Krisis Iklim Tingkatkan Beban Kesehatan Mental Generasi Muda
12 May 2023 |
20:31 WIB
Perubahan iklim dan peningkatan suhu telah terbukti meningkatkan kadar alergen dan polutan yang ada di udara, menyebabkan kualitas udara memburuk. Bukti yang muncul menunjukkan bahwa kualitas udara yang buruk dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental, khususnya depresi dan kecemasan.
Assistant Professor Public Health Monash University Gabriela Fernando mengatakan, perubahan iklim yang terjadi pada saat ini memiliki dampak langsung tidak hanya pada fisik tapi juga dampak tidak langsung pada kesehatan mental terlebih pada generasi muda.
Dia menuturkan, dampak langsung akibat perubahan iklim seperti trauma dan post traumatic stress dapat dipicu oleh bencana alam. Keadaan yang berubah begitu cepat dalam waktu singkat akan meningkatkan perasaan cemas, stres, dan depresi.
Baca juga: Studi Sebut Polusi Udara Ganggu Kesehatan Mental, Simak 5 Cara Mengatasinya Yuk
"Dampak langsung lainnya adalah eco-anxiety. Generasi muda mengalami stres kronis tentang malapetaka lingkungan yang dapat terjadi akibat perubahan iklim. Mereka merasa khawatir, takut, marah, sedih, bersalah, atau malu tentang masa depannya dan generasi berikutnya," ujarnya dalam diskusi Impact of Climate Change on Youth Mental Health di Kampus Monash University Indonesia, Tangerang, Jumat (12/5/2023).
Tidak sedikit pula dari generasi muda yang rentan dengan gangguan kesehatan mental karena perubahan iklim memaksa mereka untuk berpindah tempat dan kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Sebagian dari mereka juga terpaksa menjadi tulang punggung keluarga pasca bencana alam. Mereka yang biasanya masuk ke pasar tenaga kerja pada usia dini adalah anak laki-laki, dengan mencari nafkah sebagai pekerja kasar.
Psikiater anak dan remaja Universitas Indonesia, Fransiska Kaligis, menuturkan bahwa sebuah studi di Australia melaporkan bahwa orang muda dengan usia dari 18 sampai 24 tahun lebih memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya dalam hal eco-anxiety, pre-trauma symptoms, dan post-traumatic stress disorder (PTSD) symptoms.
Dia juga mengutarakan bahwa gangguan kesehatan mental dapat terjadi pada siapa saja, terlepas dari rentang usia. Adapun, gangguan kesehatan mental dapat dipicu oleh faktor biologis, psikologis dan lingkungan yang dapat membentuk atau justru merusak jiwa seseorang.
Menurut Fransiska, saat ini belum ada studi mengenai perbandingan kondisi kesehatan mental dari satu generasi ke generasi lainnya. Namun, dia mengamati, generasi Z adalah generasi rentan yang terbiasa mendapatkan informasi secara instan jika dibandingkan generasi sebelumnya.
"Informasi yang cepat itu kerap tidak diimbangi dengan kematangan dalam meregulasi emosi dan mengatasi masalah yang dihadapi. Generasi Z tidak dapat melakukan hal itu lantaran keterampilan pengelolaan emosi mereka masih dalam tahap perkembangan," ujarnya.
Dia juga menggarisbawahi bahwa otak seseorang masih berkembang hingga usia 24 tahun. Otak manusia memiliki salah satu fungsi kognitif yang berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang, mengatasi masalah, mengontrol emosi, dan mengambil keputusan.
Sayangnya bagi generasi z dan yang lebih muda, overstimulasi dari banyaknya informasi yang mereka serap menyebabkan fungsi kognitif yang belum matang tidak dapat memproses begitu banyak emosi secara optimal.
"Masa muda merupakan periode penting untuk mengembangkan kebiasaan sosial dan emosional yang penting untuk kesejahteraan mental, seperti pola tidur yang sehat, berolahraga secara teratur, pemecahan masalah, dan keterampilan interpersonal, mengelola emosi, dan sebagainya," tambahnya.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2022, menunjukan 1 dari 3 generasi muda memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Kemudan, 1 dari 20 lainnya memiliki mental disorder dalam 12 bulan.
Penelitian itu juga menyebutkan 4,6 persen dari generasi muda merasa lebih cemas, depresi, kesepian, atau memiliki kesulitan dari pada biasanya karena pandemi Covid-19.
