Duh Ngemis Online Sampai Diguyur Lumpur, Waspada Efek Buruk pada Kulit
21 January 2023 |
20:49 WIB
Konten ngemis online dengan mandi di dalam kubangan atau lumpur viral dan mengundang perhatian dalam sepekan terakhir. Tidak sedikit warganet hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini yang geram lantaran objek dari konten tersebut merupakan lansia. Mensos pun membuat Surat Edaran Nomor 2/2023 yang isinya melarang kegiatan mengemis baik secara luring maupun daring dengan memanfaatkan warga lanjut usia (lansia).
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sigap merespons. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Usman Kansong mengatakan pihaknya sedang meminta platform digital untuk menghapus (take down) konten terkait mengemis daring ini.
Baca juga: Begini Analisis Psikolog & Sosiolog Soal Fenomena Ngemis Online di TikTok
Sementara itu, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Bamed Skincare, Arini Astasari Widodo menyebut ada risiko kesehatan yang mengintai mereka yang melakulam ngemis online dengan mandi di dalam lumpur atau air kubangan.
Risiko yang mungkin terjadi adalah penyakit-penyakit infeksi yang dapat masuk melalui kulit. Penyakit infeksi terutama mudah terjadi pada kulit yang tidak intak (utuh) seperti kulit yang tergores, luka, hingga baret akibat digaruk.
Arini menjabarkan infeksi yang dapat terjadi bisa berupa infeksi bakteri yang masuk ke kulit yang tidak intak, infeksi jamur, infeksi parasit, atau manifestasi penyakit kulit akibat hewan yang berhabitat di lumpur tersebut. Salah satu infeksi yang sering terjadi adalah infeksi jamur seperti tinea corporis.
Dalam bahasa awam, tinea corporis adalah kurap yang merupakan infeksi kulit jamur superfisial pada tubuh yang disebabkan oleh dermatofita. "Ini secara khusus ditentukan oleh lokasi lesi yang mungkin melibatkan batang tubuh, leher, lengan, dan kaki," ujarnya kepada Hypeabis.id, Sabtu (21/1/2023).
Dalam kasus yang jarang terjadi, kurap dapat menyebar ke manusia melalui kontak dengan tanah yang terinfeksi jamur jenis tinea tersebut. "Gejalanya berupa bercak merah berbatas tegas, dengan tepi aktif, kadang terasa gatal," tambah Arini.
Tidak hanya itu, dia menyebut mereka yang mandi di kubangan atau lumpur dalam jangka waktu lama bisa terkena Cutaneous Larva Migrans (CLM). Ini merupakan penyakit kulit akibat manifestasi jenis cacing tambang yang masuk melalui kulit.
Arini menyampaikan CLM paling sering ditularkan melalui kotoran hewan yang bertelur di dalam tanah, dengan larva yang masuk ke manusia melalui kontak langsung dengan kulit. Penyakit ini secara klasik terlihat di iklim yang lebih hangat, termasuk di Indonesia.
Gejalanya tampak lesi kulit yang menjalar mengikuti gerakan cacing tambang dibawah kulit. "Komplikasi sering timbul dari infeksi bakteri sekunder atau komplikasi dari terapi," imbuhnya.
Selain itu, mandi di lumpur atau kubangan juga bisa membuat seseorang terjangkit penyakit yang lebih serius seperti leptospirosis, akan tetapi lebih jarang terjadi. Arini menjelaskan leptospira dapat masuk melalui kulit yang tidak intak atau mukosa misalnya terpajan tanah, lumpur, air yang terkontaminasi urin binatang yang mengandung bakteri leptospira.
Risiko lainnya, pajanan dengan tanah, air kubangan, atau lumpur tentunya juga dapat membuat ruam pada kulit yang merupakan manifestasi gigitan binatang kecil, alergi atau iritasi akibat alergen, atau iritan yang terdapat pada lumpur atau air kubangan tersebut "Biasanya keluhan ini menimbulkan rasa gatal," sebut Arini.
Berada dalam air dalam waktu lama juga dapat membuat kulit maserasi sehingga menurunkan barrier kulit terhadap pajanan infeksi bakteri, jamur, parasit, atau alergi dan iritan. "Hal ini kemudian memudahkan masuknya infeksi melalui kulit, meningkatkan risiko infeksi, ruam, dan masalah kulit lain pada kulit," jelas Arini.
Di sisi lain, Psikolog Klinis Lusiana Bintang Siregar menyebut ada pengaruh pola asuh yang keliru sehingga menciptakan seorang pribadi (konten kreator) yang tidak matang terhadap fenomena ngemis online ini. Pola asuh yang didapat bisa jadi pola asuh yang terbiasa untuk keinginannya dipenuhi begitu saja, permisif atau cuek, sehingga anak tidak terbiasa berdiskusi, diajarkan kemandirian, diajarkan untuk meregulasi emosi dengan baik.
“Apalagi ada konten yang menjadikan orang tuanya untuk diguyur dan orang tuanya mau saja. Ini bentuk tidak menghargai orang tua. Di samping itu, anak terbiasa mendapat sesuatu dengan semaunya saja,” jelasnya.
Konten seperti ini menurutnya berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan media sosial harus diatur dengan bijak, terutama mudah ditonton anak-anak. Pemerintah atau pemilik platform perlu menerapkan fitur-fitur yang bisa memfilter konten yang mengarah ke negatif.
Baca juga: Viral Fenomena Ngemis Online di Medsos, Begini Respon Sosiolog
“Jadi tidak asal, sehingga benar-benar media memberi dampak dalam pengasuhan dan pembentukan karakter positif bagi calon-calon penerus bangsa,” tegas Lusiana.
Editor: Fajar Sidik
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sigap merespons. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Usman Kansong mengatakan pihaknya sedang meminta platform digital untuk menghapus (take down) konten terkait mengemis daring ini.
Baca juga: Begini Analisis Psikolog & Sosiolog Soal Fenomena Ngemis Online di TikTok
Sementara itu, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Bamed Skincare, Arini Astasari Widodo menyebut ada risiko kesehatan yang mengintai mereka yang melakulam ngemis online dengan mandi di dalam lumpur atau air kubangan.
Risiko yang mungkin terjadi adalah penyakit-penyakit infeksi yang dapat masuk melalui kulit. Penyakit infeksi terutama mudah terjadi pada kulit yang tidak intak (utuh) seperti kulit yang tergores, luka, hingga baret akibat digaruk.
Arini menjabarkan infeksi yang dapat terjadi bisa berupa infeksi bakteri yang masuk ke kulit yang tidak intak, infeksi jamur, infeksi parasit, atau manifestasi penyakit kulit akibat hewan yang berhabitat di lumpur tersebut. Salah satu infeksi yang sering terjadi adalah infeksi jamur seperti tinea corporis.
Dalam bahasa awam, tinea corporis adalah kurap yang merupakan infeksi kulit jamur superfisial pada tubuh yang disebabkan oleh dermatofita. "Ini secara khusus ditentukan oleh lokasi lesi yang mungkin melibatkan batang tubuh, leher, lengan, dan kaki," ujarnya kepada Hypeabis.id, Sabtu (21/1/2023).
Dalam kasus yang jarang terjadi, kurap dapat menyebar ke manusia melalui kontak dengan tanah yang terinfeksi jamur jenis tinea tersebut. "Gejalanya berupa bercak merah berbatas tegas, dengan tepi aktif, kadang terasa gatal," tambah Arini.
Tidak hanya itu, dia menyebut mereka yang mandi di kubangan atau lumpur dalam jangka waktu lama bisa terkena Cutaneous Larva Migrans (CLM). Ini merupakan penyakit kulit akibat manifestasi jenis cacing tambang yang masuk melalui kulit.
Arini menyampaikan CLM paling sering ditularkan melalui kotoran hewan yang bertelur di dalam tanah, dengan larva yang masuk ke manusia melalui kontak langsung dengan kulit. Penyakit ini secara klasik terlihat di iklim yang lebih hangat, termasuk di Indonesia.
Gejalanya tampak lesi kulit yang menjalar mengikuti gerakan cacing tambang dibawah kulit. "Komplikasi sering timbul dari infeksi bakteri sekunder atau komplikasi dari terapi," imbuhnya.
Selain itu, mandi di lumpur atau kubangan juga bisa membuat seseorang terjangkit penyakit yang lebih serius seperti leptospirosis, akan tetapi lebih jarang terjadi. Arini menjelaskan leptospira dapat masuk melalui kulit yang tidak intak atau mukosa misalnya terpajan tanah, lumpur, air yang terkontaminasi urin binatang yang mengandung bakteri leptospira.
Risiko lainnya, pajanan dengan tanah, air kubangan, atau lumpur tentunya juga dapat membuat ruam pada kulit yang merupakan manifestasi gigitan binatang kecil, alergi atau iritasi akibat alergen, atau iritan yang terdapat pada lumpur atau air kubangan tersebut "Biasanya keluhan ini menimbulkan rasa gatal," sebut Arini.
Berada dalam air dalam waktu lama juga dapat membuat kulit maserasi sehingga menurunkan barrier kulit terhadap pajanan infeksi bakteri, jamur, parasit, atau alergi dan iritan. "Hal ini kemudian memudahkan masuknya infeksi melalui kulit, meningkatkan risiko infeksi, ruam, dan masalah kulit lain pada kulit," jelas Arini.
Dampak Negatif
Di sisi lain, Psikolog Klinis Lusiana Bintang Siregar menyebut ada pengaruh pola asuh yang keliru sehingga menciptakan seorang pribadi (konten kreator) yang tidak matang terhadap fenomena ngemis online ini. Pola asuh yang didapat bisa jadi pola asuh yang terbiasa untuk keinginannya dipenuhi begitu saja, permisif atau cuek, sehingga anak tidak terbiasa berdiskusi, diajarkan kemandirian, diajarkan untuk meregulasi emosi dengan baik.“Apalagi ada konten yang menjadikan orang tuanya untuk diguyur dan orang tuanya mau saja. Ini bentuk tidak menghargai orang tua. Di samping itu, anak terbiasa mendapat sesuatu dengan semaunya saja,” jelasnya.
Konten seperti ini menurutnya berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan media sosial harus diatur dengan bijak, terutama mudah ditonton anak-anak. Pemerintah atau pemilik platform perlu menerapkan fitur-fitur yang bisa memfilter konten yang mengarah ke negatif.
Baca juga: Viral Fenomena Ngemis Online di Medsos, Begini Respon Sosiolog
“Jadi tidak asal, sehingga benar-benar media memberi dampak dalam pengasuhan dan pembentukan karakter positif bagi calon-calon penerus bangsa,” tegas Lusiana.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.