Ilustrasi virus. (Sumber gambar: Fashion Medical Animation/Unsplash)

Waspada 8 Ancaman Kesehatan yang Mengintai Indonesia Pada 2025, Ada Risiko Pandemi Baru

02 January 2025   |   15:25 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Indonesia diprediksi menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks pada 2025. Ancaman penyakit menular yang sudah ada seperti malaria, Human Immunodeficiency Virus (HIV), Tuberkulosis (TBC), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF/DBD), risiko pandemi flu burung, dan resistensi antimikroba kemungkinan akan merebak. 

Dicky Budiman, seorang dokter, epidemiolog, dan peneliti Indonesia dari  Pusat Kesehatan Lingkungan dan Populasi (CEPH) Griffith University Australia, mengatakan pengendalian penyakit-penyakit tersebut akan lebih sulit. Hal ini disebabkan adanya zoonosis, sanitasi buruk, minim akses air bersih, masalah gangguan gizi, dan dampak perubahan iklim yang mempercepat penyebaran virus atau penyakit.

Baca Juga: Mengenal Penyakit Afasia Mulai dari Gejala sampai Penanganannya

Lantas apa saja potensi ancaman kesehatan utama pada 2025? Berikut daftar lengkap prediksi Dicky Budiman. 

 

1. Penyakit Menular


Malaria, HIV, dan Tuberkulosis diperkirakan tetap menjadi masalah besar di Indonesia pada 2025. Pasalnya, tingkat kematian globalnya mencapai sekitar 2 juta jiwa setiap tahun. 

Malaria masih menjadi endemik di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah timur seperti Papua dan Nusa Tenggara. Sementara itu, HIV di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan akses pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial.

Adapun Tuberkulosis di Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi. Timbulnya resistensi antibiotic dapat memperburuk situasi ini.

 

2. Flu Burung (H5N1) dan Risiko Pandemi Baru


Flu burung tipe H5N1: virus ini telah menyebar luas pada unggas domestik dan liar, menjadi perhatian global dan nasional. Di Amerika Serikat, kasus penularan pada manusia meningkat dengan angka kematian mencapai 30 persen dari total infeksi manusia.

Di Indonesia, populasi unggas yang besar dan kurangnya pengawasan ketat meningkatkan risiko transmisi ke manusia, terutama di peternakan kecil yang belum tersentuh regulasi ketat. 

Selain itu, Dicky menilai ada kemungkinan mutasi dari virus ini. “Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, yang berpotensi memicu pandemi,” tuturnya.

 

3. Resistensi Antimikroba (AMR)


Kondisi ini terjadi karena penyalahgunaan antibiotik. Resep obat tidak terkontrol dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati.

Lalu, penyakit yang disebabkan oleh patogen resisten, seperti HIV drug resistant, TBC resisten obat, gonorrhoea resisten antibiotik dan infeksi bakteri lainnya, bisa menjadi ancaman serius. “Resistensi antibiotik dapat membuat pengobatan penyakit yang sebelumnya mudah diobati menjadi sulit dan berbiaya tinggi,” terang Dicky. 

 

4. Zoonosis dan Penyakit Baru yang Muncul


Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis), seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies, tetap menjadi tantangan, terutama di daerah dengan literasi rendah, kontak dengan alam liar, dan populasi hewan liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.

 

5. Dampak Perubahan Iklim pada Penyebaran Penyakit


Perubahan iklim yang meningkatkan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD). Risiko penyakit pernapasan juga tinggi. Polusi udara dan kebakaran hutan dapat memicu peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma.

 

6. Lonjakan Penyakit Mental


Masalah kesehatan mental diprediksi terus meningkat akibat stres ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial. Dicky menyebut depresi, kecemasan, dan bunuh diri menjadi tantangan utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

 

7. Penyakit Tidak Menular 


Penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung, serta pembuluh darah akan semakin meningkat. Seiring dengan populasi penduduk di atas 60 tahun semakin meningkat, gaya sedentary life semakin merebak. 

Kondisi ini ditambah dengan pola makan minum yang tinggi kalori, lemak dan gula garam. Masyarakat juga cenderung semakin terpapar polutan dan tata kota yang tidak ramah pejalan kaki dan ruang terbuka hijau semakin menjauhkan publik dari kualitas hidup sehat. 

 

8. Krisis Kesehatan Anak dan Gizi Buruk


Malnutrisi, baik kekurangan gizi maupun obesitas, menjadi masalah besar di negara berkembang dan maju. Dicky menerangkan penyakit terkait gizi buruk, seperti stunting dan diabetes tipe 2 pada anak, memerlukan intervensi lebih besar. 

Tidak cukup hanya dengan program makan bergizi gratis yang direncanakan akan dimulai pada 2025. Dicky berpendapat program ini selain penuh tantangan dari sisi pelaksanaannya yang memerlukan konsistensi, keberlanjutan dan kualitas, juga harus disertai dengan adanya perubahan pola hidup serta perubahan aspek atau sektor lain seperti lingkungan, sanitasi, hingga air bersih untuk mendukung peningkatan status gizi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Apa Itu Kanker Usus Besar? Penyakit yang Diidap Pelawak Nurul Qomar

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Memacu Pasar Film Kota Tier 3 & Prediksi Jumlah Penonton Indonesia 2025

BERIKUTNYA

Rekomendasi Film Bioskop Baru Akhir Pekan 2-5 Januari 2025

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: