Implementasi teknologi Web3 dan metaverse diprediksi bakal makin masif pada 2023 (Sumber gambar: Freepik/Pikisuperstar)

Tren Web3 & Metaverse 2023: Industri Fesyen dan Hiburan Bakal Adopsi Lebih Masif 

09 January 2023   |   06:30 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Perkembangan teknologi beberapa dekade terakhir tak jauh-jauh dari inovasi internet yang sangat masif. Tak bisa dimungkiri bahwa internet kini telah menjadi bagian penting dari keterhubungan miliaran orang di dunia. Karena itulah, internet sulit dilepaskan dari kehidupan manusia modern. 
 
Apabila kita melihat kilas balik internet yang dibuat Advanced Research Project Agency (ARPA) pada 1969, rasanya seperti mimpi melihat internet telah berkembang sedemikian rupa dan masif, menyentuh hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. 
 
Masih lekat di kepala sebuah masa ketika internet menjadi fasilitas yang langka. Tak semua bisa mengaksesnya karena terbilang mahal. Namun, kini internet menjadi arus utama (mainstream). Tidak hanya digunakan untuk terkoneksi dalam hal komunikasi lewat perangkat, internet juga mengubah banyak aspek sosial lainnya seperti pekerjaan, birokrasi, dan lainnya. 

Baca juga: Bekasi Jadi Kota dengan Internet Tercepat di Indonesia
 

Web3

Internet juga masih dalam tahap evolusinya. Tim Berners Lee, penemu World Wide Web menggambarkan konsep internet yang semakin besar pada masa depan. Dia menyebutnya sebagai Web 3.0 atau Web3, sebuah layanan internet generasi ketiga yang lebih masif lagi. 
 
Internet di generasi Web3 lebih terdesentralisasi, sebuah gambaran internet yang mungkin tidak terpikirkan dalam perkembangannya. Namun, kehadirannya benar-benar nyata. Web3 menjadi internet tanpa perantara, bisa diakses gratis, dan tidak akan bergantung dengan raksasa teknologi internet seperti Google, Facebook, atau Apple.
 
Web3 menjadi langkah berubahnya pola dan sifat internet dari masa sebelumnya. Secara sederhana begini gambarannya. Web1 hadir dengan sifat statis dengan kegunaan yang masih sebatas mencari dan memberi informasi dalam konten situs web (website). 
 
Pada iterasi berikutnya yakni Web2, kemampuan yang ditawarkan lebih bervariasi lagi. Kita saat ini hidup dalam era internet generasi kedua, dengan segala kemudahannya. Web2 dikenal dengan hadirnya Google, Facebook, dan domain dotcom (.com) yang mainstream sekarang ini. 
 
Sementara iterasi internet generasi ketiga sudah menanti. Hal yang menjadi pembeda paling nyata dengan hadirnya Web3 adalah muncul dan mulai masifnya pemanfaatan teknologi mutakhir seperti blockchain dan cryptocurrency
 
Web3 memungkinkan orang memegang kendali atas kegiatan internet dan datanya masing-masing. Dilansir dari situs Kominfo, ukuran pasar global Web3 telah berhasil merengkuh angka US$3,2 miliar sepanjang 2021.  Minat dan kebutuhan pengguna dengan Web3 diperkirakan akan terus naik, dan diproyeksikan tembus US$8,5 miliar pada 2030 mendatang.
 

Metaverse

Berbicara tentang Web3 tentu tak bisa lepas dari teknologi yang tengah populer digaungkan perusahaan teknologi, apalagi jika bukan metamesta atau yang lebih dikenal dengan istilah metaverse. Saking pentingnya anggapan mengenai dunia metamesta di masa depan, raksasa teknologi Facebook sampai mengubah nama perusahaannya menjadi Meta. 
 
Metaverse disebut sebagai realitas atau ruang virtual dalam dunia internet yang lebih imersif. Metamesta ini dianggap sebagai dunia fiksi yang dijalankan melalui jaringan virtual tiga dimensi untuk menciptakan hubungan sosial yang lebih nyata lewat internet. 
 
Metaverse berkembang lebih besar dan dilirik oleh perusahaan dunia. Berdasarkan laporan Meta Space dari Nusameta WIR Group, lebih dari 500 perusahaan di seluruh dunia sudah masuk ke dunia metaverse hanya dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. 
 
