Melihat Peluang Pasar Seni Rupa pada 2023
24 January 2023 |
07:21 WIB
1
Like
Like
Like
Tahun ini, pasar seni rupa Indonesia diprediksi sejumlah pihak akan cenderung mendung seiring dengan risiko resesi ekonomi yang terjadi secara global. Meski demikian, sejumlah pameran dan bursa seni rupa yang akan kembali dihelat tahun ini memunculkan optimisme bahwa roda bisnis karya seni masih terus berjalan.
Sejumlah pameran dan bursa seni yang perlu diantisipasi perhelatannya pada tahun ini diantaranya Art Jakarta Gardens pada 7-12 Februari 2023, Art Jakarta pada 25-27 Agustus 2023, dan ArtJog pada 30 Juni-27 Agustus 2023.
Kurator Mikke Susanto menilai bahwa antusiasme masyarakat yang besar saat ini untuk menikmati pertunjukan sebagai hiburan memunculkan fenomena baru pada dunia seni rupa kontemporer. Saat ini, paparnya, perhelatan pameran seni rupa cenderung dikemas lebih cair sebagai sebuah tontonan.
Baca juga: 5 Tren Seni Rupa yang Bakal Menggeliat pada 2023
Menurutnya, saat ini tak sedikit pameran seni rupa kontemporer yang dihelat dikemas dengan mengedepankan unsur hiburan hingga melibatkan partisipasi publik. Tak hanya mengundang keramaian (chaotic) semata, Mikke menilai fenomena ini justru akan semakin mempopulerkan nama-nama seniman yang masih produktif dan bisa menjadi pemicu minat para kolektor.
Kondisi tersebut lantas akan menimbulkan minat yang besar terhadap karya-karya seni rupa kontemporer yang lintas medium, terlebih bagi para seniman yang memang sudah memiliki reputasi yang baik misalnya di tingkat regional Asia Tenggara.
"Saya menduga 2023 akan diramaikan oleh seni kontemporer dengan berbagai medium tanpa batas. Kalau seni lukis kecil kemungkinan akan mendominasi dalam satu atau dua tahun mendatang," katanya.
Meski demikian, rasa optimisme terhadap prospek pasar seni rupa tahun ini tidak terlalu besar di kalangan pemilik galeri. Pemilik CGArtspace, Christiana Gouw, menerangkan bahwa omzet penjualan karya seni sepanjang 2022 cenderung masih mengalami penurunan jika dibandingkan tahun-tahun sebelum terjadi pandemi.
Sepanjang 2022, galeri seni CGArtspace yang berbasis di Jakarta mencatatkan penjualan sekitar 100 karya seni dengan omzet sekitar Rp3 miliar. Dia pun memprediksi bahwa tahun ini tren penjualan akan semakin menurun seiring dengan risiko resesi ekonomi yang mencuat.
Terlebih, di galerinya, dia memang menyasar kolektor dari kalangan menengah ke bawah khususnya para pemula, dengan rentang harga karya yang tidak terlalu fantastis mulai dari Rp7 juta hingga Rp200 juta. "Tapi kalau galeri yang lukisannya mahal-mahal dan senimannya ngetop itu pasti masih tetap laku," katanya.
Sebagai pemilik galeri, perempuan yang akrab disapa Christi itu mengaku tidak terlalu optimistis dengan kondisi pasar seni pada tahun ini. Bahkan, dia tahun ini akan mengurangi gelaran pameran seni yang bisanya dihelat selama dua bulan sekali. "Saya tidak terlalu antusias untuk tahun ini. Mungkin hanya tiga pameran saja dari yang biasanya lima kali dalam setahun," imbuhnya.
Di sisi lain, kurator Kuss Indarto menilai bahwa gejolak ekonomi yang terjadi secara global memang telah mempengaruhi sebagian besar pasar seni Eropa saat ini, tetapi menurutnya tidak dengan pasar seni di Asia.
Anggapan tersebut sejalan dengan laporan omset lelang seni kontemporer global dari Artprice, salah satu negara Asia, Korea Selatan, mencatatkan penjualan lelang sini kontemporer hingga US$66 juta, hampir menyamai penjualan di Prancis yakni sebesar US$68 juta, dalam kurun waktu setahun terakhir (Juli 2021-Juni 2022).
Seoul mengalami pertumbuhan luar biasa sebesar 344?lam omset seni kontemporernya, dan dinilai mulai memantapkan diri sebagai salah satu ibu kota baru seni kontemporer dalam skala global. Hal itu juga terlihat dari pergerakan beberapa balai lelang yang cenderung menggelar ajang lelang karya seni di negara-negara Asia, seperti misalnya Art Basel Hong Kong.
"Saya duga itu akan masif lagi, perpindahan dari Eropa ke Asia karena krisis. Asia akan menjadi lumbung yang bagus untuk proses pengoleksian dan kreatif seniman, termasuk di dalamnya Indonesia," kata Kuss.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa para seniman Indonesia dapat mengantisipasi kondisi tersebut dengan terus melakukan terobosan baik dalam estetika maupun pemasaran karya seni, seperti misalnya dengan memanfaatkan tren NFT.
