Ilustrasi batik (Sumber gambar: John Bastian/Pexels)

Demi Motif Tradisional Naik Kelas, Desainer Milenial Harus Punya Cara Sendiri

20 February 2023   |   18:35 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Like
Industri fashion berkembang pesat beriringan dengan tren busana yang terus berganti. Di samping naik turunnya tren fashion yang turut dipengaruhi beragamnya selera orang, desainer di rentang generasi milenial dan Gen Z dititipkan harapan baru dari para pendahulunya yang sudah malang melintang lebih dahulu.

Ini terkait dengan misi membawa motif tradisional Indonesia seperti ragam tenun dan batik dalam busana yang modern. Tak bisa dipungkiri, busana kekinian memang lebih dilirik oleh generasi masa kini. Mereka selalu ingin tampil modis dan segar dengan tren fashion umum. Jika terus begini, motif tradisional Indonesia akan punah dari pakaian-pakaian generasi ke depan.

Poppy Dharsono, Ketua Umum Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) mengatakan, perlu ada cara sendiri yang semakin kreatif untuk menempatkan motif tradisional dalam busana modern. Itupun menjadi alasan mengapa salah satu ajang fashion nasional, Indonesian Fashion Week (IFW) tahun ini mengangkat tema Sagara dari Timur dengan motif tradisional yang unik dari wilayah Timur Indonesia.

Baca juga: Angkat Tema Sagara dari Timur, Indonesia Fashion Week 2023 Bakal Eksplorasi Wastra Gorontalo

“Kita gaet banyak desainer dari kalangan milenial dan Gen Z ya karena saya percaya, mereka punya pandangan, filosofi, serta visi dan misi yang berbeda dengan generasi pendahulunya. Ini jadi wadah bagi kita mengeksplorasi motif tradisional dalam busana modern,” jelas Poppy kepada Hypeaibs.id.

Poppy mengatakan, milenial dan Gen Z diwadahi dan ditantang untuk lebih kreatif dengan caranya sendiri dalam ajang fashion seperti IFW. Apalagi, menurut Poppy, Indonesia memiliki ratusan karakter kain dan motif yang unik. Tinggal bagaimana caranya mengubah karakter itu menjadi kebutuhan fashion yang bisa digunakan dengan nyaman.

“Motif tradisional kita bisa menjadi identitas sendiri. Dengan memanfaatkan wastra nusantara, kita enggak perlu meniru Channel, Louis Vuitton, dan lainnya. Mereka sudah punya industri hingga teknik yang jauh dan besar. Lebih baik kita fokus saja menjadikan identitas kita sebagai needs product,” jelas Poppy.

Pengamat fashion, Sonny Muchlison pun mengatakan hal senada. Pertama, dorongan pemerintah terhadap penggunaan kain tradisional memang getol. Ini ikut mendorong banyak penggiat fashion melirik ke motif tradisional.  Sebagai sebuah negara, masyarakat Indonesia akan membutuhkan identitas dan karakter dalam berpakaian.

“Identitas ini bisa menunjukan bahwa kita bangsa tertentu. Sudah saatnya juga kita memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu desainer dengan yang lain,” jelas Sonny kepada Hypeabis.id. Ini jadi sebuah era untuk desainer muda berlomba menyematkan motif tradisional dan mempertontonkannya di era digital.

Namun dalam pandangan Sonny, masih ada beberapa desainer yang memilih tidak terjun dalam motif tradisional karena menganggap motif ini terlalu kaku hingga kurang berkelas.

“Mereka cenderung bermain aman dengan eksplorasi jenis kain saja. Misal ke pesta, orang cenderung memilih gaun bling-bling dibanding motif tenun. Padahal, kalau kita mau mengembangkan citra dan kemauan punya identitas sendiri, kita bisa-bisa saja membawa motif tradisional makin naik kelas,” jelas Sonny.

Selanjutnya, tinggal bagaimana para desainer muda membawa karakternya dalam membesut busana bermotif tradisional baik di mata lokal hingga muka global.

Baca juga: Intip Tren Modest Fashion 2023

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Bahasa Tubuh Camdessus yang Tertangkap Kamera Bersama Soeharto

BERIKUTNYA

Cara Bayar Pajak STNK Online, Enggak Perlu Datang ke Samsat Lagi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: