Wow, Film Buya Hamka Habiskan Bujet Produksi hingga Rp60 Miliar
09 May 2023 |
11:19 WIB
1
Like
Like
Like
Satu film Indonesia yang bisa menjadi rekomendasi tontonan adalah Buya Hamka. Seperti judulnya, Buya Hamka merupakan film biopik tentang Haji Abdul Malik Karim Abdullah atau yang lebih dikenal dengan Buya Hamka, seorang ulama, filsuf, dan sastrawan berdarah Minang.
Kefasihannya dalam berdakwah bukan hanya diakui oleh kaum Muslim di Indonesia, namun juga ulama-ulama di dunia. Salah satu jasa besar Buya Hamka dalam dunia Islam Indonesia adalah lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Film yang akan ditayangkan hingga tiga jilid itu merupakan karya biopik kerja sama antara MUI dengan dua rumah produksi besar yakni Falcon Pictures dan Starvision. Mengangkat kisah tokoh ulama besar, film ini pun menghabiskan bujet produksi yang fantastis mencapai Rp60 miliar, dan menjadi film Indonesia dengan biaya terbesar sepanjang sejarah.
Baca juga: Sinopsis Film Buya Hamka, yang Tayang di Bioskop 19 April 2023
Produser Chand Parwez mengatakan selain karena konsep produksi yang digarap dengan totalitas dan serius, angka fantastis tersebut juga dikarenakan karena proses penggarapan film yang memakan waktu cukup lama.
Dia menjelaskan bahwa gagasan untuk membuat film ini sudah tercipta sejak 2014 silam. Lalu, proses riset dan penulisan skenarionya sendiri memakan waktu sekitar 4 tahun. Adapun, proses syuting dilakukan mulai tahun 2019 yang sempat tertunda akibat pandemi. Secara total, syuting film Buya Hamka memakan waktu hingga 6 bulan.
Sementara untuk biaya promosi, film ini menggelontorkan dana hingga Rp10 miliar. "Kami kan ingin membuat sesuatu yang bisa dinikmati oleh penontonnya, sesuatu yang betul-betul besar, sebesar ketokohan Buya Hamka sehingga kami ingin mengapresiasi dengan cara yang baik dan benar," jelasnya.
Sebagai proyek besar, sutradara Fajar Bustomi tidak main-main dalam menggarap film ini. Hal itu terlihat dari pemilihan jajaran pemain film Buya Hamka yang diisi oleh nama-nama aktor dan aktris papan atas sebut saja Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella, Reza Rahadian, Donny Damara, Mathias Muchus, Marthino Lio, Yoga Pratama, dan Teuku Rifnu Wikana.
"Kalau mau bikin film yang bagus, harus dapat pemain yang tepat dan terbaik. Semua yang ada di film ini adalah aktor-aktor terbaik," kata sutradara yang juga menggarap film Dilan itu.
Tak hanya pemilihan pemain, proses syuting film ini juga dilakukan secara totalitas dengan biaya yang terbilang besar. Misalnya adegan tokoh Buya Hamka hendak pergi haji ke Mekkah menggunakan kapal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tim produksi membuat sebuah replika kapal besar tahun 1920-an di sebuah studio.
Begitupun ketika adegan ibadah haji yang semula dimaksudkan menggunakan teknologi computer generated imagery (CGI), meski akhirnya syuting dilakukan secara langsung di Mesir. Fajar mengatakan untuk melakukan persiapan riset dan menggarap adegan ini, pihaknya harus mengeluarkan bujet hingga Rp3 miliar.
Selain itu, untuk menunjang kebutuhan karakter menginjak lanjut usia, beberapa pemain juga menjalani proses pembuatan efek makeup prostetik yang ditangani oleh 14 spesialis dan FX prosthetics yang semuanya berasal dari Bali. Adapun, untuk proses pembuatan prostetik sendiri persiapannya memakan waktu hingga 3 bulan.
Untuk mendapatkan semua tahapan di film Buya Hamka dengan usia yang berbeda, dilakukan beberapa tes dan sculpting sebanyak 2-4 kali. Untuk setiap tahap usia, beberapa berhasil setelah 2 tes. Namun, jika tidak berhasil sama sekali, maka harus didesain ulang hingga mencapai hasil efek yang diinginkan. "Buat makeup aja biayanya lebih dari Rp2,5 miliar," kata Fajar.
Semula, skenario film ini didesain hanya untuk membuat biopik selama 5 jam yang dibagi ke dalam dua jilid. Namun, di tengah proses syuting, Fajar mengatakan pihaknya melakukan pengembangan cerita untuk semakin menyempurnakan sajian film secara keseluruhan, hingga akhirnya menjadi berdurasi 7 jam yang dibagi ke dalam tiga jilid.
Diakui olehnya, salah satu tantangan utama dalam menggarap film ini adalah menentukan bagian-bagian penting dari kisah perjalanan panjang hidup sosok Buya Hamka ke dalam film. Untuk menentukan hal tersebut sekaligus membuat sejumlah konsep set adegan, dia juga dibantu oleh beberapa pihak seperti ulama-ulama MUI dan anggota keluarga dari Buya Hamka.