Sebab, dengan begitu, seniman bisa menghasilkan karya dari mana pun juga akan mendapatkan kolektor dengan jangkauan yang lebih luas dari mana pun dalam rentang waktu relatif cepat.
Baca juga: Tren Seni Rupa 2023, Karya Kontemporer Jadi Buruan Kolektor Muda
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Sejumlah pameran dan bursa seni yang perlu diantisipasi perhelatannya pada tahun ini diantaranya Art Jakarta Gardens pada 7-12 Februari 2023, Art Jakarta pada 25-27 Agustus 2023, dan ArtJog pada 30 Juni-27 Agustus 2023.
Kurator Mikke Susanto menilai bahwa antusiasme masyarakat yang besar saat ini untuk menikmati pertunjukan sebagai hiburan memunculkan fenomena baru pada dunia seni rupa kontemporer. Saat ini, paparnya, perhelatan pameran seni rupa cenderung dikemas lebih cair sebagai sebuah tontonan.
Baca juga: 5 Tren Seni Rupa yang Bakal Menggeliat pada 2023
Menurutnya, saat ini tak sedikit pameran seni rupa kontemporer yang dihelat dikemas dengan mengedepankan unsur hiburan hingga melibatkan partisipasi publik. Tak hanya mengundang keramaian (chaotic) semata, Mikke menilai fenomena ini justru akan semakin mempopulerkan nama-nama seniman yang masih produktif dan bisa menjadi pemicu minat para kolektor.
Kondisi tersebut lantas akan menimbulkan minat yang besar terhadap karya-karya seni rupa kontemporer yang lintas medium, terlebih bagi para seniman yang memang sudah memiliki reputasi yang baik misalnya di tingkat regional Asia Tenggara.
"Saya menduga 2023 akan diramaikan oleh seni kontemporer dengan berbagai medium tanpa batas. Kalau seni lukis kecil kemungkinan akan mendominasi dalam satu atau dua tahun mendatang," katanya.
Ilustrasi pameran seni (Sumber gambar: Roberto Contreras/Unsplash)
Sepanjang 2022, galeri seni CGArtspace yang berbasis di Jakarta mencatatkan penjualan sekitar 100 karya seni dengan omzet sekitar Rp3 miliar. Dia pun memprediksi bahwa tahun ini tren penjualan akan semakin menurun seiring dengan risiko resesi ekonomi yang mencuat.
Terlebih, di galerinya, dia memang menyasar kolektor dari kalangan menengah ke bawah khususnya para pemula, dengan rentang harga karya yang tidak terlalu fantastis mulai dari Rp7 juta hingga Rp200 juta. "Tapi kalau galeri yang lukisannya mahal-mahal dan senimannya ngetop itu pasti masih tetap laku," katanya.
Sebagai pemilik galeri, perempuan yang akrab disapa Christi itu mengaku tidak terlalu optimistis dengan kondisi pasar seni pada tahun ini. Bahkan, dia tahun ini akan mengurangi gelaran pameran seni yang bisanya dihelat selama dua bulan sekali. "Saya tidak terlalu antusias untuk tahun ini. Mungkin hanya tiga pameran saja dari yang biasanya lima kali dalam setahun," imbuhnya.
Di sisi lain, kurator Kuss Indarto menilai bahwa gejolak ekonomi yang terjadi secara global memang telah mempengaruhi sebagian besar pasar seni Eropa saat ini, tetapi menurutnya tidak dengan pasar seni di Asia.
Anggapan tersebut sejalan dengan laporan omset lelang seni kontemporer global dari Artprice, salah satu negara Asia, Korea Selatan, mencatatkan penjualan lelang sini kontemporer hingga US$66 juta, hampir menyamai penjualan di Prancis yakni sebesar US$68 juta, dalam kurun waktu setahun terakhir (Juli 2021-Juni 2022).
Seoul mengalami pertumbuhan luar biasa sebesar 344?lam omset seni kontemporernya, dan dinilai mulai memantapkan diri sebagai salah satu ibu kota baru seni kontemporer dalam skala global. Hal itu juga terlihat dari pergerakan beberapa balai lelang yang cenderung menggelar ajang lelang karya seni di negara-negara Asia, seperti misalnya Art Basel Hong Kong.
"Saya duga itu akan masif lagi, perpindahan dari Eropa ke Asia karena krisis. Asia akan menjadi lumbung yang bagus untuk proses pengoleksian dan kreatif seniman, termasuk di dalamnya Indonesia," kata Kuss.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa para seniman Indonesia dapat mengantisipasi kondisi tersebut dengan terus melakukan terobosan baik dalam estetika maupun pemasaran karya seni, seperti misalnya dengan memanfaatkan tren NFT.
Sebab, dengan begitu, seniman bisa menghasilkan karya dari mana pun juga akan mendapatkan kolektor dengan jangkauan yang lebih luas dari mana pun dalam rentang waktu relatif cepat.
Baca juga: Tren Seni Rupa 2023, Karya Kontemporer Jadi Buruan Kolektor Muda
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.