Darurat Perubahan Iklim, Lapisan Atmosfer Ini Mengembang Puluhan Meter
14 November 2021 |
15:33 WIB
Genhype, kalian tahu enggak kalau Bumi kita sedang berada dalam kedaruratan perubahan iklim? Studi baru yang terbit dala. jurnal Science Advances menunjukkan bahwa selama 40 tahun terakhir, lapisan terendah atmosfer Bumi yang disebut troposfer mengembang ke atas dengan kecepatan kira-kira 164 kaki (50 meter) per dekade.
Bill Randel, seorang ilmuwan di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Boulder, Colorado, negara bagian Amerika Serikat mengatakan perbubahan struktur atmosfer ini adalah bukti dari dampak perubahan iklim. "Hasil ini memberikan konfirmasi di samping semua bukti lain dari perubahan iklim, bahwa gas rumah kaca mengubah atmosfer kita,” ujarnya.
Buat kamu yang belum tahu, troposfer adalah lapisan atmosfer tempat kita hidup dan bernapas. Lapisan ini membentang dari permukaan laut hingga ketinggian mulai dari 4,3 mil (7 kilometer) di atas kutub, hingga 12,4 mil (20 km) di atas daerah tropis. Sebagai lapisan atmosfer yang paling banyak mengandung panas dan kelembaban, troposfer satu-satunya lapisan yang mengalami fenomena cuaca.
Para peneliti menyebut udara di atmosfer mengembang saat panas dan menyusut saat dingin sehingga batas atas troposfer, yang disebut tropopause, secara alami menyusut dan mengembang seiring perubahan musim.
Tetapi dengan menganalisis data atmosfer seperti tekanan, suhu, dan kelembaban yang diambil antara 20 dan 80 derajat lintang utara, serta memasangkannya dengan data GPS, para peneliti menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah gas rumah kaca yang memerangkap lebih banyak panas di atmosfer, tropopause meningkat lebih tinggi daripada sebelumnya.
Menurut penelitian sementara, tropopause naik sekitar 164 kaki (50 m) per dekade antara 1980 dan 2000, peningkatan itu naik menjadi 174 kaki (53,3 m) per dekade antara 2001 dan 2020.
Dengan mempertimbangkan peristiwa alam di wilayah studi mereka seperti dua letusan gunung berapi pada 1980-an dan pemanasan Pasifik berkala El Niño pada akhir 1990-an, para peneliti memperkirakan bahwa aktivitas manusia tetap menyumbang 80 persen dari total peningkatan ketinggian atmosfer.
Sementara itu, stratosfer, peneliti memantau bahwa lapisan di atas troposfer terlihat menyusut berkat pelepasan gas rumah kaca perusak ozon itu di masa lalu. Gas-gas ini menyusutkan stratosfer melalui penghancuran lapisan ozon stratosfer, meskipun pembatasan terhadap emisi dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan konsentrasi atmosfer dari gas-gas ini menurun.
Para ilmuwan masih belum yakin bagaimana kenaikan tropopause akan mempengaruhi iklim atau cuaca. Namun yang pasti, hal itu bisa membuat pesawat terbang lebih tinggi di atmosfer untuk menghindari turbulensi.
"Studi ini menangkap dua cara penting bahwa manusia mengubah atmosfer. Ketinggian tropopause semakin dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca bahkan ketika masyarakat telah berhasil menstabilkan kondisi di stratosfer dengan membatasi bahan kimia perusak ozon,” tutur Randel.
Editor Fajar Sidik
Bill Randel, seorang ilmuwan di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Boulder, Colorado, negara bagian Amerika Serikat mengatakan perbubahan struktur atmosfer ini adalah bukti dari dampak perubahan iklim. "Hasil ini memberikan konfirmasi di samping semua bukti lain dari perubahan iklim, bahwa gas rumah kaca mengubah atmosfer kita,” ujarnya.
Buat kamu yang belum tahu, troposfer adalah lapisan atmosfer tempat kita hidup dan bernapas. Lapisan ini membentang dari permukaan laut hingga ketinggian mulai dari 4,3 mil (7 kilometer) di atas kutub, hingga 12,4 mil (20 km) di atas daerah tropis. Sebagai lapisan atmosfer yang paling banyak mengandung panas dan kelembaban, troposfer satu-satunya lapisan yang mengalami fenomena cuaca.
Para peneliti menyebut udara di atmosfer mengembang saat panas dan menyusut saat dingin sehingga batas atas troposfer, yang disebut tropopause, secara alami menyusut dan mengembang seiring perubahan musim.
Tetapi dengan menganalisis data atmosfer seperti tekanan, suhu, dan kelembaban yang diambil antara 20 dan 80 derajat lintang utara, serta memasangkannya dengan data GPS, para peneliti menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah gas rumah kaca yang memerangkap lebih banyak panas di atmosfer, tropopause meningkat lebih tinggi daripada sebelumnya.
Menurut penelitian sementara, tropopause naik sekitar 164 kaki (50 m) per dekade antara 1980 dan 2000, peningkatan itu naik menjadi 174 kaki (53,3 m) per dekade antara 2001 dan 2020.
Dengan mempertimbangkan peristiwa alam di wilayah studi mereka seperti dua letusan gunung berapi pada 1980-an dan pemanasan Pasifik berkala El Niño pada akhir 1990-an, para peneliti memperkirakan bahwa aktivitas manusia tetap menyumbang 80 persen dari total peningkatan ketinggian atmosfer.
Sementara itu, stratosfer, peneliti memantau bahwa lapisan di atas troposfer terlihat menyusut berkat pelepasan gas rumah kaca perusak ozon itu di masa lalu. Gas-gas ini menyusutkan stratosfer melalui penghancuran lapisan ozon stratosfer, meskipun pembatasan terhadap emisi dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan konsentrasi atmosfer dari gas-gas ini menurun.
Para ilmuwan masih belum yakin bagaimana kenaikan tropopause akan mempengaruhi iklim atau cuaca. Namun yang pasti, hal itu bisa membuat pesawat terbang lebih tinggi di atmosfer untuk menghindari turbulensi.
"Studi ini menangkap dua cara penting bahwa manusia mengubah atmosfer. Ketinggian tropopause semakin dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca bahkan ketika masyarakat telah berhasil menstabilkan kondisi di stratosfer dengan membatasi bahan kimia perusak ozon,” tutur Randel.
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.