pameran New Obsolescence: ADITYAVOVALI di Galeri ROH, Jakarta. (Sumber foto: Hypeabis/Desyinta Nuraini)

Pameran New Obsolescence: ADITYAVOVALI, Menjahit Kekaburan Memori Menjadi Imaji 

01 April 2023   |   22:28 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Dalang cilik berusia 10 tahun itu begitu lihai memainkan lakon Karno Tanding di hadapan banyak tamu negara, dan tentunya orang nomor satu di Indonesia pada masanya. Tidak ada keraguan di wajahnya yang tergambar dalam sebuah video rekaman kaset Betamax bertuliskan Aditya Vovali (dari Solo) di Istana Negara, Jakarta, 17 Juni 1989.

Rangkaian video dalam empat layar yang menggambarkan suasana pementasan wayang dan paduan suara anak-anak dari Austria itu terpajang sebagai pembuka pameran New Obsolescence: ADITYAVOVALI di Galeri ROH, Jakarta. Uniknya rekaman itu juga tersaji menjadi sebuah lukisan yang mengajak penikmatnya masuk ke dalam ingatan sang seniman. 

Baca juga: ROH Galeri Mengadakan Pameran Tunggal New Obsolescence: ADITYAVOVALI

Pelukis yang ternyata dalang cilik dalam pementasan tersebut, Aditya Novali. Ya, Aditya tanpa sengaja menemukan bagian dari perjalanan hidupnya yang terekam dalam sebuah kaset video selebar setengah inci dan biasa disebut Betamax. 

Kaset simpanan keluarga yang ditemukan pada saat pandemi Covid-19 itu diramu menjadi kerangka lukisan rotatable dengan medium kanvas khas Aditya, dengan ukuran tidak baku. Bermula dari sepasang lukisan yang dominan hijau menggambar provinsi di Indonesia dengan berurut, dari Aceh hingga Papua pada 1989, era ketika Soeharto menjabat sebagai Presiden.

Lukisan ini mengantar masuk pada ingatan Aditya yang tersaji dalam video pada Galeri Apple, yang telah dicat biru, mirip dengan galat layar (glitch), kebaya kutu baru yang dipakai Ibu Negara kala itu, Siti Hartinah (Ibu Tien), dan seragam anak-anak dari Austria. 

Baca juga: Seniman Aditya Novali Gelar Pameran Tunggal Selama 6 Bulan, Yuk Intip Profilnya

Masuk ke Galeri Orange, kamu akan dibawa semakin dalam pada guratan ingatan Novali kala dia tampil di Istana Negara. Ingatan yang tidak begitu utuh karena usianya memang kala itu masih sangat muda. Namun, ingatan ‘seketemunya’ itu menjadi menarik ketika tersaji dalam bayangan kabur yang dilukis dalam kanvas. 

Bisa saja dia mencari video serupa dengan kualitas tinggi untuk dilukis sempurna, tetapi Aditya lebih ingin membiarkannya pada kekaburan dari realitas yang ada. 

“Kita mau cari kebenaran atau membiarkan kekaburan. Kali ini saya pilih membiarkan kekaburan itu karena mungkin buat saya kebenarannya itu kabur. Menurut saya kekaburan itu justru lebih menarik,” ujarnya di Galeri ROH, Sabtu (1/3/2023). 
 

(Sumber foto: Hypeabis.id/Desyinta Nuraini)

(Sumber foto: Hypeabis.id/Desyinta Nuraini)

Secuil ingatan mungkin juga dirasakan mereka yang pernah bertandang ke Istana Negara, karena elemen-elemen yang dihadirkan Aditya, beberapa masih sama hingga saat ini. Sebut saja latar peta Indonesia yang tergurat di dinding aula Istana atau karpet hijau dengan corak khasnya di kediaman pemimpin Indonesia itu.

“Ternyata dari sesuatu pribadi, enggak akan pernah bisa jadi pribadi. Dia pasti punya berbagai elemen yang lebih luas,” sebut Aditya.

Namun yang pasti, dia ingin semua orang bebas merepresentasikan lukisan yang disajikan. Jika itu ikut menjadi memori mereka, bagus saja. Akan tetapi, jika tidak, tidak ada masalah. 

“Saya memberikan sajian dimana orang makin banyak interpretasi, itu menjadi keberhasilan bagi seorang seniman,  daripada hanya sebuah pesan tunggal,” imbuhnya. 

Aditya kali ini hanya ingin mendobrak batas kebiasaannya, yakni membuat karya yang menceritakan tentang dirinya. “Proses pembuatan karya ini paling challenging karena aku biasaya tidak start dari sesuatu yang personal. Seniman memang ditantang bagaimana keluar dari comfort zone,” tuturnya.

Ya, bisa dikatakan, pameran kali ini merupakan karyanya paling konvensional atau lebih sederhana di bandingkan yang pernah dibuatnya dengan ragam medium unik dan menarik. Namun, menjadi semakin istimewa karena membawa dirinya pada kenangan di masa lampau. 

Aditya Novali merupakan seniman yang berkarya dengan menggunakan berbagai medium, seperti instalasi, performans, lukisan, dan patung. Dia kerap menyelesaikan ide karya yang akan dibuat sebelum menentukan metode yang cocok.
 

(Sumber foto: Hypeabis/Desyinta Nuraini)

(Sumber foto: Hypeabis/Desyinta Nuraini)

Sang seniman juga dikenal banyak membicarakan sejumlah topik seperti identitas, batasan, kebendaan, dan kehidupan di lingkungan urban. Karya multifasetnya banyak mengandung permutasi ide berisikan ragam elemen transformasi dan persimpangan antara rasionalitas dan intuisi.

Dia telah berpartisipasi dalam sejumlah pameran baik di dalam maupun luar negeri. Pameran yang pernah diikuti di luar negeri, seperti On Muzharul Islam: Surfacing Intention sebagai bagian dari Dhaka Art Summit di Dhaka, Bangladesh (2020).

Di dalam negeri, pameran yang pernah diikuti di antaranya Aku Diponegoro di Galeri Nasional Indonesia pada 2015. Dia juga menorehkan sejumlah prestasi, seperti Best Emerging Artist Using Installation di Prudential Eye Awards, Singapura pada 2016; Best Artwork di Bandung Contemporary Art Awards (BaCAA); dan merupakan seorang finalis di ajang Sovereign Asia Art Prize pada 2010.

Baca juga: Seniman Aditya Novali Gelar Pameran Tunggal di Museum Tumurun

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Membaca Tantangan & Masa Depan Jurnalisme di Era Digital

BERIKUTNYA

Sering Buka Puasa dengan Gorengan, Ahli Gizi Ingatkan Risiko Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: