Djoko Pekik di Mata Seniman Eko Nugroho: Sosok yang Mau Ngemong Semua Generasi
12 August 2023 |
22:30 WIB
Pelukis legendaris Tanah Air, Djoko Pekik, mengembuskan napas terakhirnya pada hari ini, Sabtu (12/8/2023) pagi. Berdasarkan informasi yang diterima Hypeabis.id, sang Maestro meninggal dunia pada pukul 08.19 WIB di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Kepergiannya menyisakan luka yang mendalam tidak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga rekan-rekannya sesama seniman. Eko Nugroho, perupa asal Yogyakarta di sela-sela pameran tunggal Cut The Mountain and Let it Fly menyampaikan duka cita yang mendalam atas kepergian sang maestro.
Di mata Eko, Djoko Pekik merupakan salah satu seniman besar yang pernah dimiliki Indonesia. Pelukis Berburu Celeng (1998) itu dinilainya sebagai sosok yang sangat baik, humble, dan penuh kesederhanaan.
Meski punya karya-karya yang mentereng, almarhum tak pernah merasa dirinya besar. Sang seniman justru lebih banyak menunjukkan kesederhanaan - layaknya rakyat biasa - persis seperti apa yang selalu tercermin di karya-karyanya buatannya.
“Karya-karya dia selalu bisa mengisi sejarah seni rupa Indonesia. Kita kehilangan tokoh penting dalam dunia seni rupa,” ungkap Eko Nugroho saat ditemui Hypeabis.id di ruang pamer Galeri ROH, Jakarta, Sabtu (12/8).
Baca juga: Mengenang Karya-karya Djoko Pekik yang Masyhur dan Tak Lekang Ditelan Zaman
Eko lantas mengenang beberapa kebersamaan dirinya dengan almarhum. Baginya, aktivitas mengobrol bersama Djoko Pekik adalah hal yang selalu menarik. Sebab, terus ada hal-hal seru yang kemudian muncul.
Terlebih, tempat tinggal dua seniman beda generasi yang sama-sama tinggal di Yogyakarta ini tak terlalu jauh. Eko menjelaskan bahwa letaknya sangat dekat, hanya sekitar 3 kilometer saja. Oleh karena itu, dia bisa kapan saja bersua dengan pelukis masyhur itu
Eko juga mengaku mengagumi karya-karya lukisan dari Djoko Pekik. Menurutnya, seniman kelahiran 12 Januari 1937 selalu punya visi besar dalam setiap goresan lukisannya. Dengan sangat halus, Djoko bisa menyelipkan narasi kritik-kritik penting dalam setiap karyanya.
Hal itu menurutnya yang membuat Djoko Pekik berbeda. Seniman itu selalu mampu menghasilkan sebuah karya seni yang kuat. Oleh karena itu, dirinya tak sungkan menyebut bahwa karya Djoko Pekik punya arti penting dalam mengisi sejarah seni rupa Indonesia.
Sebagai seniman lintas zaman, Djoko Pekik memang telah melewati berbagai dinamika dan tantangan dalam berbagai periode penting seni rupa Indonesia. Memulai kariernya pada 1958 dengan masuk ASRI Yogyakarta, Djoko terus mengasah bakat melukisnya dengan apik.
Dia sempat belajar melukis langsung dengan Suromo, Abas Alibasyah, dan Widayat. Kecintaannya pada bidang ini juga membuatnya mendirikan Sanggar Bumi Tarung pada 1961 bersama sejumlah kawannya. Ide kolektif kesenian itu kemudian diketahui berafiliasi dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Berburu Celeng (1998) merupakan salah satu karya dari Djoko Pekik yang paling fenomenal. Lukisan tersebut menggambarkan sebuah keramaian yang tampak sedang menari sembari menggendong celeng gemuk. Tak sedikit yang menyebut karyanya kali ini menggambarkan keadaan pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru saat itu.
Lalu, ada lukisan Go To Hell Crocodile yang juga cukup banyak dibicarakan. Lukisan ini termasuk salah satu karya yang terjual cukup mahal di Indonesia. Karya yang menyuguhkan wujud buaya raksasa dengan visual menarik ini sarat akan makna mendalam. Pada 2014, Lukisan ini ditawar hingga Rp6 miliar.
