Bunda, Yuk Kenali Gejala Academic Burnout pada Anak
30 April 2023 |
06:11 WIB
Tidak hanya orang dewasa, anak juga bisa mengalami academic burnout. Kondisi ini merupakan akumulasi dari segala rasa lelah yang terlalu lama akibat tugas dan kegiatan sekolah sehingga mengendap di dalam pikiran dan tubuh. Apabila berlarut, gejala ini dapat menghambat tumbuh kembang anak.
Kegiatan anak yang sangat padat membuat energi terkuras. Kondisi ini menyebabkan sang buah hati tidak memiliki waktu bersantai, sehingga menjadi pemicu academic burnout.
Baca juga: Karyawan Sering Kena Burnout, Ini Penyebab & Cara Mengatasinya
Tidak hanya itu, faktor lain kemunculannya adalah rasa kurang percaya diri sang buah hati terhadap kemampuang yang dimiliki. Sang anak merasa inferior karena teman-temannya memiliki prestasi di sekolah. Akibatnya, anak merasa terbebani untuk belajar terus-terusan.
Selain itu, ketidakmampuan anak membagi waktu akibat banyak tanggung jawab yang harus dipikul juga menjadi penyebab kemunculan academic burnout.
Psikolog klinis Tioni Asprilia, mengatakan academic burnout masih belum termasuk ke dalam gangguan mental. “Hanya saja, hal ini dapat berdampak pada penurunan prestasi di sekolah karena kurang optimalnya performa anak setelah mengalami kelelahan fisik dan emosional,” katanya dalam rilis Pino yang diterima Hypeabis.id.
Dia menuturkan, sang buah hati yang merasakan kelelahan dapat lebih mudah marah, ambek, frustasi, kurang termotivasi, dan meluapkan emosi yang dimiliki secara berlebihan. Selain memengaruhi performa di sekolah, academic burnout juga dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik anak seperti sakit kepala atau gangguan pola tidur.
Dia menyarankan orang tua sebaiknya mulai melakukan identifikasi sejak dini terkait pangkal kelelahan yang dialami oleh anak. Setelah itu, coba untuk mendorongnya melakukan micro-break atau jeda sejenak guna menjaga jarak terlebih dahulu dari rutinitas harian.
Micro-break adalah kegiatan yang lazim dilakukan oleh pekerja. Dalam sebuah studi, kegiatan ini berperan dalam menekan tingkat stres. Kemudian, akan membangun suasana hati yang positif sehingga menghilangkan emosi negatif.
Meskipun begitu, anak-anak juga dapat menerapkan micro-breaks atau rehat sejenak guna mencegah academic burnout. “Waktu istirahat bagi anak dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuannya untuk fokus pada suatu pekerjaan berdasarkan usia,” tegasnya.
Anak sekolah dasar (SD) bisa memperoleh waktu istirahat sejenak setelah belajar selama 10–15 menit. Pada tingkatan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), waktu istirahat setelah 20–30 menit belajar.
Anak dapat menggunakan waktu istirahat untuk melakukan segala aktivitas yang menenangkan seperti melakukan pernafasan atau stretching. Tidak hanya itu, waktu rehat itu juga dapat digunakan guna menjalani kegiatan yang disukai seperti menari, bernyanyi, atau menikmati camilan.
Dikutip dari laman National Library of Medicine, burnout adalah konstruksi multifaset yang ditandai dengan berbagai tingkat kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rasa pencapaian pribadi yang rendah .
Kejenuhan akademik muncul pada siswa dengan kelelahan emosional ang tinggi dan depersonalisasi bersamaan dengan perasaan pencapaian pribadi yang rendah terkait dengan pekerjaan akademik mereka.
Burnout tidak hanya tergantung pada faktor predisposisi individu, seperti ekspresi emosional atau strategi koping yang tidak memadai untuk stres. Namun, juga terkait dengan faktor eksternal seperti sistem Pendidikan.
Baca juga: Stres Pekerjaan Bikin Burnout? Ini 5 Cara Jitu Mengatasinya!
