Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
02 January 2023 |
17:00 WIB
1
Like
Like
Like
Nama Djoko Pekik dalam lanskap kesenian di Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Pelukis gaek asal Yogyakarta itu sudah lama malang melintang di dunia seni dengan karya-karyanya yang sarat kritik terhadap kondisi sosial di Tanah Air.
Lahir di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari tepat hari ini 84 tahun silam, karya-karyanya memang sangat tersohor dan terus diburu para kolektor seni. Bahkan, tak jarang lukisan-lukisannya memiliki harga yang fantastis yang mencapai miliaran rupiah.
Dihimpun dari laman Galeri Nasional, Djoko Pekik memulai karir kesenimanannya di tahun 1958 ketika ia masuk ASRI Yogyakarta dan belajar melukis langsung dari Suromo, Abas Alibasyah, dan Widayat. Di Kota Gudeg inilah seniman tersebut mengasah bakatnya pada maestro-maestro lukis Indonesia.
Baca juga: 8 Lukisan Maestro Indonesia Ini Hadirkan Karya Seni yang Menakjubkan
Pada 1961, Djoko Pekik bersama Amrus Natalsya, Ng Sembiring, Isa Hasanda, Misbach Thamrin, dan masih banyak lagi, kemudian mendirikan Sanggar Bumi Tarung. Kelak kolektif kesenian tersebut juga berafiliasi dengan Lembaga Kesenian Rakyat atau Lekra.
Berbeda dengan seniman lain yang mengusung tema abstrak aliran lain , Bumi Tarung lebih memilih mengusung aliran realisme revolusioner. Selain itu, strategi berkesenian dari kelompok ini turun ke bawah (turba) untuk berdialog langsung dengan masyarakat mengenai persoalan yang terjadi.
Sebelum tragedi 1965 pecah di Indonesia, Djoko Pekik tercatat pernah beberapa kali menggelar pameran lukisan di Jakarta. Bahkan karyanya juga masuk dalam kategori lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh Lekra pada tahun 1964.
Namun, setelah gerakan 30 September 1965 meletus, Djoko Pekik bersama anggota Lekra yang lain ditangkap aparat kepolisian. Peristiwa penangkapan itu dipicu oleh pemberontakan G30S yang akhirnya membuat Partai Komunis Indonesia dan para simpatisannya dijebloskan ke penjara.
Di masa itu, Djoko Pekik sempat mendekam di bui di penjara Wirogunan selama 7 tahun, yakni dari tahun 1965 sampai 1972. Setelah bebas dari penjara, Djoko Pekik sempat vakum melukis dengan bekerja serabutan. Akan tetapi, jiwa melukisnya tidak pernah surut hingga dia memamerkan lukisannya kembali di Jakarta.
"Saya ini masuk tahanan juga, saya masuk tahanan di beteng Yogyakarta. Sementara itu seniman-seniman lain banyak yang dibuang ke Pulau Buru dan Nusakambangan," papar Djoko pekik dikutip dari wawancara arsip video IVAA.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah lukisan Berburu Celeng (1998) yang terjual seharga satu milyar rupiah. Lukisan yang menggambarkan keramaian khalayak yang sedang menari sambil menggotong celeng gemuk itu bahkan hingga saat ini masih menjadi karya fenomenal dalam dunia seni rupa Indonesia.
Selain itu, ada juga lukisan berjudul Demit 2000 (2001) yang menggambarkan figur penguasa yang sedang mengungkapkan ekspresi marahnya, dengan mata melotot dan mulut menganga sambil memegang pelantang suara. Sementara itu di latar belakangnya berdiri orang yang seolah mengikuti koor dari karakter deformasi wayang itu.
"Lukisan ini secara simbolik menggambarkan sifat kekuasaan yang kasar dengan dukungan jajaran kepatuhan. Representasi kerasnya kekuasaan tersirat dari figur penguasa yang berwajah sangar seperti demit atau setan," tulis laman Galeri Nasional Indonesia.
Baca juga: Pelukis Bagongan, Memalsukan Karya karena Gagal Bersaing Menjadi Seniman
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Lahir di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari tepat hari ini 84 tahun silam, karya-karyanya memang sangat tersohor dan terus diburu para kolektor seni. Bahkan, tak jarang lukisan-lukisannya memiliki harga yang fantastis yang mencapai miliaran rupiah.
