Ilustrasi warung (Sumber gambar: Unsplash/Devi Puspita Amartha Yahya)

Fenomena Warung Madura & Cerahnya Bisnis Ritel Tradisional

20 February 2023   |   14:10 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Jika toko umumnya tutup pada malam hari, warung Madura justru masih menjajakan barang dagangannya hingga 24 jam. Ritel tradisional yang menjual barang kebutuhan sehari-hari ini seperti tidak mau kalah dengan jaringan minimarket besar yang juga buka hingga larut malam. 

Warung Madura belakangan memang jadi fenomena menarik yang sering diperbincangkan banyak orang. Fenomena ini juga menjadi tanda baik bahwa ritel tradisional masih belum kalah dari ritel modern.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa ritel tradisional masih memegang 70 persen hingga 75 persen total ritel secara nasional. Jadi, peran pasar tradisional dan warung masih sangat penting bagi ekonomi Indonesia.

Baca juga: Begini Strategi Peritel Offline Gaet Konsumen Pada Era Digital

Menurut Bhima, mayoritas masyarakat Indonesia masih berbelanja kebutuhan pokok di ritel tradisional. Minat masyarakat tersebut juga diiringi dengan kehadiran bentuk-bentuk baru dari ritel tradisional.
 

(Sumber gambar: Freepik)

(Sumber gambar: Freepik)

Bhima lantas menyoroti kehadiran warung Madura yang belakangan cukup banyak diperbincangkan. Selain isi tokonya yang lengkap, warung tersebut juga jadi andalan masyarakat karena buka 24 jam.

“Ritel tradisional imun terhadap pandemi, bahkan pasca-PPKM dicabut. Saat mobilitas mulai membaik, masyarakat masih memilih ritel tradisional dan akan makin ramai lagi pada menjelang Ramadan,” ujar Bhima kepada Hypeabis.id.

Uniknya, ritel tradisional tidak hanya hidup dari konsumsi kelas menengah ke bawah. Namun, kalangan menengah ke atas juga ikut menyuburkan pertumbuhan ritel tradisional.

Lokasi yang relatif lebih dekat, kata Bhima, membuat ritel tradisional jadi pilihan berbelanja favorit dari berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, saat tersiar kabar sejumlah ritel modern gulung tikar, keberadaan warung dan pasar justru tetap bisa eksis.

Menurut Bhima, budaya berbelanja orang Indonesia juga unik. Masyarakat umumnya tidak cukup hanya bertransaksi saja ketika membeli kebutuhan-kebutuhan pokok. Namun, kerap kali lokasi perbelanjaan, seperti warung dan pasar tradisional, menjadi tempat bercerita hingga bergosip. Selain itu, ritel tradisional juga umumnya memiliki harga yang lebih murah sehingga lebih diminati masyarakat.

Namun, ritel tradisional juga masih memiliki tantangan klasik. Misalnya, soal rantai pasokan yang cukup panjang dan keterbatasan penyimpanan barang. Selain itu, warung tradisional juga masih menerapkan utang sehingga bisa berdampak secara jangka panjang jika kondisi keuangannya tidak kuat.

“Masalah lainnya ialah minimnya pembukuan. Jangankan bayar pajak, untuk pembukuan saja belum. Perlu ada program dari pusat dan daerah untuk mengatasi hal tersebut, melakukan pendampingan, dan digitalisasi,” imbuhnya.

Di titik ini peran pemerintah menjadi sangat penting. Perlu ada pendampingan yang berkelanjutan agar keberadaan ritel tradisional bisa terus mengalami perbaikan. Melalui pendampingan, pihaknya meyakini sumbangsih ritel tradisional terhadap ekonomi masyarakat akan lebih baik lagi.

Salah satu yang perlu dilakukan ialah dengan mengajak warung-warung tradisional mendigitalisasi diri. Selain bisa menyasar pangsa pasar lebih luas, digitalisasi juga dapat membuat sistem di warung tradisional lebih terstruktur.

“Ketika sudah digitalisasi, umumnya pembukuan aktivitas dagang bisa lebih baik. Pedagang juga bisa memisahkan modal, keuntungan, dan keuangan pribadi agar tidak lagi tercampur-campur,” imbuhnya.

Jika sistem di ritel tradisional lebih terstruktur, omzet dari warung kelontong tersebut bisa naik hingga 20 persen. Tidak hanya itu, digitalisasi juga bisa membuat warung kelontong mendapatkan akses pinjaman yang legal dan lebih murah untuk mengembangkan bisnisnya jadi lebih besar lagi.

Menurut Bhima, saat ini sekitar 50 persen warung tradisional masih melakukan mengandalkan rentenir untuk akses pinjaman. Padahal, dengan memakai cara itu, bunga yang harus dibayarkan saat melunasinya jadi melonjak tajam.

Baca juga: Retail Berlomba Makin Dekat dengan Pemukiman

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla 

SEBELUMNYA

Barasuara Rilis Single Merayakan Fana, Manifestasi Kedewasaan dalam Bermusik

BERIKUTNYA

Kiat Aman Berkendara dengan Teknik Defensive Driving

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: