Yuk Kenali Faktor-Faktor Pemicu & Gejala Diabetes pada Anak
01 March 2023 |
19:59 WIB
Beberapa waktu lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kasus diabetes pada anak hingga 70 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini tentu cukup mengkhawatirkan terutama bagi para orang tua.
Apalagi zaman dahulu ada anggapan bahwa anak-anak tidak bisa terkena diabetes. Dokter spesialis anak, Dr. dr. Andi Nanis Sacharina M, Sp.A (K). mengatakan peningkatan jumlah anak yang terinfeksi diabetes sebetulnya mengacu pada angka prevalensi, yaitu angka kejadian anak diabetes baru dan lama.
Baca juga: Manfaat Susu Unta untuk Pengidap Diabetes, Simak Apa Saja Kandungan Gizinya
Namun, angka tersebut menurutnya belum tercatat dengan baik karena masih terbatas data yang ada di kota-kota besar. “Nah, yang di daerah-daerah yang pencatatannya tidak sampai atau tidak terdiagnosis itu pasti juga ada yang terlewat. Jadi, mungkin saja [angkanya] malah bisa lebih tinggi,” ucapnya dalam liveTeman Parenting, baru-baru ini.
Dia menjelaskan ada dua tipe diabetes, yakni diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Dari kedua jenis tersebut, sekitar 90 persen hingga 95 persen anak-anak paling sering mengalami diabetes tipe 1. “Pada kondisi ini, sel kekebalan tubuh anak menyerang sel beta pankreasnya sendiri karena dianggap sebagai benda asing. Jadi, yang seharusnya sel beta pankreas itu mengeluarkan insulin, yang bertugas untuk menurunkan kadar gula darah, tidak bisa dikeluarkan lagi karena dirusak oleh sel-sel tubuhnya sendiri,” katanya.
Selain itu, diabetes tipe 1 juga dikaitkan dengan faktor predisposisi genetik, yaitu anak yang memiliki bakat genetik untuk terkena diabetes. Hanya, hal itu bukanlah faktor mutlak dan perlu ada faktor pencetus.
Dokter Nanis menyebutkan, infeksi virus merupakan yang paling banyak mencetuskan risiko diabetes tipe 1 pada anak. “Kalau dia punya bakat, tetapi tidak ada faktor pencetusnya, bisa saja dia tidak kena diabetes seumur hidup. Namun, kalau tiba-tiba kena pencetus, seperti infeksi virus, bisa jadi muncul gejala diabetes,” jelasnya.
Saat virus masuk ke dalam tubuh dan bentuknya mirip dengan sel beta pankreas, sel kekebalan tubuh pun akan mengira keduanya adalah benda asing dan dirusak. Alhasil, sel beta pankreas yang dianggap virus tidak bisa lagi menghasilkan insulin.
Sementara itu, diabetes tipe 2 sendiri lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Penyebabnya tidak lain adalah gaya hidup yang buruk. Sayangnya, peningkatan kasus kegemukan dan obesitas pada anak juga memicu meningkatnya faktor risiko diabetes tipe 2. Bahkan saat ini, tidak menutup kemungkinan seseorang terkena diabetes tipe 1 dan 2 secara bersamaan.
Dr. Nanis menjelaskan bahwa diabetes termasuk dalam penyakit kronis, yang perjalanannya pelan-pelan. Menurutnya, diabetes bukan penyakit yang serta merta muncul. Artinya akan ada fase ketika diabetes tidak menimbulkan gejala, kemudian muncul.
“Jadi kalau sudah muncul, berarti dia sudah berjalan cukup lama, sekitar 6 bulan atau 1 tahun sebelumnya. Karenanya, orang tua perlu tahu apa saja gejala diabetes agar bisa segera mendapatkan penanganan,” tuturnya.
Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dicurigai. Di antaranya anak yang awalnya tidak pernah ngompol, tiba-tiba ngompol lagi. Kemudian, anak cenderung lebih lemas, tidak bergairah, tidak seperti biasanya, dan kurang aktif. Selain itu, anak jadi sering haus karena sering buang air kecil. Anak sering kelaparan dan makan, tetapi berat badannya tidak naik.
Pada anak dengan risiko diabetes tipe 2, salah satu ciri tanda khas yang terlihat adalah munculnya penebalan kulit dan lebih itam di area belakang leher, ketiak, dan lipatan paha. Biasanya, ini terlihat pada anak yang cenderung kegemukan maupun obesitas. Tanda tersebut kerap disalahartikan sebagai daki.
“Itu bukan daki, tetapi tanda anak sudah mulai resisten dengan insulin,” jelasnya.
Selain itu, anak-anak yang lahirnya kecil juga berisiko mengalami diabetes. Jadi jika anak berat lahirnya kurang dari 2.500 gram dan panjang lahirnya kurang dari 48 cm, kemudian setelah lahir berat badannya naik terlalu cepat, perlu dipantau secara saksama.
Sampai saat ini, belum ditemukan terapi definitif yang betul-betul mampu mengembalikan fungsi pankreas, sehingga yang ada sekarang baru membuat gula darah atau metabolik terkontrol. Untuk itu, tindakan preventif adalah yang utama dalam memerangi diabetes pada anak.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan oleh orang tua sejak dini ialah imunisasi. Jadi, risiko anak tertular infeksi jadi berkurang. Orang tua juga harus selalu memonitor pertumbuhan anak, menjaga berat badan anak naik sesuai usia dan tinggi badan, serta menerapkan gaya hidup sehat, seperti olahraga dan tidur cukup.
Sementara itu, bila anak didiagnosis diabetes tipe 1, maka anak harus mulai disuntik insulin. Atur pola makan, terutama karbohidrat, menyesuaikan dosis insulin yang diberikan. Perlu melakukan pemeriksaan gula darah 4-7 kali dalam sehari. Mengatur aktivitas fisik.
Baca juga: Diabetes di Depan Mata, Begini Cara Terhindar dari Faktor Risiko
Editor: Dika Irawan
Apalagi zaman dahulu ada anggapan bahwa anak-anak tidak bisa terkena diabetes. Dokter spesialis anak, Dr. dr. Andi Nanis Sacharina M, Sp.A (K). mengatakan peningkatan jumlah anak yang terinfeksi diabetes sebetulnya mengacu pada angka prevalensi, yaitu angka kejadian anak diabetes baru dan lama.
Baca juga: Manfaat Susu Unta untuk Pengidap Diabetes, Simak Apa Saja Kandungan Gizinya
Namun, angka tersebut menurutnya belum tercatat dengan baik karena masih terbatas data yang ada di kota-kota besar. “Nah, yang di daerah-daerah yang pencatatannya tidak sampai atau tidak terdiagnosis itu pasti juga ada yang terlewat. Jadi, mungkin saja [angkanya] malah bisa lebih tinggi,” ucapnya dalam liveTeman Parenting, baru-baru ini.
Dia menjelaskan ada dua tipe diabetes, yakni diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Dari kedua jenis tersebut, sekitar 90 persen hingga 95 persen anak-anak paling sering mengalami diabetes tipe 1. “Pada kondisi ini, sel kekebalan tubuh anak menyerang sel beta pankreasnya sendiri karena dianggap sebagai benda asing. Jadi, yang seharusnya sel beta pankreas itu mengeluarkan insulin, yang bertugas untuk menurunkan kadar gula darah, tidak bisa dikeluarkan lagi karena dirusak oleh sel-sel tubuhnya sendiri,” katanya.
Selain itu, diabetes tipe 1 juga dikaitkan dengan faktor predisposisi genetik, yaitu anak yang memiliki bakat genetik untuk terkena diabetes. Hanya, hal itu bukanlah faktor mutlak dan perlu ada faktor pencetus.
Dokter Nanis menyebutkan, infeksi virus merupakan yang paling banyak mencetuskan risiko diabetes tipe 1 pada anak. “Kalau dia punya bakat, tetapi tidak ada faktor pencetusnya, bisa saja dia tidak kena diabetes seumur hidup. Namun, kalau tiba-tiba kena pencetus, seperti infeksi virus, bisa jadi muncul gejala diabetes,” jelasnya.
Saat virus masuk ke dalam tubuh dan bentuknya mirip dengan sel beta pankreas, sel kekebalan tubuh pun akan mengira keduanya adalah benda asing dan dirusak. Alhasil, sel beta pankreas yang dianggap virus tidak bisa lagi menghasilkan insulin.
Sementara itu, diabetes tipe 2 sendiri lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Penyebabnya tidak lain adalah gaya hidup yang buruk. Sayangnya, peningkatan kasus kegemukan dan obesitas pada anak juga memicu meningkatnya faktor risiko diabetes tipe 2. Bahkan saat ini, tidak menutup kemungkinan seseorang terkena diabetes tipe 1 dan 2 secara bersamaan.
Diabetes Tidak Langsung Menimbulkan Gejala
Dr. Nanis menjelaskan bahwa diabetes termasuk dalam penyakit kronis, yang perjalanannya pelan-pelan. Menurutnya, diabetes bukan penyakit yang serta merta muncul. Artinya akan ada fase ketika diabetes tidak menimbulkan gejala, kemudian muncul.“Jadi kalau sudah muncul, berarti dia sudah berjalan cukup lama, sekitar 6 bulan atau 1 tahun sebelumnya. Karenanya, orang tua perlu tahu apa saja gejala diabetes agar bisa segera mendapatkan penanganan,” tuturnya.
Lantas apa yang menjadi ciri-ciri diabetes pada anak?
Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dicurigai. Di antaranya anak yang awalnya tidak pernah ngompol, tiba-tiba ngompol lagi. Kemudian, anak cenderung lebih lemas, tidak bergairah, tidak seperti biasanya, dan kurang aktif. Selain itu, anak jadi sering haus karena sering buang air kecil. Anak sering kelaparan dan makan, tetapi berat badannya tidak naik.Pada anak dengan risiko diabetes tipe 2, salah satu ciri tanda khas yang terlihat adalah munculnya penebalan kulit dan lebih itam di area belakang leher, ketiak, dan lipatan paha. Biasanya, ini terlihat pada anak yang cenderung kegemukan maupun obesitas. Tanda tersebut kerap disalahartikan sebagai daki.
“Itu bukan daki, tetapi tanda anak sudah mulai resisten dengan insulin,” jelasnya.
Selain itu, anak-anak yang lahirnya kecil juga berisiko mengalami diabetes. Jadi jika anak berat lahirnya kurang dari 2.500 gram dan panjang lahirnya kurang dari 48 cm, kemudian setelah lahir berat badannya naik terlalu cepat, perlu dipantau secara saksama.
Sampai saat ini, belum ditemukan terapi definitif yang betul-betul mampu mengembalikan fungsi pankreas, sehingga yang ada sekarang baru membuat gula darah atau metabolik terkontrol. Untuk itu, tindakan preventif adalah yang utama dalam memerangi diabetes pada anak.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan oleh orang tua sejak dini ialah imunisasi. Jadi, risiko anak tertular infeksi jadi berkurang. Orang tua juga harus selalu memonitor pertumbuhan anak, menjaga berat badan anak naik sesuai usia dan tinggi badan, serta menerapkan gaya hidup sehat, seperti olahraga dan tidur cukup.
Sementara itu, bila anak didiagnosis diabetes tipe 1, maka anak harus mulai disuntik insulin. Atur pola makan, terutama karbohidrat, menyesuaikan dosis insulin yang diberikan. Perlu melakukan pemeriksaan gula darah 4-7 kali dalam sehari. Mengatur aktivitas fisik.
Baca juga: Diabetes di Depan Mata, Begini Cara Terhindar dari Faktor Risiko
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.