Mengelola Keuangan Promotor untuk Kesuksesan Konser Musik
10 May 2023 |
15:44 WIB
Sunyinya panggung konser selama pandemi membuat masyarakat haus akan hiburan pertunjukan musik. Tak ayal, kini, setelah kondisi pandemi semakin mereda, gairah dan minat masyarakat untuk menonton konser sangat tinggi. Konser dan festival musik dari berbagai skala selalu dipadati oleh penonton.
Momentum ini tentu menjadi angin segar bagi para promotor untuk kembali mengadakan sejumlah agenda konser dan festival musik. Roda bisnis yang sempat mandeg selama pandemi akhirnya bergeliat lagi bahkan perputarannya saat ini boleh dibilang sangat menjanjikan.
Kendati demikian, industri konser musik saat ini juga diwarnai dengan sejumlah persoalan. Tak sedikit konser dan festival musik yang tidak berjalan mulus. Banyak konser yang harus batal ataupun munculnya konser 'fiktif' dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang akhirnya merugikan konsumen.
Baca juga: Konser Musik Makin Menjamur, Begini Cara Menghindari Penipuan Calo Tiket
Data dari survei yang dilakukan Narasi menyebutkan ada 1.550 tiket dari 22 konser yang batal dan belum di-refund ke konsumen dengan total kerugian mencapai Rp1,1 miliar. Selain itu, persoalan konser 'fiktif' yang terjadi di sejumlah daerah juga telah merugikan konsumen hingga ratusan juta rupiah.
Rizky Aulia atau yang lebih dikenal Kiki Ucup, selaku Chief Marketing Officer Boss Creator, sangat menyayangkan terhadap kejadian tersebut yang menurutnya dapat menimbulkan sentimen negatif masyarakat kepada promotor. Menurutnya, bukan tidak mungkin masyarakat akan merasa kecewa hingga trauma yang akhirnya membuat mereka tidak menaruh kepercayaan terhadap konser-konser mendatang.
"Dampak konkretnya sekarang dari kejadian itu orang jadi lebih detail mengecek satu konser. Jadi edukasi orang lebih teliti," ujar pria yang juga bertindak sebagai Festival Director Pestapora itu.
Menurut Ucup, faktor utama yang bisa membuat satu acara konser bisa batal dan akhirnya sulit untuk memberikan refund adalah terkait persoalan pengelolaan finansial yang tidak akuntabel di sisi internal promotor, khususnya dalam hal cash flow antara modal dan pengeluaran dalam mempersiapkan acara.
Pasalnya, Ucup menjelaskan tak jarang promotor menghadapi kondisi dimana penjualan tiket tidak sesuai dengan target, sehingga pihak penyelenggara mengalami kekurangan modal untuk melanjutkan acara. Terlebih, biasanya, uang penjualan tiket yang sudah masuk harus dibayarkan kepada para penampil pada jauh-jauh hari sebelum acara digelar.
Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, penting bagi promotor untuk menyiapkan rencana yang detail dan matang terkait perhitungan keuangan, termasuk menyiapkan berbagai rencana tindak lanjut terhadap segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
"Membuat sebuah perhitungan sebuah konser harus detail dan enggak bisa cuma satu rencana. Semuanya harus diprediksi di depan," terangnya.
Sebagai promotor, Ucup berharap bahwa kejadian seperti ini tidak akan terulang. Pasalnya, menurutnya, potensi industri konser musik pada tahun ini akan semakin besar bahkan melebihi tahun lalu. Hal itu setidaknya terlihat dari banyaknya konser baik skala nasional maupun internasional yang akan digelar pada tahun ini.
Di tengah masifnya geliat bisnis konser, dia pun memiliki strategi tersendiri untuk bisa tetap bisa menarik minat penonton yakni dengan menawarkan satu konser dengan konsep, identitas, dan karakteristik yang kuat dibandingkan dengan acara-acara musik lainnya.
Ucup pun menambahkan bahwa saat ini, para pelaku industri konser baik itu promotor, asosiasi, maupun pemerintah, tengah berdiskusi mengenai rancangan pengembangan ekosistem industri konser yang lebih baik lagi dan berkelanjutan untuk jangka waktu yang panjang di Tanah Air.
Di sisi lain, Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) saat ini tengah menggodok panduan standarisasi penyelenggaraan konser musik di Indonesia. Hal ini merupakan upaya asosiasi untuk meminimalisir masalah dalam penyelenggaraan konser di Tanah Air, sehingga ekosistem industri konser bisa berjalan dengan baik.
Ketua Bidang Program dan Investasi APMI, Dewi Gontha, mengatakan bahwa saat ini asosiasi bekerja sama dengan beberapa pihak terkait tengah mengupayakan sebuah standar penyelenggaraan konser musik di Indonesia, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan acara.
Baca juga: Marak Konser Bodong, Waspada Cek Kredibilitas Promotor
"Jadi ke depannya kita membuat standar itu untuk bisa dipergunakan oleh semua promotor ataupun penyelenggara acara," terangnya.
Dewi menyebut nantinya standar operasional prosedur (SOP) yang dibuat akan berbeda-beda berdasarkan skala acara. Dia memaparkan, untuk skala acara minimal dengan 500 pengunjung harus mengikuti SOP tersebut guna memastikan acara musik berjalan dengan aman dan lancar.