Bagi Fajar, lewat film Buya Hamka, dia ingin membuktikan bahwa pasar genre perfilman di bioskop tidak harus hanya didominasi oleh sinema-sinema horor. Dengan karya yang digarap dengan totalitas dan serius, dia percaya bahwa film ini bisa menjadi pilihan tontonan bagi masyarakat luas di Tanah Air.
Adapun, film Buya Hamka masih tayang di bioskop-bioskop Tanah Air.
Baca juga: Siap Tayang Saat Idul Fitri 2023, Cek 5 Fakta Menarik Film Buya Hamka
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Kefasihannya dalam berdakwah bukan hanya diakui oleh kaum Muslim di Indonesia, namun juga ulama-ulama di dunia. Salah satu jasa besar Buya Hamka dalam dunia Islam Indonesia adalah lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Film yang akan ditayangkan hingga tiga jilid itu merupakan karya biopik kerja sama antara MUI dengan dua rumah produksi besar yakni Falcon Pictures dan Starvision. Mengangkat kisah tokoh ulama besar, film ini pun menghabiskan bujet produksi yang fantastis mencapai Rp60 miliar, dan menjadi film Indonesia dengan biaya terbesar sepanjang sejarah.
Baca juga: Sinopsis Film Buya Hamka, yang Tayang di Bioskop 19 April 2023
Produser Chand Parwez mengatakan selain karena konsep produksi yang digarap dengan totalitas dan serius, angka fantastis tersebut juga dikarenakan karena proses penggarapan film yang memakan waktu cukup lama.
Dia menjelaskan bahwa gagasan untuk membuat film ini sudah tercipta sejak 2014 silam. Lalu, proses riset dan penulisan skenarionya sendiri memakan waktu sekitar 4 tahun. Adapun, proses syuting dilakukan mulai tahun 2019 yang sempat tertunda akibat pandemi. Secara total, syuting film Buya Hamka memakan waktu hingga 6 bulan.
Sementara untuk biaya promosi, film ini menggelontorkan dana hingga Rp10 miliar. "Kami kan ingin membuat sesuatu yang bisa dinikmati oleh penontonnya, sesuatu yang betul-betul besar, sebesar ketokohan Buya Hamka sehingga kami ingin mengapresiasi dengan cara yang baik dan benar," jelasnya.
Poster film Buya Hamka (Sumber gambar: Falcon Pictures)
"Kalau mau bikin film yang bagus, harus dapat pemain yang tepat dan terbaik. Semua yang ada di film ini adalah aktor-aktor terbaik," kata sutradara yang juga menggarap film Dilan itu.
Tak hanya pemilihan pemain, proses syuting film ini juga dilakukan secara totalitas dengan biaya yang terbilang besar. Misalnya adegan tokoh Buya Hamka hendak pergi haji ke Mekkah menggunakan kapal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tim produksi membuat sebuah replika kapal besar tahun 1920-an di sebuah studio.
Begitupun ketika adegan ibadah haji yang semula dimaksudkan menggunakan teknologi computer generated imagery (CGI), meski akhirnya syuting dilakukan secara langsung di Mesir. Fajar mengatakan untuk melakukan persiapan riset dan menggarap adegan ini, pihaknya harus mengeluarkan bujet hingga Rp3 miliar.
Selain itu, untuk menunjang kebutuhan karakter menginjak lanjut usia, beberapa pemain juga menjalani proses pembuatan efek makeup prostetik yang ditangani oleh 14 spesialis dan FX prosthetics yang semuanya berasal dari Bali. Adapun, untuk proses pembuatan prostetik sendiri persiapannya memakan waktu hingga 3 bulan.
Untuk mendapatkan semua tahapan di film Buya Hamka dengan usia yang berbeda, dilakukan beberapa tes dan sculpting sebanyak 2-4 kali. Untuk setiap tahap usia, beberapa berhasil setelah 2 tes. Namun, jika tidak berhasil sama sekali, maka harus didesain ulang hingga mencapai hasil efek yang diinginkan. "Buat makeup aja biayanya lebih dari Rp2,5 miliar," kata Fajar.
Semula, skenario film ini didesain hanya untuk membuat biopik selama 5 jam yang dibagi ke dalam dua jilid. Namun, di tengah proses syuting, Fajar mengatakan pihaknya melakukan pengembangan cerita untuk semakin menyempurnakan sajian film secara keseluruhan, hingga akhirnya menjadi berdurasi 7 jam yang dibagi ke dalam tiga jilid.
Diakui olehnya, salah satu tantangan utama dalam menggarap film ini adalah menentukan bagian-bagian penting dari kisah perjalanan panjang hidup sosok Buya Hamka ke dalam film. Untuk menentukan hal tersebut sekaligus membuat sejumlah konsep set adegan, dia juga dibantu oleh beberapa pihak seperti ulama-ulama MUI dan anggota keluarga dari Buya Hamka.
Bagi Fajar, lewat film Buya Hamka, dia ingin membuktikan bahwa pasar genre perfilman di bioskop tidak harus hanya didominasi oleh sinema-sinema horor. Dengan karya yang digarap dengan totalitas dan serius, dia percaya bahwa film ini bisa menjadi pilihan tontonan bagi masyarakat luas di Tanah Air.
Adapun, film Buya Hamka masih tayang di bioskop-bioskop Tanah Air.
Baca juga: Siap Tayang Saat Idul Fitri 2023, Cek 5 Fakta Menarik Film Buya Hamka
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.