Baca juga: Sosok Djoko Pekik di Mata Para Seniman hingga Pejabat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Kepergiannya menyisakan luka yang mendalam tidak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga rekan-rekannya sesama seniman. Eko Nugroho, perupa asal Yogyakarta di sela-sela pameran tunggal Cut The Mountain and Let it Fly menyampaikan duka cita yang mendalam atas kepergian sang maestro.
Di mata Eko, Djoko Pekik merupakan salah satu seniman besar yang pernah dimiliki Indonesia. Pelukis Berburu Celeng (1998) itu dinilainya sebagai sosok yang sangat baik, humble, dan penuh kesederhanaan.
Meski punya karya-karya yang mentereng, almarhum tak pernah merasa dirinya besar. Sang seniman justru lebih banyak menunjukkan kesederhanaan - layaknya rakyat biasa - persis seperti apa yang selalu tercermin di karya-karyanya buatannya.
“Karya-karya dia selalu bisa mengisi sejarah seni rupa Indonesia. Kita kehilangan tokoh penting dalam dunia seni rupa,” ungkap Eko Nugroho saat ditemui Hypeabis.id di ruang pamer Galeri ROH, Jakarta, Sabtu (12/8).
Baca juga: Mengenang Karya-karya Djoko Pekik yang Masyhur dan Tak Lekang Ditelan Zaman
Eko lantas mengenang beberapa kebersamaan dirinya dengan almarhum. Baginya, aktivitas mengobrol bersama Djoko Pekik adalah hal yang selalu menarik. Sebab, terus ada hal-hal seru yang kemudian muncul.
Terlebih, tempat tinggal dua seniman beda generasi yang sama-sama tinggal di Yogyakarta ini tak terlalu jauh. Eko menjelaskan bahwa letaknya sangat dekat, hanya sekitar 3 kilometer saja. Oleh karena itu, dia bisa kapan saja bersua dengan pelukis masyhur itu
“Djoko Pekik adalah seniman yang baik dan ngemong bagi semua generasi,” imbuhnya.
Eko juga mengaku mengagumi karya-karya lukisan dari Djoko Pekik. Menurutnya, seniman kelahiran 12 Januari 1937 selalu punya visi besar dalam setiap goresan lukisannya. Dengan sangat halus, Djoko bisa menyelipkan narasi kritik-kritik penting dalam setiap karyanya.
Hal itu menurutnya yang membuat Djoko Pekik berbeda. Seniman itu selalu mampu menghasilkan sebuah karya seni yang kuat. Oleh karena itu, dirinya tak sungkan menyebut bahwa karya Djoko Pekik punya arti penting dalam mengisi sejarah seni rupa Indonesia.
Sebagai seniman lintas zaman, Djoko Pekik memang telah melewati berbagai dinamika dan tantangan dalam berbagai periode penting seni rupa Indonesia. Memulai kariernya pada 1958 dengan masuk ASRI Yogyakarta, Djoko terus mengasah bakat melukisnya dengan apik.
Dia sempat belajar melukis langsung dengan Suromo, Abas Alibasyah, dan Widayat. Kecintaannya pada bidang ini juga membuatnya mendirikan Sanggar Bumi Tarung pada 1961 bersama sejumlah kawannya. Ide kolektif kesenian itu kemudian diketahui berafiliasi dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Berburu Celeng (1998) merupakan salah satu karya dari Djoko Pekik yang paling fenomenal. Lukisan tersebut menggambarkan sebuah keramaian yang tampak sedang menari sembari menggendong celeng gemuk. Tak sedikit yang menyebut karyanya kali ini menggambarkan keadaan pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru saat itu.
Lalu, ada lukisan Go To Hell Crocodile yang juga cukup banyak dibicarakan. Lukisan ini termasuk salah satu karya yang terjual cukup mahal di Indonesia. Karya yang menyuguhkan wujud buaya raksasa dengan visual menarik ini sarat akan makna mendalam. Pada 2014, Lukisan ini ditawar hingga Rp6 miliar.
Baca juga: Sosok Djoko Pekik di Mata Para Seniman hingga Pejabat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.