Dihimpun dari laman Galeri Nasional, Djoko Pekik memulai karir kesenimanannya di tahun 1958 ketika ia masuk ASRI Yogyakarta dan belajar melukis langsung dari Suromo, Abas Alibasyah, dan Widayat. Di Kota Gudeg inilah seniman tersebut mengasah bakatnya pada maestro-maestro lukis Indonesia.
Baca juga: 8 Lukisan Maestro Indonesia Ini Hadirkan Karya Seni yang Menakjubkan
Pada 1961, Djoko Pekik bersama Amrus Natalsya, Ng Sembiring, Isa Hasanda, Misbach Thamrin, dan masih banyak lagi, kemudian mendirikan Sanggar Bumi Tarung. Kelak kolektif kesenian tersebut juga berafiliasi dengan Lembaga Kesenian Rakyat atau Lekra.
Berbeda dengan seniman lain yang mengusung tema abstrak aliran lain , Bumi Tarung lebih memilih mengusung aliran realisme revolusioner. Selain itu, strategi berkesenian dari kelompok ini turun ke bawah (turba) untuk berdialog langsung dengan masyarakat mengenai persoalan yang terjadi.
Dijebloskan ke Penjara
Sebelum tragedi 1965 pecah di Indonesia, Djoko Pekik tercatat pernah beberapa kali menggelar pameran lukisan di Jakarta. Bahkan karyanya juga masuk dalam kategori lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh Lekra pada tahun 1964.Namun, setelah gerakan 30 September 1965 meletus, Djoko Pekik bersama anggota Lekra yang lain ditangkap aparat kepolisian. Peristiwa penangkapan itu dipicu oleh pemberontakan G30S yang akhirnya membuat Partai Komunis Indonesia dan para simpatisannya dijebloskan ke penjara.
Di masa itu, Djoko Pekik sempat mendekam di bui di penjara Wirogunan selama 7 tahun, yakni dari tahun 1965 sampai 1972. Setelah bebas dari penjara, Djoko Pekik sempat vakum melukis dengan bekerja serabutan. Akan tetapi, jiwa melukisnya tidak pernah surut hingga dia memamerkan lukisannya kembali di Jakarta.
"Saya ini masuk tahanan juga, saya masuk tahanan di beteng Yogyakarta. Sementara itu seniman-seniman lain banyak yang dibuang ke Pulau Buru dan Nusakambangan," papar Djoko pekik dikutip dari wawancara arsip video IVAA.
Karya-karya Terbaik Djoko Pekik
Sejak penangkapannya, Djoko Pekik baru mulai aktif melakukan pameran pada sekitar 1900-an. Melalui gaya melukisnya yang khas lewat aliran realis ekspresif dengan dibumbui nilai-nilai kerakyatan, akhirnya membuat banyak kolektor melirik karya-karyanya. Selain itu, keunikan karyana juga selalu memuat kritik sosial hingga tragedi politik.Salah satu karyanya yang terkenal adalah lukisan Berburu Celeng (1998) yang terjual seharga satu milyar rupiah. Lukisan yang menggambarkan keramaian khalayak yang sedang menari sambil menggotong celeng gemuk itu bahkan hingga saat ini masih menjadi karya fenomenal dalam dunia seni rupa Indonesia.
Selain itu, ada juga lukisan berjudul Demit 2000 (2001) yang menggambarkan figur penguasa yang sedang mengungkapkan ekspresi marahnya, dengan mata melotot dan mulut menganga sambil memegang pelantang suara. Sementara itu di latar belakangnya berdiri orang yang seolah mengikuti koor dari karakter deformasi wayang itu.
"Lukisan ini secara simbolik menggambarkan sifat kekuasaan yang kasar dengan dukungan jajaran kepatuhan. Representasi kerasnya kekuasaan tersirat dari figur penguasa yang berwajah sangar seperti demit atau setan," tulis laman Galeri Nasional Indonesia.
Baca juga: Pelukis Bagongan, Memalsukan Karya karena Gagal Bersaing Menjadi Seniman
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.