Kendati metaverse diprediksi punya skala besar untuk masa depan internet dunia, tidak sedikit yang menganggap teknologi ini sebagai bumerang bagi realitas manusia. Pengamat Web3 dan metaverse dari Hybrid, Glenn Nathaniel Kaonang, mengatakan bahwa teknologi harus dilihat dari dua sisi. 
 
“Kemajuan internet harus dilihat dari sisi penggunaan dan keseimbangan. Sama seperti NFT yang bisa menawarkan dua hal itu. Perusahaan juga harus mampu mengimbangi program Web3 dengan sisi realitasnya untuk menepis anggapan soal metaverse yang disebut akan menjadi bumerang tersebut,” katanya.
 
Dilansir dari laporan Grayscale Investments, tercatat 50.000 pemilik wallet metaverse yang aktif di seluruh dunia saat ini. Angka tersebut melonjak drastis sepuluh kali lipat dibanding 2020. Pengamat metaverse, Pungkas Riandika mengatakan bahwa dunia virtual bisa jadi titik balik bagi perusahaan untuk memamerkan saluran baru dan memanifestasikan brand
 
Hal ini diyakininya bakal lebih besar pada 2023. Pungkas juga melihat akan ada tren koleksi non fungible token (NFT) yang sebelumnya tidak tersentuh oleh banyak orang dan perusahaan. Menurutnya, tahun ini orang akan membiasakan diri untuk mengoleksi item digital tersebut. 
 
Artinya, orang juga akan mulai banyak memanfaatkan mata uang kripto yang tak bisa dilepaskan dengan perkembangan NFT dan Web3. Dengan demikian, ekosistem metaverse juga akan semakin berkembang. Menurutnya, banyak yang penasaran dengan cara kerja dan potensi lain di balik dunia virtual tersebut. 
 

Industri Pengadopsi Metaverse

Metaverse juga diprediksi akan mendobrak kuat industri fesyen dan hiburan tahun ini. Termasuk industri seperti perfilman pun akan sangat terbantu dengan adanya metaverse. “Industri hiburan secara garis besar bergerak di sektor konten. Saya menduga industri fesyen, musik, dan film akan cepat terjun dan beradaptasi di dunia metaverse mungkin mulai tahun ini,” kata Pungkas.
 
Glenn menambahkan bahwa metaverse bahkan bisa berpotensi untuk banyak hal, mulai dari industri hiburan hingga sektor yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. Menurutnya, salah satu yang bakal getol mengadopsi teknologi mutakhir itu adalah permainan gim video. 
 
“Skop dunia gim akan lebih luas dengan hadirnya metaverse. Metaverse juga bisa maju ke sektor kesehatan, bisa coba menjalani sistem dan infrastruktur kesehatan di metaverse baru nanti skupnya diperluas lagi,” katanya.
 
Walaupun metaverse tampak seperti berlian pada masa mendatang, Glenn menyebut kehidupan sosial manusia tak akan bergantung sepenuhnya di dunia virtual itu. Dia menyatakan pemakaian metaverse tidak akan seperti saat ini kita bergantung pada smartphone, karena butuh perhatian penuh untuk memanfaatkannya. 
 
“Kita mungkin menggunakan metaverse sebagai ruang kerja. Mungkin butuh beberapa jam untuk duduk bekerja di metaverse lalu kembali ke realitas. Jadi bukan short session seperti kita menggunakan media sosial di smartphone saat ini,” ujarnya. 
 
Baca juga: Vertu Kenalkan Smartphone Mewah Metavertu yang Adopsi Teknologi Web3 
 

Tantangan Web3 & Metaverse

Namun tak bisa dimungkiri, masalah keamanan masih menjadi pekerjaan besar dalam pengembangan Web3 dan metaverse. Pungkas menyebut, tipisnya perisai keamanan saat ini harus segera ditemukan solusinya. Dia berharap keamanannya bisa ketat layaknya perbankan, karena banyak orang bakal bertransaksi di dunia virtual tersebut. 
 
Hal ini sejatinya bisa dipelajari dan diintegrasikan dengan teknologi blockchain. Pasalnya, rantai blok menawarkan keamanan tinggi dan keterbukaan. Dengan begitu, teknologinya bisa dipercaya dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. 
 
Selain itu, tantangan lainnya datang dari segi sumber daya manusia dan kesiapan manusia dengan literasi digitalnya untuk menghadapi Web3. Dari sisi pengembang, perusahaan harus lebih banyak melakukan sosialisasi bahwa tidak semua hal harus dilakukan di metaverse, ada pula sisi tertentu yang harus kembali ke dunia nyata. 
 

“Dengan demikian, manusia tidak akan sepenuhnya bergantung dengan metaverse,” katanya. 

 

Potensi Implementasi di Indonesia

Bicara soal potensi cerah mengenai industri metaverse di Indonesia, Glenn mengamati ada tiga perusahaan dalam negeri yang bisa semakin bersinar pada tahun ini. Ketiganya adalah Telkom metaNesia, WIR Group Nusameta, dan Jagat. 
 
“Tiga ini paling besar secara prospek untuk bersinar cerah. Akan tetapi memang mereka harus melewati banyak tahap karena proyek metaverse skalanya sangat besar. Saya pikir metaverse akan menjadi produk yang tidak akan pernah selesai dan selalu perlu dikembangkan,” katanya.
 
Menurut Glenn, titik saat metaverse dapat dikatakan sudah teradopsi massal adalah saat ada satu layanan tertentu yang hanya bisa diakses dengan metaverse. Misalnya media sosial via metaverse yang sangat populer dan digunakan secara luas, atau hal-hal lain. 
 
Perihal serupa juga disampaikan Pungkas. Metaverse akan menjadi hal yang mainstream layaknya kita menggunakan internet era Web2 saat ini. Manusia akan membutuhkan metaverse sebagai wadah pendukung untuk bekerja. Metaverse bisa mendatangkan penghasilan layaknya monetisasi YouTube, atau mungkin bersekolah dan menempuh pendidikan dari dunia virtual.
 
Untuk mewujudkan hal ini, perusahaan harus menawarkan teknologi tepat guna kepada konsumen. Apalagi pengguna masih sangat bergantung dengan smartphone untuk masuk ke metaverse, maka kemajuan teknologi itu juga akan ditentukan oleh perkembangan ponsel dan literasi digital masyarakat. 
 
Glenn menyatakan bahwa dalam 1 dekade mendatang, imersifnya teknologi Web3, metaverse hingga NFT akan menjadi hal yang tidak terbayangkan. Misal, sebuah gambar digital dalam bentuk token bisa memiliki nilai praktis di dunia virtual. 
 
Bisa juga sebuah negara mulai akan mengintegrasikan proses birokrasi pemerintahannya dengan penggunaan teknologi Web3. Atau hal lainnya saat token digital dapat dilihat sebagai surat berharga pada masa depan.
 
Dalam dunia masa depan yang lebih jauh, bukan tidak mungkin kita melihat orang-orang sudah berlalu lalang di taman atau mal menggunakan kacamata virtual. Kontak lensa yang menggabungkan fitur virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) sebagai mixed reality (MR) jadi pemandangan yang biasa. 
 
Pungkas menyampaikan, saat ini riset tentang kontak lensa tersebut pun sudah berjalan. Nantinya, manusia bisa melakukan aktivitas seperti video call hanya melalui kontak lensa di matanya. Teknologi itu diproyeksikan akan hadir sekitar 3-5 tahun ke depan.
 
Setidaknya butuh 1 dekade bagi pengguna internet terbiasa dengan metaverse. Era ini bisa jadi dimulai dari kantor-kantor untuk membantu produktivitas kerja karyawan. Metaverse dipercaya akan mengubah cara manusia berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman, keluarga, hingga rekan kerja.  
 
“Secara aspek sosial, mungkin kita akan menghargai nilai-nilai dengan cara yang berbeda bersandingan dengan semakin melebarnya dunia metaverse. Yang pasti, metaverse akan membawa dunia yang baru di masa depan,” tutup Pungkas.

Baca juga: Yuk Eksplorasi Megahnya Istana Negara IKN di Jagat Metaverse

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Yuk Cek 3 Tipe Produk Riasan Bibir, Jangan Salah Pilih!

BERIKUTNYA

Dampak Anak yang Memiliki Orang Tua Sibuk Bekerja

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: