan diperhatikan. Sebagai contoh selalu bertanya setiap saat apa yang dilakukan pasangan ketika tidak bersamanya.
Ketika pertanyaan tidak direspon, keraguan apakah pasangan memiliki rasa sayang atau cinta lantas muncul. “Butuh banyak diakuin, divalidasi,” tegasnya.
Founder Kelas Cinta ini berpendapat, biasanya hubungan toxic dibentuk dari pasangan yang butuh validasi dan mengemis kasih sayang karena mereka mengalami trauma masa lalu yang sering dikecewakan. “Jadi ngarep banget buat dicintai. Buat orang itu prioritasin kita, cintai kita, supaya kita bisa merasa berharga lagi. Menebus kurang kasih sayang yang dialami,” tuturnya.
2. Mengorbankan Kebutuhan Diri Sendiri
Cinta bukanlah pengorbanan. Kei menegaskan cinta harus timbal balik jika hubungan ingin bahagia. Contoh sederhana, jika perhatian hanya diberikan salah satu orang pasangan, itu namanya berkorban.
Berkorban hanya bisa menimbulkan rasa tidak bahagia dan pada ujungnya menciptakan benci atau dendam. Di sana akan timbul pertengkaran. Namun demikian, siklus ini terus berulang karena pasangan tersebut butuh validasi cinta.
Ketika timbul rasa benci, kata Kei ada tindakan untuk membalas dengan menyakiti. Mungkin perempuan akan lebih sering mennyindir pasangannya. Namun karena sering disindir, pasangan akhirnya kesal, dan aksi balas-membalas pun terjadi. Tidak jarang ini berujung pada perselingkuhan.
“Muter siklusnya. Jadi jangan banyak berkorban. Kalau berkorban terus-terusan, dijamin jadi benci sama pasangan kalau tidak mendapatkan balasan,” jelasnya.
3. Kesulitan Pasang Batasan
Kei menerangkan semua orang harus punya batasan dalam hubungan. Jika batasan dilanggar, lama-lama akan timbul rasa kesal dan tidak dihargai karena omongan tidak ada artinya. “Sama kayak ancam putus, nangis, minta maaf. Kalau terus-terusan minta putus, kamu ga ada artinya karena kamu tidak punya batasan yang jelas,” tuturnya.
4. Jealous dan Insecure
Pasangan yang toksik kerap kali cemburuan hingga membatasi relasi bahkan hidup pasangannya. Sebagai contoh tidak memperbolehkan untuk memiliki teman laki-laki sampai diminta untuk keluar pekerjaan jika ada teman kantor yang menunjukkan gelagat suka.
Kei menyampaikan cemburu bukan tanda cinta. Jealous adalah bentuk insecure, tanda kamu tidak percaya sama diri sendiri dan percaya jika pasangan bisa dengan mudah menggantikan posisi kamu. “Cemburu tanda insecure,” ucapnya.
5. Tidak Bisa Menjadi Diri Sendiri
Contohnya gengsi. Takut jika mengutarakan perasaan seperti sedih dan kecewa yang dialami kepada pasangan. Mereka takut jika perasaan disampaikan secara terbuka, ternyata tidak berbalas. Bisa dikatakan gensi timbul dari rasa takut dan tanda kurang kasih sayang.
Sementara itu, Kei menilai untuk lepas dari hubungan toxic yang terjalin cukup lama memang terbilang sulit dan butuh proses. Caranya yakni melepas pelan-pelan dengan membuat diri bahagia terlebih dahulu.
“Kalau belum happy, susah buat lepas karena kita merasa di luar sana, akan susah menemukan lagi pria seperti dia,” imbunya.
Baca juga: Marak Toxic Environment di Lingkungan Kerja, WHO Buat Pedoman Global Kesehatan Mental dan Pekerjaan
Oleh karena itu, penting untuk mencari kebahagiaan dengan menjalin kembali hubungan dengan teman dan keluarga yang mungkin sempat ditinggal. Namun paling penting, cari kegiatan atau hobi yang membuat diri bahagia. “Ketika sudah happy, ternyata bisa happy tanpa dia,” pungkasnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.