Selain itu, para promotor juga tengah membahas adanya kemungkinan untuk membuat persyaratan asuransi bagi para penonton konser. Hal ini dilakukan dalam rangka melindungi keamanan dan keselamatan audiens. "Jadi ini beberapa hal yang harus ada di semua acara, itu basic," tegasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Momentum ini tentu menjadi angin segar bagi para promotor untuk kembali mengadakan sejumlah agenda konser dan festival musik. Roda bisnis yang sempat mandeg selama pandemi akhirnya bergeliat lagi bahkan perputarannya saat ini boleh dibilang sangat menjanjikan.
Kendati demikian, industri konser musik saat ini juga diwarnai dengan sejumlah persoalan. Tak sedikit konser dan festival musik yang tidak berjalan mulus. Banyak konser yang harus batal ataupun munculnya konser 'fiktif' dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang akhirnya merugikan konsumen.
Baca juga: Konser Musik Makin Menjamur, Begini Cara Menghindari Penipuan Calo Tiket
Data dari survei yang dilakukan Narasi menyebutkan ada 1.550 tiket dari 22 konser yang batal dan belum di-refund ke konsumen dengan total kerugian mencapai Rp1,1 miliar. Selain itu, persoalan konser 'fiktif' yang terjadi di sejumlah daerah juga telah merugikan konsumen hingga ratusan juta rupiah.
Rizky Aulia atau yang lebih dikenal Kiki Ucup, selaku Chief Marketing Officer Boss Creator, sangat menyayangkan terhadap kejadian tersebut yang menurutnya dapat menimbulkan sentimen negatif masyarakat kepada promotor. Menurutnya, bukan tidak mungkin masyarakat akan merasa kecewa hingga trauma yang akhirnya membuat mereka tidak menaruh kepercayaan terhadap konser-konser mendatang.
"Dampak konkretnya sekarang dari kejadian itu orang jadi lebih detail mengecek satu konser. Jadi edukasi orang lebih teliti," ujar pria yang juga bertindak sebagai Festival Director Pestapora itu.
Ilustrasi konser musik (Sumber gambar: Thibault Trillet/Pexels)
Manajemen Keuangan Promotor
Menurut Ucup, faktor utama yang bisa membuat satu acara konser bisa batal dan akhirnya sulit untuk memberikan refund adalah terkait persoalan pengelolaan finansial yang tidak akuntabel di sisi internal promotor, khususnya dalam hal cash flow antara modal dan pengeluaran dalam mempersiapkan acara.Pasalnya, Ucup menjelaskan tak jarang promotor menghadapi kondisi dimana penjualan tiket tidak sesuai dengan target, sehingga pihak penyelenggara mengalami kekurangan modal untuk melanjutkan acara. Terlebih, biasanya, uang penjualan tiket yang sudah masuk harus dibayarkan kepada para penampil pada jauh-jauh hari sebelum acara digelar.
Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, penting bagi promotor untuk menyiapkan rencana yang detail dan matang terkait perhitungan keuangan, termasuk menyiapkan berbagai rencana tindak lanjut terhadap segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
"Membuat sebuah perhitungan sebuah konser harus detail dan enggak bisa cuma satu rencana. Semuanya harus diprediksi di depan," terangnya.
Sebagai promotor, Ucup berharap bahwa kejadian seperti ini tidak akan terulang. Pasalnya, menurutnya, potensi industri konser musik pada tahun ini akan semakin besar bahkan melebihi tahun lalu. Hal itu setidaknya terlihat dari banyaknya konser baik skala nasional maupun internasional yang akan digelar pada tahun ini.
Di tengah masifnya geliat bisnis konser, dia pun memiliki strategi tersendiri untuk bisa tetap bisa menarik minat penonton yakni dengan menawarkan satu konser dengan konsep, identitas, dan karakteristik yang kuat dibandingkan dengan acara-acara musik lainnya.
Ucup pun menambahkan bahwa saat ini, para pelaku industri konser baik itu promotor, asosiasi, maupun pemerintah, tengah berdiskusi mengenai rancangan pengembangan ekosistem industri konser yang lebih baik lagi dan berkelanjutan untuk jangka waktu yang panjang di Tanah Air.
Di sisi lain, Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) saat ini tengah menggodok panduan standarisasi penyelenggaraan konser musik di Indonesia. Hal ini merupakan upaya asosiasi untuk meminimalisir masalah dalam penyelenggaraan konser di Tanah Air, sehingga ekosistem industri konser bisa berjalan dengan baik.
Ketua Bidang Program dan Investasi APMI, Dewi Gontha, mengatakan bahwa saat ini asosiasi bekerja sama dengan beberapa pihak terkait tengah mengupayakan sebuah standar penyelenggaraan konser musik di Indonesia, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan acara.
Baca juga: Marak Konser Bodong, Waspada Cek Kredibilitas Promotor
"Jadi ke depannya kita membuat standar itu untuk bisa dipergunakan oleh semua promotor ataupun penyelenggara acara," terangnya.
Dewi menyebut nantinya standar operasional prosedur (SOP) yang dibuat akan berbeda-beda berdasarkan skala acara. Dia memaparkan, untuk skala acara minimal dengan 500 pengunjung harus mengikuti SOP tersebut guna memastikan acara musik berjalan dengan aman dan lancar.
Selain itu, para promotor juga tengah membahas adanya kemungkinan untuk membuat persyaratan asuransi bagi para penonton konser. Hal ini dilakukan dalam rangka melindungi keamanan dan keselamatan audiens. "Jadi ini beberapa hal yang harus ada di semua acara, itu basic," tegasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.