Sistem ini mungkin memiliki efek buruk dengan meningkatkan tekanan dan mengurangi keterlibatan akademik. Kondisi bisa menjadi prediktor yang baik untuk kinerja akademik yang buruk.
Editor: Fajar Sidik
Kegiatan anak yang sangat padat membuat energi terkuras. Kondisi ini menyebabkan sang buah hati tidak memiliki waktu bersantai, sehingga menjadi pemicu academic burnout.
Baca juga: Karyawan Sering Kena Burnout, Ini Penyebab & Cara Mengatasinya
Tidak hanya itu, faktor lain kemunculannya adalah rasa kurang percaya diri sang buah hati terhadap kemampuang yang dimiliki. Sang anak merasa inferior karena teman-temannya memiliki prestasi di sekolah. Akibatnya, anak merasa terbebani untuk belajar terus-terusan.
Selain itu, ketidakmampuan anak membagi waktu akibat banyak tanggung jawab yang harus dipikul juga menjadi penyebab kemunculan academic burnout.
Psikolog klinis Tioni Asprilia, mengatakan academic burnout masih belum termasuk ke dalam gangguan mental. “Hanya saja, hal ini dapat berdampak pada penurunan prestasi di sekolah karena kurang optimalnya performa anak setelah mengalami kelelahan fisik dan emosional,” katanya dalam rilis Pino yang diterima Hypeabis.id.
Dia menuturkan, sang buah hati yang merasakan kelelahan dapat lebih mudah marah, ambek, frustasi, kurang termotivasi, dan meluapkan emosi yang dimiliki secara berlebihan. Selain memengaruhi performa di sekolah, academic burnout juga dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik anak seperti sakit kepala atau gangguan pola tidur.
Dia menyarankan orang tua sebaiknya mulai melakukan identifikasi sejak dini terkait pangkal kelelahan yang dialami oleh anak. Setelah itu, coba untuk mendorongnya melakukan micro-break atau jeda sejenak guna menjaga jarak terlebih dahulu dari rutinitas harian.
Micro-break adalah kegiatan yang lazim dilakukan oleh pekerja. Dalam sebuah studi, kegiatan ini berperan dalam menekan tingkat stres. Kemudian, akan membangun suasana hati yang positif sehingga menghilangkan emosi negatif.
Meskipun begitu, anak-anak juga dapat menerapkan micro-breaks atau rehat sejenak guna mencegah academic burnout. “Waktu istirahat bagi anak dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuannya untuk fokus pada suatu pekerjaan berdasarkan usia,” tegasnya.
Anak sekolah dasar (SD) bisa memperoleh waktu istirahat sejenak setelah belajar selama 10–15 menit. Pada tingkatan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), waktu istirahat setelah 20–30 menit belajar.
Anak dapat menggunakan waktu istirahat untuk melakukan segala aktivitas yang menenangkan seperti melakukan pernafasan atau stretching. Tidak hanya itu, waktu rehat itu juga dapat digunakan guna menjalani kegiatan yang disukai seperti menari, bernyanyi, atau menikmati camilan.
Dikutip dari laman National Library of Medicine, burnout adalah konstruksi multifaset yang ditandai dengan berbagai tingkat kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rasa pencapaian pribadi yang rendah .
Kejenuhan akademik muncul pada siswa dengan kelelahan emosional ang tinggi dan depersonalisasi bersamaan dengan perasaan pencapaian pribadi yang rendah terkait dengan pekerjaan akademik mereka.
Burnout tidak hanya tergantung pada faktor predisposisi individu, seperti ekspresi emosional atau strategi koping yang tidak memadai untuk stres. Namun, juga terkait dengan faktor eksternal seperti sistem Pendidikan.
Baca juga: Stres Pekerjaan Bikin Burnout? Ini 5 Cara Jitu Mengatasinya!
Sistem ini mungkin memiliki efek buruk dengan meningkatkan tekanan dan mengurangi keterlibatan akademik. Kondisi bisa menjadi prediktor yang baik untuk kinerja akademik yang buruk.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.