Baca juga: 5 Cara Membangun Mental Anak agar Miliki Kecerdasan Emosional yang Baik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Assistant Professor Public Health Monash University Gabriela Fernando mengatakan, perubahan iklim yang terjadi pada saat ini memiliki dampak langsung tidak hanya pada fisik tapi juga dampak tidak langsung pada kesehatan mental terlebih pada generasi muda.
Dia menuturkan, dampak langsung akibat perubahan iklim seperti trauma dan post traumatic stress dapat dipicu oleh bencana alam. Keadaan yang berubah begitu cepat dalam waktu singkat akan meningkatkan perasaan cemas, stres, dan depresi.
Baca juga: Studi Sebut Polusi Udara Ganggu Kesehatan Mental, Simak 5 Cara Mengatasinya Yuk
"Dampak langsung lainnya adalah eco-anxiety. Generasi muda mengalami stres kronis tentang malapetaka lingkungan yang dapat terjadi akibat perubahan iklim. Mereka merasa khawatir, takut, marah, sedih, bersalah, atau malu tentang masa depannya dan generasi berikutnya," ujarnya dalam diskusi Impact of Climate Change on Youth Mental Health di Kampus Monash University Indonesia, Tangerang, Jumat (12/5/2023).
Tidak sedikit pula dari generasi muda yang rentan dengan gangguan kesehatan mental karena perubahan iklim memaksa mereka untuk berpindah tempat dan kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Sebagian dari mereka juga terpaksa menjadi tulang punggung keluarga pasca bencana alam. Mereka yang biasanya masuk ke pasar tenaga kerja pada usia dini adalah anak laki-laki, dengan mencari nafkah sebagai pekerja kasar.
Psikiater anak dan remaja Universitas Indonesia, Fransiska Kaligis, menuturkan bahwa sebuah studi di Australia melaporkan bahwa orang muda dengan usia dari 18 sampai 24 tahun lebih memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya dalam hal eco-anxiety, pre-trauma symptoms, dan post-traumatic stress disorder (PTSD) symptoms.
Dia juga mengutarakan bahwa gangguan kesehatan mental dapat terjadi pada siapa saja, terlepas dari rentang usia. Adapun, gangguan kesehatan mental dapat dipicu oleh faktor biologis, psikologis dan lingkungan yang dapat membentuk atau justru merusak jiwa seseorang.
Ilustrasi depresi. (Sumber foto: Pexels/Liza Summer)
Menurut Fransiska, saat ini belum ada studi mengenai perbandingan kondisi kesehatan mental dari satu generasi ke generasi lainnya. Namun, dia mengamati, generasi Z adalah generasi rentan yang terbiasa mendapatkan informasi secara instan jika dibandingkan generasi sebelumnya.
"Informasi yang cepat itu kerap tidak diimbangi dengan kematangan dalam meregulasi emosi dan mengatasi masalah yang dihadapi. Generasi Z tidak dapat melakukan hal itu lantaran keterampilan pengelolaan emosi mereka masih dalam tahap perkembangan," ujarnya.
Dia juga menggarisbawahi bahwa otak seseorang masih berkembang hingga usia 24 tahun. Otak manusia memiliki salah satu fungsi kognitif yang berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang, mengatasi masalah, mengontrol emosi, dan mengambil keputusan.
Sayangnya bagi generasi z dan yang lebih muda, overstimulasi dari banyaknya informasi yang mereka serap menyebabkan fungsi kognitif yang belum matang tidak dapat memproses begitu banyak emosi secara optimal.
"Masa muda merupakan periode penting untuk mengembangkan kebiasaan sosial dan emosional yang penting untuk kesejahteraan mental, seperti pola tidur yang sehat, berolahraga secara teratur, pemecahan masalah, dan keterampilan interpersonal, mengelola emosi, dan sebagainya," tambahnya.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2022, menunjukan 1 dari 3 generasi muda memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Kemudan, 1 dari 20 lainnya memiliki mental disorder dalam 12 bulan.
Penelitian itu juga menyebutkan 4,6 persen dari generasi muda merasa lebih cemas, depresi, kesepian, atau memiliki kesulitan dari pada biasanya karena pandemi Covid-19.
Baca juga: 5 Cara Membangun Mental Anak agar Miliki Kecerdasan Emosional yang Baik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.